Bisnis

Rumah Tangga di Desa Antusias Gunakan Pellet Kayu sebagai Alternatif Energi Bersih

Oleh : very - Senin, 24/02/2020 16:01 WIB

Sriyadi (kiri) personel PT EMI (Persero) menjelaskan penggunaan wood pellet untuk memasak kepada Mbah Taslimah (duduk) dan Mbah Tasmin (berdiri). (Foto: Ist)

Semarang, INDONEWS.ID -- Tidak dapat menutupi kegembiraannya, Mbah Taslimah selalu menarik suaminya, Mbah Tasmin, untuk memperhatikan cara penggunaan wood pellet (pellet kayu) untuk memasak.

"Mbah Kung (Kakek), sini lho, ini ndak ada asapnya. Lebih bersih dibanding kayu bakar, pakai takeran, ndak meledak, dan sambil masak bisa momong cicit. Mbah Kung juga ndak kesaruk-saruk (tertatih-tatih) lagi cari kayu," kata Mbah Taslimah, di sela-sela acara uji coba pemanfaatan wood pellet sebagai alternatif energi bersih untuk memasak, Jumat (21/02/2020).

Taslimah dan Tasmin harus menghabiskan waktu minimal 3 jam untuk mencari kayu bakar yang akan digunakan selama seminggu untuk memasak. "Kami dulu ya pakai elpiji, tapi sudah lama ndak pakai, harganya sekarang 22 ribu, mahal, ndadani (memperbaiki) kompor yang rusak juga susah. Jadi ya mau gimana lagi, kami pakai kayu bakar, walaupun asapnya banyak dan repot nyarinya, tapi ndak usah beli,” kata Mbah Taslimah seperti dikutip dari siaran pers PT Energy Management Indonesia (Persero), Senin (24/2).

Mbah Taslimah warga dusun Gubug RT.1 RW.9, Kalisidi, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, adalah satu dari jutaan warga Indonesia yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Data BPS tahun 2018, tercatat sebesar 11 juta atau 16,4 persen keluarga di Indonesia masih menggunakan kayu bakar. Akses dan penyediaan energi bersih untuk memasak (clean cooking) merupakan salah satu perhatian Perserikatan Bangsa Bangsa dalam SDG-7 (Sustainable Development Goal 7 - Affordable & Clean Energy).

Beberapa studi dan kajian dari lembaga untuk masa depan yang berkelanjutan di negara berkembang menunjukkan bahwa dampak penggunaan kayu bakar untuk memasak di rumah tangga sangat berhubungan erat dengan index pembangunan manusia. Rumah tangga pengguna kayu bakar umumnya berpenghasilan rendah, bekerja serabutan dan untuk memperbaiki tingkat ekonomi maka perlu peningkatan pendidikan. Pendidikan paling dini adalah di rumah tangga, oleh Ibu yang merawat sejak masa kehamilan dan usia balita. Bagaimana Ibu dapat merawat dan mendidik dengan baik bila masih banyak waktu yang dihabiskan untuk urusan dapur seperti mencari kayu, memilah, menjemur dan menyalakan api berikut menghirup asap tebal?

(Warga dusun Gubug RT.1 RW.9, Kalisidi, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Foto: Ist)

Di sisi lain, asap tebal di rumah tentu akan berdampak pada kesehatan paru-paru, dan tak jarang akan menimbulkan ISPA. Bila paru-paru terganggu, tentu asupan gizi tak dapat sepenuhnya diproses untuk menunjang pertumbuhan fisik dan otak. Dan siklus ini berulang dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Memperhatikan kondisi tersebut, diperlukan upaya yang terintegrasi dan menyeluruh dalam penyediaan energi bersih yang ramah lingkungan, sekaligus merupakan solusi terhadap defisit neraca perdagangan dan beban subsidi Pemerintah. Syukur-syukur dapat memberikan solusi penyerapan tenaga kerja, peningkatan pertumbuhan ekonomi serta memperkuat daya beli masyarakat.

Rintisan pemanfaatan EBT biomassa / pellet kayu sebagai alternatif energi bersih sudah dijalankan di 6 lokasi oleh PT Energy Management Indonesia (Persero) yaitu di Subang, Ungaran, Surakarta, Sragen, Cangkringan dan Gunung Kidul - DIY.

"Diharapkan dengan program Multiple Household-Fuel Options ini masyarakat dapat menggunakan energi bersih yang raw materialnya berasal dari lokasi setempat, diproses oleh pabrik di lokasi tersebut, dan dikelola bersama dengan elemen perekonomian setempat seperti BUMD, BUMDes dan Koperasi," kata Andreas, Direktur Utama PT EMI (Persero).

Ibu Kamini, warga dusun Kaliwaru, kelurahan Kampung, Ngawen, Gunung Kidul - DIY, juga sangat mengharapkan program uji coba wood pellet sebagai alternatif energi bersih dapat segera direalisasikan. "Terus terang saya pakai elpiji baru 2 bulan ini, saya takut. Itu kan di berita banyak kasus sering meledak, jadi saya takut. Ini senang sekali kalau wood pellet bisa digunakan di masyarakat. Ndak takut lagi saya," kata Ibu Kamini.

Sumarlan, kepala dusun Kaliwaru, sangat berharap adanya bantuan Pemerintah (subsidi) agar penyediaan wood pellet sebagai energi alternatif dapat dikembangkan di kampung dan desa, mengingat potensi ketersediaan bahan baku yang berlimpah. "Tadi saya amati, penggunaan pellet kayu ini sangat efisien. Supaya masyarakat mau pakai, ada baiknya ini juga disubsidi. Apalagi pabriknya bisa dibangun di sini, kan banyak kayu dan potensi bahan baku untuk pellet kayu," kata Sumarlan.(*).

 

 

Artikel Terkait