INDONEWS.ID

  • Minggu, 09/04/2023 21:26 WIB
  • Diskusi Publik: Puasa, Kesehatan Mental dan Relevansinya Terhadap Etos Kebangsaan

  • Oleh :
    • very
Diskusi Publik: Puasa, Kesehatan Mental dan Relevansinya Terhadap Etos Kebangsaan
Diskusi bertajuk “Puasa, Kesehatan Mental dan Relevansinya dengan Etos Kebangsaan Kita” yang diselenggarakan di Universitas Paramadina, Jakarta, pada 5 April 2023. (Foto: tangkapan Layar)

Jakarta, INDONEWS.ID - Agama bisa menjadi pembimbing (guidance) dalam menggerakkan etos kerja. Etos merupakan prinsip moral yang dipegang oleh seorang individu. Dimensi kemajuan ekonomi dipengaruhi skill dan etos kerja sumber daya manusia.

“Penyerapan nilai agama yang baik akan menghasilkan etos kerja yang baik”.

Baca juga : Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan

Hal itu disampaikan Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D. dalam diskusi bertajuk “Puasa, Kesehatan Mental dan Relevansinya dengan Etos Kebangsaan Kita” yang diselenggarakan di Universitas Paramadina, Jakarta, pada 5 April 2023.

Acara yang diselenggarakan secara hibrid oleh Universitas Paramadina bekerja sama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah ini menghadirkan narasumber Wakil Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Prof. Dr. Abad Badruzaman, Wakil Rektor Universitas Paramadina Dr. Fatchiah Kertamuda, Kaprodi S2 Studi Islam Universitas Paramadina Dr. M. Subhi-Ibrahim dan dimoderatori oleh Fachrurozi.

Baca juga : KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia

Ritual ibadah, katanya, sejatinya bisa menjadi pemicu bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu, bulan Ramadan merupakan sebuah bulan yang sangat spesial bagi umat Islam dalam mendorong kemajuan ekonomi umat Islam di Indonesia.

Dr Fatchiah E Kertamuda, M.Sc  menyatakan  ada 3 hal di dalam ibadah puasa yang dipengaruhi oleh perspektif ilmu psikologi.

Baca juga : Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel

Pertama, puasa harus berdampak pada rohaniah dan jasmaniah seorang individu muslim. “Puasa mampu melatih panca indera untuk selalu berada dalam koridor kebaikan,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers di Jakarta.

Menurutnya dalam sudut pandang psikologi, puasa mampu melatih pikiran dan perasaan. Puasa juga memberikan dampak positif pada perilaku, emosi dan pikiran manusia.

“Ibadah puasa secara psikologis mampu membantu individu sebagai sarana pengendalian diri dari emosi-emosi negatif saat berpuasa,” tambahnya.

Puasa juga membantu seorang individu untuk memiliki kesehatan mental.  Dia mengatakan, puasa berkaitan dengan etos kebangsaan, yang harus dimiliki oleh warga negara.

“Puasa harus mendorong perubahan mental yang lebih baik. Perubahan etos kerja, menurut Cak Nur, etos kerja dalam Islam adalah hasil suatu kepercayaan seorang muslim bahwa kerja memiliki kaitan tujuan hidup memperoleh perkenan dari Allah SWT,” imbuhnya.

Prof Dr. Abad Badruzzaman menyampaikan bahwa setiap ritual ibadah diwajibkan karena untuk mendorong kesalehan sosial individu seorang muslim. Begitu juga halnya dengan ibadah puasa. 

“Keterkaitan ibadah puasa dengan kesalehan sosial terlihat dari ayat Al Baqarah 183, yaitu dimulai dari kata shiyam yang bermakna ritual sedangkan orientasi sosialnya adalah la`allakum tattaqun, melahirkan pribadi yang bertakwa,” ujarnya.

Shalat memiliki dimensi sosial yaitu mencegah perbuatan buruk, keji dan munkar, tidak hanya sekadar ritual gerakan dan doa. “Salah satu ciri orang bermental sehat adalah bisa mengendalikan diri, mampu mengendalikan lisan, karena bagian yang paling menonjol saat berinteraksi dengan orang lain adalah lisan,” ujarnya.

Dr. Mohammad  Subhi Ibrahim dalam paparannya menyatakan bahwa puasa merupakan ritual abadi dan ada di semua agama. “Puasa dibutuhkan oleh manusia agar seimbang mental dan jasmaninya,” katanya.

Dalam konteks puasa dan kehidupan bermasyarakat, puasa merupakan ritual ibadah yang mampu menumbuhkan etos kerja  yang mendorong etos kesadaran ke-Tuhanan. “Dengan berpuasa, umat Islam menjadi insan berintegritas dalam kondisi kesendirian saat berpuasa,” ujarnya.

Selain itu, puasa juga mendorong transendensi diri (menjarakkan diri). Puasa memberi jarak manusia antara dirinya dengan keinginan yang merintangi diri.

“Puasa juga menumbuhkan sikap future oriented, sikap menunda kesenangan untuk mendapatkan kebahagiaan yang lebih tinggi di masa depan,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia
Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Artikel Terkini
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
Puspen Kemendagri Berharap Masyarakat Luas Paham Moderasi Beragama
KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia
Akses Jalan Darat Terbuka, Pemerintah Kerahkan Distribusi Logistik ke Desa Kadundung
Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas