Nasional

Kaleidoskop 2020: Terpapar Covid, Terkapar Ekonomi

Oleh : very - Rabu, 23/12/2020 19:53 WIB

Tantangan ekonomi Indonesia dan pengendalian Covid-19. (Foto: Ilustrasi)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pada tanggal 13 Maret 2020 lalu, pemerintah resmi membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Pembentukan gugus tugas tersebut berdasaan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 yang ditandatangani pada 13 Maret 2020. Presiden Joko Widodo menjatuhkan pilihannya kepada Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo sebagai Ketua Gugus Tugas Nasional. Gugus Tugas tersebut langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Presiden Jokowi mengatakan, bahwa gugus tugas tersebut merupakan tim reaksi cepat untuk penangangan Virus Corona.

"Tim reaksi cepat telah dibentuk  dan dikomandani oleh kepala BNPB dan disiapkan di rumah sakit tipe A," kata Jokowi di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerng, Banten, Jumat (13/3) waktu itu.

Berdasarkan Pasal 4 Keppres Nomor 7 Tahun 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 antara lain bertujuan: meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan; mempercepat penanganan virus corona melalui sinergi antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah; meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran Covid-19 dan meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional; dan meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons terhadap Covid-19. 

Berdasarkan tugas tersebut, maka Gugus Tugas Nasional bergerak cepat untuk mendeteksi penyebaran virus Corona tersebut. Gugus Tugas Nasional juga membentuk Gugus Tugas Daerah baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.

Selain membentuk gugus tugas daerah, Gugus Tugas Nasional juga membentuk tim relawan gugus tugas nasional yang diketuai oleh Andre Rahadian. Hingga kini tercatat sekitar 31 ribu relawan gugus tugas yang terdiri dari 7000 relawan medis dan 23 ribu relawan non medis. 

Seiring dengan pertambahan kasus penderita Covid-19 dengan penyebaran yang cepat maupun pasien meninggal dunia, maka World Health Organization (WHO) atau badan kesehatan di bawah PBB akhirnya menyatakan wabah virus corona atau Covid-19 merupakan pandemi.

"Oleh karena itu kami menilai, bahwa Covid-19 dapat dikategorikan sebagai pandemi," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghabyesus Rabu (11/3) malam, dikutip dari pidato resminya.

Pandemi merupakan epidemik penyakit yang menyebar di wilayah yang sangat luas mencakup lintas benua atau global. Pandemi ditetapkan apabila memenuhi tiga kondisi: munculnya penyakit baru pada penduduk, menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit berbahaya. Serta dapat menyebar dengan mudah dan berkelanjutan antar-manusia.

Dunia memang terlihat gagap menghadapi pandemi tersebut. Selain virus Corona datang tiba-tiba, inilah pandemi yang kembali kembali melanda dunia setelah 100 tahun lalu.

Sekitar 3 bulan lebih gugus tugas memberlakukan pengetatan dengan meminta warga agar menjalankan pekerjaan dari rumah (Work From Home/WFH). Gugus tugas hanya mengizinkan pekerjaan atau institusi tertentu saja yang boleh masuk.

Buntut dari pengetatan tersebut banyak industri mikro, kecil dan menengah terancam atau bahkan gulung tikar. Yang paling terdampak yaitu para pekerja harian, pekerja informal. Namun para pekerja formal juga ikut terdampak akibat adanya pemotongan gaji.

Karena itu, ketika gugus tugas bersama pemerintah mengizinkan masyarakat kembali beraktivitas, hal itu pun disambut dengan penuh euforia. 

 

Komite Penanganan Covid-19 dan PEN

Belum ada para ahli yang bisa memprediksi kapan berakirnya pandemi Covid-19 tersebut. Sebelum ditemukan vaksin, maka kita masih tetap berhadapan dengan virus Corona.

Kita kini memasuki tatanan kehidupan baru, yaitu hidup berdamai dengan Covid. Namun, itu tidak berarti bahwa kita mengalah terhadap virus Corona.

Karena itu, pemerintah saat ini harus bersikap yaitu melindungi kesehatan warga, namun juga tetap menjaga jangan sampai “terkapar secara ekonomi”.

Inilah yang disebut dengan kebijakan minus malum, sebuah pilihan yang sama-sama buruk, namun pemerintah mengambil kebijakan dengan dampak yang kurang buruk.

Karena itu Presiden Joko Widodo membubarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Pembubaran ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Pembubaran tersebut berlaku pada 20 Juli 2020 atau sejak Perpres No. 82 tahun 2020 diundangkan oleh Jokowi.

Pasal 20 Perpres tersebut menyatakan mencabut Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dalam Keppres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Keppres itu adalah dasar hukum keberadaan gugus tugas nasional yang selama ini dipimpin Doni Monardo.

Sementara untuk pelaksanaan tugas dan fungsi gugus tugas nasional maupun daerah selanjutnya dilaksanakan oleh Komite Kebijakan atau Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19. Sesuai Perpres Satgas ini masih dibawah komando Doni sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Pelaksanaan tugas dan fungsi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya dilaksanakan oleh Komite Kebijakan dan/atau Satuan Tugas Penanganan Covid-19/Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Daerah sesuai tugas dan kewenangan masing-masing sebagaimana diatur dalam peraturan presiden ini," bunyi Pasal 20 ayat 2 huruf c Perpres tersebut.

Jokowi juga membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Menteri BUMN Erick Thohir dipilih Jokowi untuk memimpin tim tersebut. Erick akan melakukan koordinasi antara satuan tugas penanganan virus covid-19 yang diketuai oleh Doni dan satuan tugas baru terkait pemulihan ekonomi nasional yang dipimpin Wamen BUMN Budi Gunadi Sadikin.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/7) menjelaskan, dirinya ditunjuk untuk mengoordinasikan tim kebijakan itu dengan dibantu oleh Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menko Polhukam, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan. Menteri BUMN Erick Thohir, menurut Airlangga, ditunjuk sebagai ketua pelaksana yang bertugas mengkoordinasikan Satgas Perekonomian dan Satgas Covid-19.

Airlangga mengatakan, pembentukan komite ini diperlukan karena pemulihan pasca pandemi ini akan memakan waktu yang cukup lama. Menurutnya, Jokowi menugaskan tim tersebut untuk memastikan agar rencana dan eksekusi program pemulihan ekonomi nasional dan penanganan Covid-19 bisa berjalan beriringan. “Dalam arti keduanya ditangani oleh kelembagaan yang sama dan koordinasi secara maksimal,” imbuhnya.

 

Tantangan Sulit ke Depan

Sementara itu Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pihaknya akan mengambil peran mensinergikan sekaligus mengkonsentrasikan seluruh kementerian/lembaga dalam mengaplikasikan program-program terkait penanganan virus corona dan upaya pemulihan ekonomi.

"Ini tanggung jawab yang besar karena pertaruhannya sangat tinggi. Di antara pilihan gagal atau berhasil, sudah tentu kita akan komitmen untuk berhasil. Harus yakin itu. Ada banyak negara yang sukses, menekan virus dan ekonominya mulai bangkit. Itu bisa ditiru. Tapi ada juga yang terkena resesi. Itu juga harus dijadikan contoh supaya kita tidak mengalami. Jika kita bersama, pasti kita bisa," ujar Erick.

Erick mengatakan bahwa misi yang diembannya tidak mudah. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengatasi dampak dari jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air yang masih tinggi. Namun di sisi lain, pihaknya juga akan mencoba menghidupkan sektor ekonomi yang harus bergeliat dengan segala pembatasan mobilitas, aturan protokol kesehatan dan keselamatan yang ketat, pengetatan anggaran demi efisiensi, serta pengaruh besar dari lingkungan global.

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan banyak hal berubah setelah pandemi ini. Dalam ekonomi juga banyak hal berubah. Jika selama ini kita bergantung pada pasar, tapi saat ini pasar justru lumpuh. Karena itu, negara mau tidak mau mengambil peran tersebut. Misalnya, peran dalam mendistribusikan APD, atau mendistribusikan berbagai bantuan sosial. Peran itu juga kini diambil masyarakat, para relawan.

Yustinus mengatakan, saat ini, ketika terjadi pandemi, segalanya menjadi terbuka. Jika sebelumnya kita sangat yakin memasuki ekonomi 4.0, maka saat ini kita melihat betapa sangat lemah memasuki industri itu. “Covid ini memberi kita kesempatan untuk meninjau ulang tentang arah ekonomi, prioritas kita,” ujarnya.

Dia mengatakan, ekonomi dan kesehatan bukan dua hal yang harus dipertentangkan. Karena itu, dalam situasi new normal ini, kita harus tetap produktif sekaligus aman. “Jangan sampai kita tidak terpapar Covid, tetapi terkapar oleh ekonomi,” kata Yustinus.

Pengamat perekonomian INDEF Bhima Yudhistira mempertanyakan langkah pemerintah membentuk komite baru untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Ia menduga, langkah pemerintah ini dikarenakan fungsi koordinator dari kementerian/lembaga sebelumnya belum optimal. Hal tersebut, katanya, terlihat dari realisasi berbagai stimulus, yang masih rendah sampai saat ini.

“Ini menunjukkan bahwa resesi di tahun 2020 kemungkinan besar akan lebih dalam dari perkiraan sebelumnya, sehingga harus dibuat komite ini,” ujarnya. (Very)

Artikel Terkait