Bisnis

Sektor Perdagangan Tersungkur Selama Covid-19, DPD Minta Pemerintah Beri Perlindungan

Oleh : Mancik - Selasa, 22/09/2020 20:30 WIB

Komite II DPD RI saat Rapat Kerja secara virtual dengan Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto.(Foto:Istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Sektor perdagangan ekspor-impor di Indonesia cenderung bergerak negatif selama pandemi Covid-19. Terbukti, pertumbuhan ekonomi selama kuartal kedua menyusut hingga angka -6,71 persen.

Menurut Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai, penurunan pertumbuhan ekonomi yang bergerak ke arah negatif membutuhkan perlindungan pemerintah terutama sektor dunia usaha sehingga tetap bertahan dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasinal. Jika tidak ada intervensi dari pemerintah, dunia usaha akan terjun bebas dan buruk bagi ekonomi Indonesia.

"Dua kuartal mengakibatkan pertumbuhan negatif pada sektor perdagangan hingga -6,71 persen pada Triwulan II-2020. Hal itu disebabkan oleh terkontraksinya ekspor barang dan jasa pada titik -12,81 persen dan kontraksi impor hingga -14,16 persen," kata Yorrys Raweyai saat Rapat Kerja secara virtual dengan Menteri Perdagangan, Jakarta, Selasa, (22/09/2020).

Senator asal Papua itu kembali mengatakan, kontraksi ekspor barang dan jasa disebabkan karena beberapa hal yaitu ekspor non-migas yang mengalami penurunan. Selain itu, ekspor jasa juga mengalami penurunan karena rendahnya jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia.

"Keadaan ini juga diperburuk dengan sebagian besar mitra dagang Indonesia yang mengalami kontraksi perekonomian,” jelasnya.

Yorrys menambahkan, terjadinya kontraksi impor disebabkan adanya penurunan permintaan atau penggunaan mesin-mesin atau pesawat mekanik, penggunaan plastik dan barang dari plastik, serta besi dan baja.

"Impor jasa juga mengalami penurunan seiring menurunnya jasa angkutan yang mendukung aktivitas perdagangan domestik dan internasional,” tuturnya.

Menurut Yorrys sektor perdagangan Indonesia masih dapat ditopang melalui konsumsi rumah tangga. Tetapi konsumsi rumah tangga juga mengalami penurunan hingga -6,51 persen pada Triwulan II Tahun 2020.

"Maka diperlukan kebijakan Pemerintah dari sisi supply dan demand untuk menunjang kembali konsumsi rumah tangga,” paparnya.

Selain itu, Komite II DPD RI juga menilai bahwa pelemahan jaringan produksi (supply chain) berdampak pada menurunnya permintaan internasional (global demand) serta mobilisasi barang dan jasa. Terhambatnya mobilisasi barang dan jasa berdampak pada penurunan sektor akomodasi, restoran, dan perdagangan ritel.

"Dunia usaha berperan penting untuk menggerakkan roda perekonomian, sehingga kehadiran Pemerintah untuk melindungi dunia usaha dan konsumen di tengah pandemi Covid-19 sangat diperlukan,” kata Yorrys.

Pada kesempatan ini, Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh mempertanyakan relaksasi impor terkait Covid-19, apakah ada mitra-mitra baru dalam mengimpor daging sapi. Pasalnya, untuk di Aceh memang konsumsi daging sapi sangat tinggi maka diperlukan UMKM yang dapat impor daging sapi.

"Apakah UMKM di Aceh bisa impor daging sapi,” ulasnya.

Anggota DPD RI Provinsi Sulawesi Utara Stefanus BAN Liow meminta langkah kongkrit peningkatan kesejahteraan daerah dalam hasil pertaniannya. Lantaran nilai jual seperti cengkeh, pala, dan komoditasnya sejenisnya di Sulut mengalami penurunan harga.

"Untuk saat ini produk cengkeh, pala, dan komoditasnya saat ini harganya anjlok. Maka kami berharap Kemendag bisa memperhatikan hal ini,” harapnya.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menjelaskan bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan melakukan pendekatan pasar melalui yang pulih atau mulai pulih. Satu tahun kedepan pihaknnya akan memfokuskan kepada negara yang kondisi penanganan Covid-19 yang sudah pulih atau mulai pulih.

"Kita akan fokus pasa pasar yang pulih atau mulai putih seperti Australia dan Selandia Baru, Inggris, UAE, dan kawasan Afrika,” ujarnya.

Agus menambahkan untuk kebijakan strategis mendorong ekspor di tengah pandemi global ada dua kebijakan. Pertama stategis jangka pendek dimana fokus pengembangan ekspor pada produk dengan pertumbuhan positif berupa makanan dan minumam olahan, dan alat-alat kesehatan.

"Untuk jangka menengah, kami pertahankan produk yang punya market power, tingkatkan pangsa pasar produk potensial, dan pulihkan produk yang kehilangan pangsa.

Ia menceritakan pada Agustus 2020 lalu, secara umum komoditi barang kebutuhan pokok menyubang deflasi yaitu antara lain daging ayam ras, bawang merah, dan lainnnya. Sedangkan komoditi yang menyubang inflasi hanya minyak goreng dengan andil 0,01 persen.

"Kami terus berikhtiar agar ekspor Indonesia agar terus meningkat dan tercipta lapangan kerja, serta stabilnya harga bahan pokok. Namun di tengah pandemi Covid 19 sangat berat. Namun pemerintah terus bekerja keras dalam menangani ini," tutupnya.*

 

 

 

Artikel Terkait