Pengamat: Teror di Mapolsek Bontoala Dilakukan oleh Kelompok Radikal

Oleh : very - Senin, 01/01/2018 22:37 WIB

Tim melakukan olah TKP di Markas Polsek Bontoala Makassar, Senin (1/12018).

Jakarta, INDONEWS.ID - Aksi teror terjadi di Makasar pada 1 Januari 2018. Lemparan bom yang diduga molotov dengan daya low explosive menyerang Markas Polsek Bontoala Makassar. Aksi yang terjadi pada pukul 03.15 WITA tersebut melukai Kapolsek Bontoala Kompol Rapiuddin dan anggota Unit Reskrim Brigpol Yunirsan. Selain itu aksi tersebut juga mengakibatkan kerusakan di Mapolsek Bontoala dan Rumah Jabatan Kapolsek.

Polisi hingga kini masih melakukan penanganan untuk mengungkap dalang dari aksi teror tersebut. “Karena itu, terlalu dini jika polisi dituntut untuk mengungkapkan pelaku dan motif dari aksi tersebut. Motif aksi tersebut akan terungkap setelah pelaku berhasil ditangkap, termasuk untuk mengungkap apakah ada kelompok tertentu yang menjadi dalang dari aksi tersebut,” ujar pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta, melalui siaran pers di Jakarta, Senin (1/1/2018).

Alumnus Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia ini mengatakan, aksi yang terjadi di Mapolsek Bontoala Makassar itu belum tentu dilakukan oleh kelompok radikal ISIS atau simpatisannya. Kinerja polisi dalam menegakkan hukum dan memberantas terorisme membuat kelompok tertentu akan terhambat dan terancam, sehingga mereka menjadikan polisi sebagai sasaran teror.

Namun dari model yang dilakukan, kata Stanislaus, aksi ini dilakukan oleh orang yang kurang terlatih dalam melakukan aksi teror. “Bahan peledak yang digunakan mempunyai daya ledak rendah, dampak yang diciptakan juga tidak kuat,” ujarnya.

Dia mengatakan, kelompok yang mempunyai kepentingan untuk menjadikan polisi sebagai sasaran teror terdiri dari jenis. Pertama adalah kelompok criminal, dan kedua adalah kelompok radikal yang mempunyai kepentingan untuk mengusung ideologi dan tujuan politik tertentu.

Stanislaus mengatakan, teror yang dilakukan saat polisi bertugas untuk keamanan negara menunjukkan ada kelompok tertentu terhambat oleh kinerja polisi yang semakin baik dan profesional.

Berkaitan dengan kasus teror di Mapolsek Bontoala, Stanislaus mengatakan, diduga kuat pelakunya adalah dari kelompok radikal yang ingin mengusung ideologi dan tujuan politik tertentu.

Setidaknya ada dua alasan untuk memperkuat dugaan tersebut. Pertama karena kelompok tersebut memanfaatkan momentu tahun baru yang selama ini menjadi waktu favorit bagi kelompok radikal untuk melakukan aksi teror.

Kedua, sasaran Mapolsek Bontoala Makassar yang merupakan simbol dari polri. Kelompok radikal pengusung ideologi dan kepentingan politik tertentu biasanya menargetkan polisi sebagai sasaran. Tentu saja sasaran yang dituju bukan yang sangat kuat sistem pengamannya tetapi yang mempunyai celah kerawanan. Bagi kelompok ini yang penting sasarannya adalah polisi.

Stanislaus mengatakan, tantangan bagi Polri ke depan semakin berat. Kinerja yang semakin baik dan profesional justru membuat perlawanan dari kelompok radikal dan kelompok kriminal semakin kuat.

“Namun tentu saja hal ini tidak akan membuat Polri semakin lemah, namun justru tetap waspada dan bekerja keras untuk mewujudkan keamanan negara Indonesia,” pungkasnya.

 

Artikel Terkait