Opini

"Manusia 2020," oleh Gerard N Bibang

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 06/12/2020 15:15 WIB

Gerard N Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT. Ia adalah penyair yang menahbiskan dirinya sebagai petani humaniora. Gerard saat ini berdomisili di Jakarta.

Jakarta, INDONEWS.ID - Manusia adalah satu-satunya makluk ciptaan yang senantiasa haus akan makna atau arti hidup. Secara konsep, dapat dibenarkan bahwa makna diperoleh dengan menjalani nilai-nilai yang diyakni.

Nilai-nilai hidup yang diyakini ini, selanjutanya membentuk sikap dan perilaku seseorang untuk mengarahkan hidupnya pada pencapaian sebuah arti dan makna hidup atau keberadaannya di muka bumi.

Manusia sebagai being (ada), menjadi berbeda dari ada yang lainnya ketika ia diarahkan oleh nilai untuk memperoleh arti being, ada dirinya. Manusia itu selanjutanya akan memiliki visi dan konsep kehidupan setelah sekarang (hereafter) manakala ia memperoleh arti kehidupannya saat ini -- di sini dan sekarang (hic et nunc).

Namun menariknya, upaya dan perjuangan manusia mencari arti kehidupan dan eksistensi dirinya dalam being "ada" yang tiada habisnya itu terbentur oleh sifat dasariahnya yakni tak pernah puas dengan apa yang dicapainya.

Fenomena "haus akan arti ada" yang tiada habisnya ini kemudian menjebak manusia pada kehancuran dirinya. Akibatnya, Ia menciptakan ada-ada baru, baru-baru ada dan mengklaim dirinya sebagai pencipta ada.

Sikap dan ulah manusia ini secara tegas dan ketat mengabaikan Causa Prima, Sebab Pertama, Sebab dari segala Sebab, Awal dari segala Awal dengan kecerdasannya menciptakan ada baru.

Sehingga dengan indah, Gerard dalam renungan puitisnya yang ia sebut sebagai resume magister berikut ini menegaskan bahwa hal ini justru menunjukkan kedunguan manusia yang tak terampuni dan kebodohan yang melampui batas samudera akal sehat manusia itu sendiri.

Sebab "tiada-lah seberapa ia di depan keluasan semesta/lalu memasrahkan jiwanya yang dungu/tahu bahwa sesungguhnya banyak hal yang ia tidak tahu/bahwa kenyataan terus menegaskan segala yang semu/memberangus kesombongan keduniaannya yang menipu."

Pun, kata Gerard, ketika ia mampu mencipta ada baru, penciptalah ia iyah, pencipta kedua, bukan Causa Prima/Ia menciptakan sendiri ancaman-ancaman bagi hidupnya/menyulut sendiri api yang membakar usianya/membangun sendiri kesempitan di tengah keluasan ilmu/membikin bumerang yang menghancurkan dirinya.

Akhirnya, redaksi mengucapkan selamat menikmati renungan puitis Petani Humaniora berikut ini yang mengupas tuntas fenomena manusia 2020. Semoga terhibur dan semakin mendalami arti dan makna keberadaan kita di dunia dalam garis-garis nilai Kristiani.

Masa-masa advent menjadi moment untuk kembali, membawa kita pada garis-garis di mana kita bisa menjumpai Tuhan ketika Ia datang. Salam!

Manusia 2020 oleh Gerard N Bibang")

MANUSIA SATU

siapakah manusia 2020 itu
ialah makhluk yang akhirnya mengakui diri amat rapuh
corona datang tanpa diramahkan ilmu
bertekuklah lututnya di depan SANG MAHA KUASA
memohon ampun atas lagak laku yang selalu merasa punya nama
yang tak tak kunjung tahu akan kebenaran
bahwa segala sesuatu akan hanya tinggal SATU
ialah Tuhan yang SAMA dan SATU


MANUSIA TIADA

khwatir menuju tiada
birama kehidupan sepanjang tahun
lihatlah apa yang dikejarnya di tahun yang sudah-sudah
ialah mengejar-ngejar apa disangka surga
hanya karena diam-diam khawatir akan tiada.

MANUSIA PENCIPTA

penciptalah ia
iyah, pencipta kedua, bukan Causa Prima*
membuat ada-baru-ada-baru dari yang sudah ada
menciptakan sendiri ancaman-ancaman bagi hidupnya
menyulut sendiri api yang membakar usianya
membangun sendiri kesempitan di tengah keluasan ilmu
membikin bumerang yang menikam perutnya serta perut anak dan cucunya
di depan TUHAN-nya, akhirnya termenung:
“TUHAN-ku, pantaskah aku memohon ampunan di hadapan kerahiman-Mu?”

* causa prima (Latin) = sebab pertama yang tidak disebabkan

MANUSIA DUNGU

di pusaran zaman kocar-kacir
memborbardir sudut pandang dari pelbagai perspektif
muncul di sela-selanya kesadaran tiada
betapa rasa malu menghardik dirinya
tiada-lah seperapa ia di depan keluasan semesta
lalu memasrahkan jiwanya yang dungu
tahu bahwa sesungguhnya banyak hal yang ia tidak tahu
bahwa kenyataan terus menegaskan segala yang semu
memberangus kesombongan keduniaannya yang menipu.

MANUSIA PENDAMBA
tersambar badai disrupsi; mengguncang-guncang sanubari dan budi; tersadar dirinya makhluk pendamba akan KATA; sumber segala sumber ilmu bumi dan angkasa, ruang dan waktu, logam tanah air api; mendamba ilmu masa silam yang disimpan oleh masa datang; yang diterangi cahaya awal mula yang menggerakkan dunia hanya dengan sepatah KATA; yang menyata dalam diri seorang manusia yang adalah jelmaan-NYA dalam daging dan raga; ia mendamba KATA yang akhir-akhirnya adalah CINTA; ialah awal dan akhir segala nafas, di dalamnya segala yang terbatas disempurnakan dalam keabadian; ialah rindu yang tak pernah lenyap akan KATA, akan CINTA

MANUSIA DAUN
manusia daun-lah, engkau; sejauh-jauh merengkuh waktu; nafas terhela tanpa harus tahu apa itu Roh Kudus; engkau pun ber-ilmu daun; ialah tentang pengetahuan budi dan kesadaran batin bahwa seseorang akan mati; dan itu bisa berlaku tidak tigapuluh tahun yang akan datang melainkan bisa juga besok pagi-pagi; atau kapan saja saudara kematian datang; hic et nunc, sekarang dan di sini

memang, manusia daun-lah, engkau; yang memilih satu dua yang sejati di tengah seribu dua ribu hal-hal dan target-target yang palsu; yang mengerti bahwa segala sesuatu dalam kehidupanmu harus diperbaiki sekarang juga; tidak besok atau lusa karena bisa keburu mati; bahwa omset ekonomi berapapun besarnya tidak menolong apapun di garis kematianmu; bahwa jabatan setinggi apapun tidak menambahi keberuntungan apapun di hadapan mautmu; bahwa kejayaan, kemegahan dan kegagahan macam apapun tidak akan sanggup mengurusi nasibmu di depan sakaratul maut, yang datang merenggutmu, any time, kapan saja dan engkau tidak pernah tahu

* hic et nunc (Latin) = di sini dan sekarang

MANUSIA KABEL

rasa-rasanya yang disebut tahun 2020 itu bagaikan kabel berkabel-kabel melilit raga; mengkerangkeng jiwa atas nama corona; berdiri di sana sesosok makhluk bernama manusia kabel; yah, siapa kalau bukan engkau; yang membesut energimu untuk menggapai apa yang engkau anggap samar-samar berkental kelabu dan mungkin engkau tidak tahu; yang menikmati terangnya lampu tanpa mengingat kabel listriknya; yang menikmati makanan enak di warung dan di meja makan tanpa berniat tanya siapa nama orang yang memasaknya di dapur, tanpa bertanya siapa yang menanam sayur dan menangkap ikan; malah lebih cengeng terhadap penderitaan dibanding mengucap syukur; yang menuntut orang lain mengagumi kehebatanmu dan menaruh lilitan kabel-kabel ke wajah orang; padahal yang sampai ke wajah orang adalah cahaya; hanyalah pengantar cahaya kabel-kabel itu; kebenaran hakiki tentang hidup tapi engkau pura-pura tidak tahu


MANUSIA BULAN

corona meyongsong rembulan dan segeralah engkau membaptis diri dengan nama manusia bulan, bukan matahari; ialah engkau yang mendefinisikan diri secara benar; yang tahu apa dan siapa hakekatmu; yang tahu hanyalah pemantul cahaya mataharilah, engkau, agar menyinari bumi; yang tahu bukan mataharilah, engkau; maka tanpa pernah berniat sedikit pun padamu merekayasa berlangsungnya gerhana matahari untuk mengantarkan kegelapan; sambil terus memobilisasi orang untuk mengagumi dirimu sendiri; bukan, bukan matahari, engkau; hanyalah manusia bulan yang memantulkan cahaya, engkau yang dekil dan setetes debu
*****
***(gnb:tmn aries:jkt:medio desember 2020)

*) Gerard N Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT. Ia adalah penyair yang menahbiskan dirinya sebagai petani humaniora. Gerard saat ini berdomisili di Jakarta.

Artikel Terkait