Nasional

Rentetan Aksi Teror, Masyarakat Diminta Tidak Panik

Oleh : very - Senin, 14/05/2018 19:30 WIB

Bom di Surabaya. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Aksi teror terjadi di Mako Brimob Depok Jawa Barat, Tiga Gereja di Surabaya, dan Mapolrestabes Surabaya dalam satu minggu ini. Dari hasil pemeriksaan Polri, pelaku rentetan aksi teror tersebut adalah kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan kelompok trans nasional ISIS. Selain aksi tersebut, Polri juga melakukan penangkapan anggota kelompok JAD di Tambun Bekasi dan Cianjur yang merecanakan aksi menuju Mako Brimob.

Terkait hal tersebut, pengamat terorisme, Stanislaus Riyanta mengatakan, perlu dilakukan langkah strategis yang memungkinkan pemerintah menggerakkan perangkatnya secara maksimal guna melakukan pencegahan dan penanganan aksi teror.

“Dalam hal ini pemerintah perlu menetapkan kondisi ‘darurat terorisme’ sebagai alarm sinergi dan bergerak cepat aparat dan lembaga negara lainnya untuk menangani situasi ini. Polri, BIN, TNI dan BNPT dibawah kendali Presiden diharapkan dengan cepat untuk mengatasi aksi-aksi teror tersebut dan menumpas habis hingga ke akar-akarnya supaya tidak terjadi lagi aksi selanjutnya,” ujarnya di Jakarta, Senin (14/5/2018).

Hal kedua yang perlu segera didorong adalah Presiden, kata Stanislaus, adalah mengeluarkan Perppu Antiterorisme agar aparat keamanan dan lembaga inteliljen bisa menjalankan deteksi dini dan cegah dini ancaman terorisme. “Negara perlu diberi kewenangan untuk melakukan tindakan hukum kepada orang-orang yang bergabung dengan kelompok-kelompok berafiliasi dengan pelaku teror,” ujar Stanislaus. 

Selain itu negara sebaiknya diberi kewenangan untuk melakukan tindakan hukum terhadap WNI arus balik dari daerah konflik yang menjadi simpatisan kelompok pelaku teror, termasuk melakukan tindakan hukum terhadap donatur yang menyumbang organisasi pelaku teror. “Tanpa kewenangan ini maka negara hanya menangani aksi teror, bukan mencegah aksi teror,” ujarnya.

Stanislaus mengatakan, teroris berusaha menciptakan kepanikan di masyarakat, jika situasi panik maka tujuan dari teror tercapai. Situasi panik di masyarakat membuat sistem menjadi tidak terkoordinasi lagi sehingga celah bagi pelaku teror untuk beraksi semakin lebih lebar.

Untuk mencegah kepanikan maka sebaiknya masyarakat hanya mempercayai sumber-sumber resmi dari pemerintah, bukan informasi dari sumber yang tidak resmi atau tidak relevan. Pemerintah sebaiknya juga selalu melakukan update situasi lebih sering dan tidak kalah dengan hoax yang beredar. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat tetap tenang.

Hal lain yang bisa membuat masyarakat tenang, kata Stanislaus, adalah jika pemerintah kompak dan bersatu padu dalam menangani aksi terorisme ini, termasuk lembaga DPR. Tidak perlu ada suara-suara sumbang yang meragukan pemerintah yang muncul dari elite karena hal tersebut akan memunculkan pertanyaan dari masyarakat yang berujung kepada keraguan.

“Masyarakat harus mendukung Polri, BIN, BNPT, TNI dan lembaga negara lainnya dalam menanggulangi terorisme. Dukungan masyarakat yang konstruktif kepada negara akan mempercepat proses untuk mengatasi aksi teror dan menumpas hingga ke akarnya,” ujar mahasiswa doktoral bidang Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia ini.

Dukungan dari masyarakat yang diharapkan tentu saja dengan memberikan kepercayaan penuh kepada negara, tetap tenang serta tidak menyebarkan informasi yang tidak akurat.

“Hal penting yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah memberikan informasi kepada aparat keamanan jika menemukan gejala atau potensi terorisme sekecil-kecilnya agar dapat dilakukan pencegahan,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait