INDONEWS.ID

  • Jum'at, 26/05/2023 20:57 WIB
  • Quo Vadis Spin Off Bank Syariah

  • Oleh :
    • very
Quo Vadis Spin Off Bank Syariah
Diskusi bertajuk "Quo Vadis Spin Off Bank Syariah?" yang diselenggarakan di Universitas Paramadina, Kamis (25/5). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Sekjen Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Herwin Bustaman mengatakan, ada tiga poin mengapa Unit Usaha Syariah (UUS) harus dipertahankan.

Pertama, secara global tidak ada fatwa yang melarang model Unit Usaha Syariah (UUS). “Bahkan, itu masih diadopsi oleh sebagian besar negara termasuk Kerajaan Arab Saudi,” ujarnya dalam diskusi bertajuk "Quo Vadis Spin Off Bank Syariah?" yang diselenggarakan di Universitas Paramadina, Kamis (25/5).

Baca juga : Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan

Kedua, lebih banyak mudharat daripada manfaatnya jika UUS dihapuskan. Ketiga, UUS juga berperan penting dalam mengembangkan industri perbankan syariah.

Menurut Herwin pembahasan perjalanan tentang UUS cukup panjang. "Permohonan dari komite ahli perbankan syariah adalah bagaimana bisa dipastikan tidak adanya percampuran antara konvensional dengan syariah. Maka itu ada persyaratan untuk menjalankan UUS laporan keuangan harus dipisah, pencatatannya dipisah. Landasan hukumnya  tafriqul halal `anil haram," katanya.

Baca juga : Strategi Sukses dalam Mengimplementasikan HRIS di Perusahaan

Hasil beberapa riset ditemukan bahwa Bank Umum Syariah (BUS) di negara berkembang terlalu kecil untuk bisa berkontribusi terhadap negara. Namun, bahayanya adalah muncul monopoli jika hanya diserahkan pada bank umum. Karena itu, spin-off (pemisahan) tidak menghasilkan kinerja yang lebih baik bahkan setelah 4 tahun.  

"Secara global, Tahun 2021 Bank Syariah Indonesia (BSI) menempati peringkat ke-23 di antara bank-bank syariah terbesar di dunia. Serupa dengan pasar perbankan lainnya BSI membutuhkan counterpart lokal yang setara/kuat untuk mendukung menjadi Top 10 Global Islamic Bank," ujarnya.

Baca juga : Bertemu Menteri Perdagangan Inggris, Menko Airlangga Perkuat Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan

Dr. Handi Risza, Dosen Prodi MM Universitas Paramadina dalam paparannya menyatakan bahwa potensi perbankan syariah masih sangat luas sementara market share masih pada kisaran 6-7%.

Handi menyinggung tantangan terkini industri perbankan syariah. "Market share industri jasa keuangan syariah 10 %, sedangkan perbankan syariah 7%. Perbankan syariah dituntut mampu menyediakan kebutuhan keuangan dalam pengembangan industri halal dan pengembangan lembaga keuangan syariah," katanya.

Dia mengatakan bahwa permodalan bank syariah yang masih terbatas. Sehingga masih memiliki kendala dalam pengembangan sistem informasi dan teknologi dalam menghadapi persaingan era digital yang semakin tinggi.

Ia juga menyinggung rendahnya literasi keuangan syariah. "Masih sangat rendah, yaitu baru 8,93%, jauh tertinggal dari literasi keuangan secara nasional yang sebesar 38,03%. Untuk indeks inklusi keuangan syariah juga masih tertinggal di posisi 9,1% dibandingkan dengan inklusi keuangan nasional 76,19%," ujarnya.

Handi juga menggarisbawahi beberapa hal penting terkait spin-off. "UU No 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) membuka ‘kotak pandora’ tentang kelemahan dasar justifikasi pada peraturan mandatory spin-off sebelumnya," ujarnya.

Selain itu, katanya, penetapan kewajiban spin-off tidak memperhatikan kondisi realitas UUS dan industri, melainkan hanya berdasar pada lama tahun sejak diundangkan dan persentase aset UUS dibanding BUK-nya..  

Narasumber lainnya, Dr. Anis Byarwati Anggota Komisi XI DPR RI menyinggung proses pembahasan spin-off . "Yang tertuang di UU P2SK adalah jalan tengah tidak dibatasi waktunya, asetnya tapi kita serahkan kepada OJK untuk membuat roadmap. Kalau mau ada kewajiban spin-off, OJK membuat bagaimana mekanisme dari UUS menjadi BUS. OJK diberi kesempatan merancang POJK selama 6 bulan," katanya.

Menurutnya perbankan syariah dan konvensional tidak bisa dibandingkan. Karena itu, perlu keberpihakan untuk bisa mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. "Keberpihakan harus didukung, namun bank syariah tidak boleh hanya bermain simbol, tetapi harus menjaga kualitas layanan, kepuasan nasabah harus diperhatikan, dan kecepatan layanan," ujarnya.

Kebijakan spin off  diharapkan melahirkan Bank Syariah baru yang sehat dan kuat. Hal itu ditandai dengan total aset yang dimilikinya, sehingga penguasaan pasar perbankan syariah menjadi lebih seimbang.

"Kebijakan spin off diharapkan akan memberikan dampak bagi industri perbankan syariah, terutama dalam memperkuat struktur permodalan, selaras dengan tujuan dan sasaran bank syariah secara keseluruhan, dan berkontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan ekosistem industri halal di Indonesia," pungkasnya. ***

Artikel Terkait
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Strategi Sukses dalam Mengimplementasikan HRIS di Perusahaan
Bertemu Menteri Perdagangan Inggris, Menko Airlangga Perkuat Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan
Artikel Terkini
KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia
Akses Jalan Darat Terbuka, Pemerintah Kerahkan Distribusi Logistik ke Desa Kadundung
Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Presiden Jokowi Masih Kaji Calon Pansel KPK yang Sesuai Harapan Masyarakat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas