Nasional

Kantor Staf Presiden: Janji Nawacita Dalam Progres yang Baik

Oleh : very - Minggu, 22/10/2017 14:44 WIB

Diskusi bertajuk Nawacita: Menjawab Tantangan Global, Mendorong Pembangunan yang Berkeadilan, di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (20/10/2017). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla terus bekerja mewujudkan program Nawacita yang dijanjikan selama ini. Namun, capaian janji tersebut belum cukup memuaskan karena memang target yang dipasang Presiden Jokowi sangat tinggi.

"Saat ini capaian pemerintah memang masih jauh dari target, karena target pemerintah memang tinggi,” kata Tenaga Ahli Kedeputian II Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan, dalam diskusi bertajuk "Nawacita: Menjawab Tantangan Global, Mendorong Pembangunan yang Berkeadilan", di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (20/10/2017).

Diskusi yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen (GMKI) itu menghadirkan pembicara antara lain Roni Septian dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Ketua YLBHI Asfinawati, pengamat pertanian Jainal Pangaribuan, dan Direktur Program INDEF Berly Martawardaya.

Abetnego mencontohkan target pemerintahan Jokowi untuk akses hutan sosial sebesar 12juta hektar baru tercapai 1,7juta hektar. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang juga masih dalam proses pengerjaan.

“Sampai saat ini pemerintah melaksanakan progress yang baik dalam meningkatkan kebutuhan masyarakat Indonesia walaupun belum mencapai target sebab targetnya besar, dan masa pemerintahan masih berjalan tiga tahun," ujar Abetnego.

Roni Septian dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan bahwa pemerintah masih menggunakan skema alokasi top-down sehingga menimbulkan beberapa permasalahan seperti pengalihan lahan dari sorgam ke padi di NTT yang mengakibatkan hilangnya identitas budaya.

"Permasalahan dalam konflik agraria tidak semata-mata selesai dengan sertifikasi. Pemerintah harus hadir dalam penyelesaian konflik agraria, sehingga, reforma agraria yang sebenarnya dapat terwujud," ujar Direktur Advokasi Kebijakan KPA tersebut.

Sementara itu, Asfinawati mengatakan bahwa saat ini masih banyak permasalahan yang secara politik harus disikapi pemerintah. Beberapa catatan yang diberikan antara lain hukuman mati yang berlaku saat ini sudah tidak manusiawi. Selain itu terjadi pelemahan dalam pemberantasan korupsi, yang ditandai oleh adanya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Intoleransi dan radikalisme semakin meningkat, juga pelibatan TNI yang kebablasan dalam aktivitas sipil. Penuntasan pelanggaran HAM tidak mungkin dilaksanakan oleh Menkopolhukam yang diidentifikasikan sebagai pelaku dalam beberapa dokumen resmi. Keraguan atas kepatuhan pemerintah kepada putusan pengadilan, sebagai contoh dalam kasus Kendeng, Reklamasi Teluk Benoa, dan lainnya," ungkap Ketua YLBHI tersebut.

Pengamat pertanian Jainal Pangaribuan menilai kinerja pemerintahan Jokowi-JK saat ini cukup positif. Jainal menyoroti keberhasilan pemerintahan Jokowi dalam swasembada pangan.

"Swasembada pangan yang murni dari dalam masyarakat secara berdikari baru tercipta pada masa pemerintahan ini. Walaupun kemudian masih ada yang menilai bahwa pemerintah belum menjadikan pertanian sebagai modal utama untuk penyejahteraan rakyat," ujar alumni IPB ini.

Namun, keberhasilan swasembada pangan ini belum diikuti oleh penurunan signifikan terhadap angka kemiskinan. Berly Martawardaya mengatakan, pemerintahan Jokowi baru bisa mengurangi 0,26% kemiskinan.

Berly juga menyoroti tidak adanya data produksi yang akurat terkait hasil produksi Indonesia.

"Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, izin usaha di setiap pemerintahan daerah harus didorong untuk satu atap. Pemda juga didorong agar mengatasi kemiskinan," ujar Ekonom UI ini.

Berly menambahkan, pemerintah juga sukses melakukan perbaikan infrastruktur. Selain itu, izin usaha juga membaik, meskipun masih jauh dibandingkan dengan sejumlah negara lain. Berly juga meminta pemerintah untuk melakukan percepatan peningkatan skill sumberdaya manusia, sehingga bisa bersaing dengan negara lain.

"Salah satunya dengan giat melakukan pendidikan vokasi," pungkas Berly. (Very)

 

Artikel Terkait