Jakarta, INDONEWS.ID- Buntut terbongkarnya kasus suap pungutan liar perusahaan teknologi transportasi daring Uber yang diduga melibatkan oknum Polri dinilai telah mempermalukan institusi penegak hukum itu. Sebab, kasus itu sudah menjadi isu internasional. Demikian diungkapkan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.
Menurut Neta, pihak kepolisian Amerika Serikat bahkan ikut masuk ke indonesia untuk membongkar kasus ini. Ironisnya, pungli itu terjadi saat pemerintahan Presiden Joko Widodo sedang agresif memberantas pungli dengan membentuk tim pemberantas pungli di sejumlah intansi.
Untuk itu, Neta mendesak Polri bertanggungjawab secara moral untuk mengusutnya dengan tuntas. "Sebab itu tidak ada jalan lain bagi Polri, selain harus ikut membantu tim kepolisian Amerika untuk mengungkap dan membongkar kasus Uber ini dengan tuntas dan membawa pelakunya ke pengadilan secepatnya," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada INDONEWS di Jakarta, Jumat (22/9/2017).
Neta juga mengimbau Polri segera turut mengusut kasus ini untuk mengetahui apakah ada anggota yang memang terlibat atau ada yang membawa nama institusi Polri untuk menarik dana dari Uber.
Sebab, kata Neta, jika melihat kronologis kasus tersebut terlihat ada keanehan yg sangat jauh dari tugas dan kewenangan kepolisian. Dalam kronologis tersebut disebutkan bahwa kantor Uber di jakarta terletak di wilayah yang seharusnya tidak diperbolehkan untuk membuka usaha. Seorang karyawan Uber kemudian disebutkan beberapa kali mengirimkan uang kepada polisi agar Uber tetap dapat terus beroperasi di kantor tsb. Keanehannya disini adalah ijin lokasi usaha tersebut tidak ada urusannya dengan Polri karena itu wewenang Pemda.
"Keanehannya di sini adalah izin lokasi usaha tersebut tidak ada urusannya dengan Polri karena itu wewenang pemerintah daerah. Jika ada polisi yang bermain disini maka polisi tersebut sudah melampaui wewenang institusinya," ujar Neta.(hdr)