Jakarta, INDONEWS.ID - Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, polisi cukup sulit untuk membendung aksi para lone wolf dalam melakukan aksi penyerangan, mengingat mereka tidak saling terkait satu dengan lainnya karena aksi mereka berbasis leaderless jihad.
“Seperti kata Pak Kapolri itu adalah Leaderless dan mereka yang lone wolf ini yang belum kita miliki datanya,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divhumas Polri, Kombes Martinus Sitompul kepada wartawan di Jakarta, Kamis (5/7/2017).
Istilah ‘lone wolf’ yakni orang yang diduga terkontaminasi ajaran radikal melalui media sosial dan forum radikal.
Walaupun memiliki kesulitan, lanjut Martinus, pihaknya tetap akan terus melakukan upaya-upaya guna mendata dan menangkap para teroris yang terfiliasi dengan sel dan kelompok radikal.
“Dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan, melakukan yang disampaikan oleh Pak Kapolri juga, prevention strike,” lanjut dia.
Preventif strike tersebut, bisa dilakukan lantaran Polri melalui Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri memiliki data orang-orang yang diduga telah berafiliasi dengan ISIS. Termasuk yang kini berada di Suriah.
Para teroris yang bertarung di Suriah itu, kerap menyebarkan paham radikal ke orang-orang baru. Ujungnya, para teroris fenomena lone wolf dan leaderless jihad bermunculan.
Sebelumnya aksi leaderless jihad penyerangan kepada angota kepolisian telah menyerang dua anggota Brimob yang usai sholat Isya di Masjid Falatehan, Jakarta Selatan, Jumat (30/6/2017). Akibat serangan tersebut 2 anggota Brimob dilarikan ke RS Polri untuk dilakukan tindakan.
Terduga teroris bernama Mulyadi ini terkontaminasi oleh paham radikal ISIS melalui media sosial.
Aksi leaderless jihad yang terbaru menyasar ke Polsek Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dimana markas polisi ini dipasangi bendera ISIS dan diancam dengan surat kaleng pada Selasa (4/7/2017).(Lka)