INDONEWS.ID

  • Rabu, 02/08/2023 21:09 WIB
  • Jokowi Style dan Politik Jalan Tengah Prabowo

  • Oleh :
    • very
Jokowi Style dan Politik Jalan Tengah Prabowo
Dr. Abdul Mukti Ro’uf, MA adalah dosen dan pemerhati dibidang filsafat, contemporary Islamic Thought, dan social-keagamaan. (Foto: Ist)

 

Oleh: Abdul Mukti Ro’uf*)

Baca juga : Amicus Curiae & Keadilan Hakim

Jakarta, INDONEWS.ID - Perdebatan tentang siapa yang sebenarnya didukung oleh Presdien Jokowi untuk jadi presiden, Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto, hingga kini masih menjadi misteri. Berbagai tampilan publik yang ditangkap media masih terus mewartakan kemesraan kedua bacapres dan terus menjadi objek penafsiran dalam medan diskursus politik akhir-akhir ini.

PDIP, sebagai partai yang melahirkan Jokowi dan Ganjar berkeyakinan bahwa Jokowi tidak mungkin mendukung bacapres selain dari partainya sendiri. Sementara Gerindra beranggapan bahwa berbagai endorsment dan  kemesraan antara Jokowi dan Prabowo tidak bisa diingkari sebagai simbol dukungan Presiden RI terhadap bacapres Prabowo.

Baca juga : Antisipasi Kebijakan Ekonomi dan Politik dalam Perang Iran -Israel

Sementara Jokowi sendiri tampak menikmati dengan sadar apa yang dilakukannya. Di bagian lain, komunikasi tipis-tipis dengan king maker Koalisi Perubahan Surya Paloh relatif terjaga. Sementara, partai tengah yang tidak memiliki tiket sendiri di luar anggota Kolaisi Perubahan seperti Golkar, PAN, PKB. PPP tidak berhenti berkomunikasi dengan Presiden tentang kemana hendak dilabuhkan dukungan politiknya. Suasana abu-abu ini setidaknaya masih akan berlangsung hingga masa pendaftran resmi di KPU, 19 Oktober 2023-25 November 2023.

 

Baca juga : Prabowo Subianto Should Not Meet Megawati Soekarnoputri

Membaca Arah Jokowi

Sejak bergabungnya Prabowo di Kabinet Indonesia Maju, telah terjadi pergeseran politik yang signifikan. Fakta politik itu menguntungkan bagi keduanya yang di kemudian hari berdampak pada aspek elektoral.

Pada Presiden Jokowi, tergambar adanya peningkatan approval rating hingga menembus angka 78,5 persen (versi Indikator Politik). Selain atas berbagai kebijakan yang pro rakyat, bersatunya kekuatan Prabowo dan Jokowi adalah kekuatan politik yang dapat menstabilkan dukungan rakyat.

Sementara dalam berbagai survei ditemukan bahwa berbagai endorsment Jokowi terhadap Prabowo dapat menggiring “suara pendukung Jokowi” bermigrasi kepada Prabowo Subianto.

Dalam temuan survei Lembaga Survei Nasional (LSN): “Saat ini 47,5 persen responden yang mengaku pemilih atau relawan Jokowi menjatuhkan pilihan pada Prabowo, sedangkan yang memilih Ganjar hanya 35,8 persen,".

Jika dilihat dari respons Jokowi atas berbagai temuan lembaga survei dan percaturan narasi, ia lagi-lagi tampak menikamti sambil percaya diri untuk menyelesaikan berbagai proyek strategis nasioanl dalam satu tahun ke depan.

Secara politik dapat diduga bahwa ia hanya hendak memastikan dua hal, pertama, jalannya Pemilu 2024 berlangsung aman dan damai tanpa polarisasi yang menajam seperti yang terjadi di Pemilu 2019. Kemesraannya dengan Prabowo adalah suasana prakondisi untuk menjamin itu.

Kedua, agar penerusnya dapat menjamin untuk melanjutkan agenda-agenda besar sebagai syarat Indonesia lolos dari  jebakan negara berpenghasilan menengah atau Middle Income Trap.

Kelihatannya, Jokowi fokus dalam pembangunan infrastruktur, meningkatkan kapasitas SDM, hingga peningkatan investasi dan sumber pembiayaan. Pilar transformasi ekonomi tersebut sekaligus menjadi pendukung utama untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2024-2045.

Terhadap berbagai tantangan itu, secara politik, baik kekuatan politik berbasis kekuatan partai atau kekuatan masyarakat (tercermin dalam berbagai relawan Jokowi), langkah jalan Jokowi dapat dipahami untuk secara taktis-strategis berdiri di “dua kaki”. Kaki pertama tentu saja harus dipijakkan di atas PDIP sebagai the roling party sebagai induk dari kekuatan partai Jokowi sendiri. Dan kaki kedua harus dipijakkan di atas kekuatan Gerindra dan ketokohan Prabowo Suibainato yang semakin meningkat hasil surveinya.

Keputusan untuk berpijak dua kaki itu memiliki rasionalitasnya sendiri yaitu, sebagai presiden harus tampil netral dan mengayomi keduanya. Langkah ini harus dilakukan setelah ide menyatukan Prabowo-Ganjar dan atau sebaliknya gagal diputuskan oleh dua partai besar: PDIP dan Gerindra.

Bagaimana dengan bacapres lain, Anies Baswedan? Untuk kekuatan politik Koalisi Perubahan, Jokowi hanya perlu berkomunikasi “tipis-tipis” dengan ownernya: Surya Paloh. Komunikasi tipis-tipis itu telah Jokowi tunjukkan dalam gambar reshuffle kabinet. Tiga menteri Nasdem hanya berganti satu orang dengan alasan hukum. Dua yang lain tetap dipertahankan untuk menggambarkan bahwa Jokowi sedang mamainkan “politik keseimbangan”

 

Jalan Tengah Prabowo

Prabowo makin cerdas dan realistis. Ini kesan umum yang dapat dibaca dalam menghadapi pilpres 2024. Secara personal, tampilan Prabowo makin rileks dan tidak menggebu-gebu sebagaimana jelang Pilpres 2019 lalu. Posisinya sebagai Menhan Jokowi menambah daya tarik dan daya dongkrak tersendiri dengan sejumlah capaiannya. Dukungan anggaran Presdien Jokowi terhadap alusista pertahanan Indonesia adalah bukti bahwa keberadaan Prabowo sebagai Menhan cukup diperhitungkan.

Selebrasi kunjungan Jokowi bersama Ibu Negara di PT Pindad Malang-Jawa Timur bersama Menag BUMN Eric Thohir menambah cerita positif terhadap Prabowo. Seluruh kisah kebersamaan Jokowi dan Prabowo dan seluruh tampilan personal Prabowo dalam banyak event dan acara diduga bahwa Prabowo sedang menikmati jalan tengah antara bacapres Ganjar Pranowo (yang terkesan “kiri”) dan Anies Baswedan (yang terkesan “kanan”) dengan sejumlah dukungan simbolik Presiden Jokowi.

Selaian itu, drama-drama politik—jika itu mau disebut sebagai drama—atas manuver aktivis sekelas Budiman Sudjatmiko menambah energi bahwa peluang Prabowo untuk memenangkan kompetisi capres makin terbuka.

Hanya saja, beberapa tantangan beberapa bulan ke depan masih terlihat diantaranya, pertama, bagaimana kepastian hubungan dengan PKB dan Ketumnya, Muhaimin Iskandar? Ini memang delimatis. Prabowo membutuhkan kekuatan tengah yang selama ini eksis dalam politik Indonesia yaitu, suara Nahdliyin yang terkonsentrasi di Jawa Timur sebagai lumbung suara dalam Pemilu di Indonesia.

Gus Imin (sejauah ini) menjadi harga mati untuk menjadi cawapresnya Prabowo di tengah elektabilitasnya sebagai cawapres masih jauh dibanding tokoh lainnya semisal Erick Thohir. Mungkinkah akan terus bersama PKB tanpa menyertakan Gus Imin sebagai cawapres?

Bertemunya Gus Imin dengan Puan Maharani karena masuk dalam lima besar cawapres Ganjar, semacam sinyal Gus Imin terhadap Prabowo dan Gerindra.

Kedua, jika PKB dan Gus Imin “bercerai” dengan Gerindra, bagaimana memastikan “suara Nahdliyin” terutama di Jawa Timur dapat tetap bersama Prabowo? Dalam suasana ini, Gus Imin dan PKB menjadi salah satu kuncinya. Jika, katakanlah Jokowi merestui Erick Tohir sebagai bacawapres Prabowo dengan restu PKB dan Gus Imin dengan seluruh konpensasinya, maka kekuatan ini akan menjadi “lawan tanding” yang berat bagi Ganjar dan bacawapresnya.

Di atas seluruh analisa dan rabaan yang tergelar dalam ruang publik, yang harus terus didorong adalah pelaksanaan demokrasi yang sehat tanpa polarisasi yang menajam sebagaimana mimpi seluruh kekuatan bangsa: menjadi negara maju dan terhindar dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau Middle Income Trap.

Pidato politik Prabowo yag selalu menekankan “politik persatuan” dan “politik kerukunan” adalah himbauan kebangsaan yang harus menjadi kabar gembira. Ajakan Ganjar Pranowo untuk melanjutkan agneda-agenda besar yang telah di capai Presiden Jokow juga menambah optimisme bagi Indonesia maju. Seruan Anies Baswedan tentang politik kesejahteraan berbasis keadilan juga seruan hampir seluruh rakyat Indonesia.

Jadi, memasuki tahun politik yang tengah menghangat, kita menghendaki energi persatuan, keberlanjutan dengan basis gagasan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.***

*) Dr. Abdul Mukti Ro’uf, MA adalah dosen dan pemerhati dibidang filsafat, contemporary Islamic Thought, dan social-keagamaan. Banyak menulis buku dan artikel ilmiah yang tersebar di berbagai jurnal.

Artikel Terkait
Amicus Curiae & Keadilan Hakim
Antisipasi Kebijakan Ekonomi dan Politik dalam Perang Iran -Israel
Prabowo Subianto Should Not Meet Megawati Soekarnoputri
Artikel Terkini
Pelepasan 247 Calon Siswa Bintara Bakomsos dan Tamtama Polri Terpadu Tahun Angkatan 2024
Wujudkan Kemandirian Daerah, Kepala BSKDN Dorong Proyek Perubahan Jadi Inovasi
Dies Natalis ke-57, Universitas YARSI Wisuda 406 Sarjana dan Pascasarjana
Bamsoet: Sudahi Konflik, Mari Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran
PNM Excellence Award Bukti Nyata Apresiasi PNM Untuk Karyawan dan Unit Kerja Terbaik
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas