Nasional

Setor Keuntungan Kepada Negara, Malah Dituntut BUMN

Oleh : hendro - Kamis, 03/05/2018 18:29 WIB

Sidang perdata perkara konsensi KBN dengan KCN bergulir di PN Jakut.

Jakarta, INDONEWS.ID- Perseteruan BUMN KBN dengan BUP KCN akibat menjalankan  produk dari Kementrian Perhubungan yakni Perjanjian Konsesi belum juga menemukan titik terang.

Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang dilayangkan KBN terhadap KCN sebagai Tergugat I dan Kementerian Perhubungan sebagai Tergugat II kembali digelar kemarin, Rabu (2/5/1018) lalu, di PN Jakarta Utara. 

Agenda sidang adalah penyerahan replik dari KBN terhadap jawaban yang telah disampaikan oleh KCN dan para tergugat lainnya pada persidangan minggu yang lalu. 

Pada awalnya pengelolaan pelabuhan dilakukan oleh Pelindo I-IV namun kemudian lahirlah UU No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang memisahkan antara regulator dan operator.

 Pengaturan Konsesi yang diatur dalam PP No. 64 Tahun 2015 tentang Kepelabuhanan meliputi 3 Aspek , yaitu (1) Konsesi dituangkan dalam bentuk perjanjian, (2) Pemberian konsesi melalui mekanisme pelelangan atau penunjukan, dan (3) Investasi sepenuhnya dilakukan tidak menggunakan yang bersumber dari APBD/APBN. 

KCN adalah BUP yang telah melakukan investasi dalam proyek Pelabuhan Marunda dan diperintahkan untuk membuat perjanjian konsesi dengan Negara melalui Kementerian Perhubungan. 

Sejak 2016 lalu, KCN telah menyetor keuntungan bagi Negara berdasarkan konsesi tersebut, yang hingga saat ini jumlahnya sudah lebih dari 6 milyar rupiah.

Sayangnya, saat ini KCN justru digugat oleh KBN untuk menghentikan proyek tersebut yang tentunya juga akan menghentikan pemasukan keuntungan bagi Negara yang telah berjalan hingga saat ini, bahkan KBN pun menuntut KCN lebih dari 50 triliun Rupiah dengan mengatasnamakan Negara.

Kuasa Hukum KBN Haryo Wibowo SH, dalam repliknya menyatakan,  bahwa penggugat tetap berpegang teguh pada seluruh dalil-dalil gugatan. Selain itu, KBN dalam gugatan provisi memohon agar Majelis Hakim memerintahkan KCN dan Kementerian Perhubungan untuk menghentikan pembangunan dan pemanfaatan maupun kegiatan/aktifitas dalam proyek Pelabuhan Marunda, dan dalam pokok perkara menuntut pembayaran ganti kerugian materiil lebih dari 50 triliun rupiah.

Sementara itu hukum KCN Yevgeni Yesyurun mengatakan,  jika dilihat berdasarkan UU, KCN ini sudah memiliki semua kriteria untuk menjalankan Konsesi. 

"Jelas dalam hal ini KCN itu korban, kenapa ? Dulu ditunjuk oleh Kementrian Perhubungan sesuai suratnya NO. AL 005/3/07 PHB 2016 Tentang Penunjukan BUP Karya Citra Nusantara Untuk Melakukan Konsesi. Sanksi jika tidak mengikuti konsesi, izin BUP-nya dicabut, lantas ikutlah kami melakukan Konsesi dengan regulator yang dituangkan dalam perjanjian," ungkapnya.

Akibat Konsesi ini, jelas Yevgeni Yesyurun, KCN memiliki kewajiban yaitu memberikan 5 persen dari pendapatan kotor nya setiap bulan.

"Jadi kalo dijumlahkan dari tahun 2016 sudah kurang lebih 6.1 Milyar yang sudah disumbangkan, ini semua tercatat. Real bukan lagi potensi. Negara sudah terima uangnya, sudah dinikmati di pembangunan lah kok sekarang digugat oleh anak negara (KBN), Negara juga harusnya bantu KCN toh? atau harus bagaimana sih? Kalo anda disuruh pilih izin dicabut karna tidak konsesi atau ikut konsesi tapi digugat 56.8 Trilyun, ya mending gausah bisnis kepelabuhanan ya" tukas kuasa hukum KCN Yevgeni Yesyurun.(hdr)

 

 

 

Artikel Terkait