Nasional

Menyoal Indeks Kerukunan Umat Beragama 2019

Oleh : indonews - Rabu, 11/12/2019 23:30 WIB

Indeks kerukunan umat beragama. (Ilustrasi)

Oleh : Wilnas dan TW Deora

Kementerian Agama (Kemenag) merilis Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) untuk tahun 2019. Hasilnya nilai rata-rata nasional di angka 73,83 untuk rentang 1 sampai 100. Survei untuk KUB itu dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan (Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat) Kemenag. Merujuk pada angka KUB nasional 73,83 terdapat sejumlah provinsi yang berada di bawah rata-rata nasional.

"Indeks ini menarik beberapa rumusan. Salah satunya kerukunan umat beragama adalah keadaan atau kondisi kehidupan umat beragama yang berinteraksi secara harmonis, toleran, damai, saling menghargai, dan menghormati perbedaan agama dan kebebasan menjalankan beribadah masing-masing," ujar Menteri Agama Fachrul Razi dalam perilisan hasil survei di Kantor Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat (11/12/2019).

Pelaksanaan survei disebutkan pada 16 sampai 19 Mei 2019 dan 18 sampai 24 Juni 2019. Terdapat jumlah responden 13.600 orang dari 136 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi. Metode survei menggunakan penarikan sampel secara acak berjenjang dan margin of error kurang lebih 4,8 persen. Ada 3 hal yang disoroti dalam survei yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama di antara umat beragama.

KUB juga menyoroti soal tidak boleh merendahkan agama satu atas agama yang lain. Menurutnya, hal ini terlihat dengan adanya kesetaraan para pemeluk agama dalam menjalankan ajaran agamanya dan tidak mencampuradukkan dan melanggar norma-norma agama masing-masing.

Selain itu KUB terwujud pada kerja sama dalam membangun masyarakat dalam prinsip saling bahu-membahu dan sama-sama mengambil manfaat dan eksistensi bersama dalam mencapai tujuan bersama bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Berikut skors Indeks KUB tahun 2019: Papua Barat: 82,1, Nusa Tenggara Timur: 81,1; Bali 80,1; Sulawesi Utara: 79,9; Maluku: 79,4; Papua: 79,0; Kalimantan Utara: 78,0; Kalimantan Tengah: 77,8; Kalimantan Barat: 76,7; Sumatera Utara: 76,3; Sulawesi Selatan: 75,7; Sulawesi Tengah: 75,0; Jawa Tengah: 74,6; DI Yogyakarta: 74,2; Sulawesi Barat: 74,1; Sulawesi Tenggara: 73,9; Jawa Timur: 73,7; Kalimantan Timur: 73,6; Gorontalo: 73,2; Kepulauan Bangka Belitung: 73,1; Lampung: 73,1; Kepulauan Riau: 72,8;  Maluku Utara: 72,7; Kalimantan Selatan: 72,5; Sumatera Selatan: 72,4; Bengkulu: 71,8;  DKI Jakarta: 71,3; Jambi: 70,7; Nusa Tenggara Barat: 70,4; Riau: 69,3; Banten: 68,9;  Jawa Barat: 68,5; Sumatera Barat: 64,4 dan Aceh: 60,2.

Memperhatikan hasil KUB yang dirilis oleh Kemenag RI, maka ada beberapa pertanyaan serius antara lain : pertama, terkait kevalidan metodologi survei yang dilakukannya sebab melihat margin of error dari survei ini yang mendekati hampir 5% jelas menunjukkan hasilnya belum tentu valid.

Kedua, apakah survei ini menggunakan data sekunder dan data primer yang valid dan reliable, sebab mengukur terutama masalah toleransi dan kesetaraan jelas tidak boleh sembarangan menggunakan indikatornya, karena hasilnya akan membias. Ketiga, Indeks KUB ini juga berpotensi dipolitisasi oleh kelompok-kelompok militan atau kelompok yang tidak puas dengan hasil survei ini, sebab memperhatikan 10 daerah atau provinsi yang memiliki nilai indeks tertinggi dibandingkan dengan 5 provinsi yang memiliki nilai terendah, maka beberapa pihak yang “salah” dalam membaca hasil survei ini akan mendapatkan persepsi yang berbeda-beda.

Yang terpenting dari survei ini, ternyata bangsa Indonesia ditengah hantaman ujaran kebencian, hoax dan lain-lain di tahun-tahun politik, ternyata indeks tersebut masih bernilai cukup baik atau 70%. Survei ini juga menjadi pelajaran bagi tokoh-tokoh formal dan tokoh informal di daerah-daerah dengan nilai indeks terendah untuk semakin giat kembali menjalin tenun kebangsaan dan menjaga pluralisme itu sendiri.

*) Penulis adalah pemerhati masalah strategis Indonesia.

Artikel Terkait