Nasional

Bangun SDM, Jokowi Perlu Tiru dari Sejumlah Negara Tetangga

Oleh : very - Jum'at, 07/06/2019 13:01 WIB

Pengamat politik dari President University AS Hikam. (Foto: channel indonesia)

Jakarta, INDONEWS.ID - Ada kabar bahwa nanti dalam periode ke-2, Presiden Joko Widodo fokus pembangunan akan diutamakan kepada pembangunan infrastruktur Sumber Daya Manusia atau SDM. Salah satu implementasinya adalah mengirim ribuan anak-anak muda pintar dan brilian ke sekolah-sekolah terbaik di dalam dan luar negeri agar mendapat pendidikan terbaik. 

“Saya kira, soalnya bukan hanya mengirim anak-anak Indonesia yang pintar untuk sekolah ke dalam dan luar negeri agar dapat gelar tertinggi dan ilmu serta pelatihan terbaik. Tapi, lebih penting lagi, apakah ketika mereka kembali ke tanah air akan berkesempatan untuk mempraktikkan kemampuan mereka seperti yang semestinya,” ujar mantan Menteri Ristek di era Presiden Gus Dur, Muhammad AS Hikam, melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (7/6).

Menurut Hikam, ribuan anak lulusan SMA/K dan mahasiswa S1 yang brilian telah dikirimkan ke luar negeri melalui program beasiswa dari dalam dan luar negeri. Tetapi lebih dari dua puluh tahun kemudian Indonesia masih tetap tertinggal dalam pemajuan IPTEK dan ekonomi berbasis IPTEK. Apalagi dalam pemajuan perbadaban masyarakat yang sesuai dengan dinamika masyarakat modern.

Pembangunan SDM berkualitas, katanya, tidak bisa hanya berhenti dan puas ketika ribuan anak muda Indonesia menjadi pintar dan punya gelar doktor. “Negara harus juga menyiapkan dan membuka peluang kepada mereka setelah mereka kembali. Bukan dalam pengertian memanjakan, tetapi memberi peluang berkompetisi dan fasilitasi pengembangan kapasitas mereka,” ujar Pengamat Politik dari President University ini.

Mereka yang sudah punya keahlian di bidang IPTEK maju tetapi tidak bisa bekerja karena tak ada infrastruktur riset yang memadai, akan cenderung kembali ke luar negeri untuk bekerja atau direkrut negara-negara lain yang punya infrastruktur yang kompetitif. Atau kalau ada yang mau tinggal di Indonesia, mereka menjadi pengisi jabatan birokrasi dan administrasi. Idealisme agar mereka tetap menjadi patriot bangsa di bidang IPTEK akan luntur oleh tantangan pragmatisme.

Karena itu, jika Pemerintah Presiden Jokowi serius untuk membangun infrastuktur SDM Indonesia, model yang bisa dilihat adalah praktik- praktik unggulan dari bangsa dan negara seperti Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Taiwan, India, dan bahkan Iran. Semua negara yang disebut tadi selain punya program mengirim generasi mudanya untuk belajar ke luar negeri, baik atas biaya negara/Pemerintah maupun non negara/ non Pemerintah, memiliki kebijakan pemajuan IPTEK yang berorientasi nasionalistik.

Hikam mengatakan, kesadaran sangat tinggi ditanamkan kepada anak bangsa untuk memprioritaskan pada pemberian peluang dan fasilitasi infrastruktur dalam negeri. Ketergantungan kepada produk asing dalam teknologi direduksi secara sistematis, konsisten, dan terukur. Sektor industri kalau perlu "dipaksa" berpartisipasi menopang pengembangan riset dan aplikasinya baik dalam pasar donestik dan global dalam jangka panjang.

“Kesimpulannya, saya bukan tidak setuju dengan gagasan pembangunan infrastruktur SDM, justru sebaliknya: ia adalah keniscayaan dalam upaya pemajuan bangsa. Hanya saja kecenderungan untuk mengabaikan dimensi dukungan peluang di dalam negeri bagi mereka yang telah berhasil mencapai pendidikan di luar negeri harus ditinggalkan,” ujarnya.

“Nasionalisme, bukan hanya dalam ucapan tetapi lebih penting lagi adalah dalam tindakan. Termasuk di bidang pemajuan IPTEK,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait