Nasional

Penyadapan KPK Memiliki Batas Waktu 30 Hari

Oleh : hendro - Rabu, 13/09/2017 10:04 WIB

Ilustrasi gedung KPK (ist)

Jakarta, INDONEWS.ID-  Penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa dilakukan sembarangan,  karena  memiliki mekanisme yang cukup ketat. Demikan diungkapkan  Deputi Data dan Informasi KPK, Heri Budiarto.

Hal itu ditegaskannya  dalam menanggapi hasil Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Selasa (12/9)kemarin. Dalam RDPU tersebut Komisi III DPR RI mendesak KPK untuk memperbaiki prosedur penyadapan.

Menurut Heri, penyadapan yang dilakukan pihaknya memiliki aturan yang sangat ketat, bahkan penyadapan juga memiliki batas waktu, yaitu selama 30 hari.

"Prosedur penyadapan sangat ketat, kami tidak sembarangan menyadap. Lebih penting kami melakukannya sesuai dengan undang-undang yang ada," ujar Heri, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/9/2017).

Heri menjelaskan,  prosedur penyadapan yang dilakukan KPK dalam menangani kasus tindak pidana korupsi berawal dari usul Direktorat Penyelidikan usai melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) yang disampaikan ke lima pimpinan KPK.

“Jika kelima pimpinan setuju dan menandatangani surat perintah penyadapan (sprindap), kegiatan baru bisa dilakukan,” kata Heri.

Lebih jauh Heri mengatakan, untuk melakukan penyadapan suatu objek pada sebuah kasus  Direktorat Monitoring KPK yang melakukan. Direktorat ini berada di bawah Deputi Informasi dan Data, bukan Direktorat Penyelidikan.

Bahkan dalam melaksanakan penyadapan, Direktorat Monitoring juga diawasi oleh Direktorat Pengawasan Internal (PI) yang berada di bawah Deputi pengawasan Internal dan Pengaduan  Masyarakat (PIPM) KPK.  Maka dengan demikian ketiga bidang ini, penyelidikan, informasi dan data serta Pengawasan Internal memiliki keterkaitan dalam melakukan penyadapan.

"Hasil penyadapan juga tidak sembarang orang dapat mendengarkannya, apalagi pihak luar itu tidak mungkin. Hanya penyidik di KPK dan ketika dibawa ke pengadilan," tegas Heri.(hdr)

 

Artikel Terkait