Bisnis

Sejumlah Catatan dalam Penandatanganan SPA Inalum dan Freeport

Oleh : very - Kamis, 27/09/2018 18:01 WIB

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Penandatanganan Sale and Purchase Agreement (SPA) antara PT Inalum dengan Freeport McMoran patut disambut positif. Pasalnya, pada akhirnya dengan penandatanganan SPA maka PT FI menjadi milik Indonesia yang diwakili oleh PT Inalum secara sah.

“Terpenting juga dengan SPA ini maka tidak ada lagi dualisme anatara IUPK dan Kontrak Karya. KK Freeport dengan adanya divestasi telah secara pasti dan sah tidak dikenal,” ujar Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, di Jakarta, Kamis (27/9/2018).

Namun demikian, Hikmahanto memberi catatan yang perlu diperhatikan.

Pertama, terkait dengan harga saham. Bila Kementerian ESDM akan memberikan perpanjangan hingga 2031 untuk PT FI maka harga saham tidak seharusnya harga 2041. “Bila ini terjadi bisa saja dianggap telah terjadi kerugian negara. Ini dapat berdampak pada masuknya transaksi ini ke Undang-undang Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya.

Kedua, terkait dengan kewajiban pembangunan Smelter dan masalah lingkungan pasca penandatanganan SPA harus tetap menjadi beban dari Freeport McMoran mengingat masalah tersebut telah ada sebelum PT Inalum menjadi pemegang saham.

Ketiga, dalam perjanjian antar pemegang saham (shareholder agreement) harus ada ketentuan yang menentukan PT Inalum tidak akan pernah terdilusi kepemilikan 51% sahamnya meski pada saat adanya peningkatan modal PT Inalum tidak mengambil bagian.

“Keempat, pasca PT FI dimiliki secara mayoritas oleh PT Inalum maka PT FI wajib bersedia untuk diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan secara menyeluruh layaknya anak perusahaan BUMN,” ujar Hikmahanto.

“Terakhir dalam perjanjian antar pemegang saham keputusan harus diambil berdasarkan suara terbanyak sederhana (51%) baik pada tingkat RUPS, Dekom maupun Direksi,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait