Nasional

Rugikan PT KNLI Rp13 Triliun, Ahli Hukum Perdata: Bank Bukopin Diduga Kuat Lakukan PMH, Maka Wajib Bayar Ganti Rugi

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 24/10/2023 21:03 WIB

Foto: Andi Mardana

Jakarta, INDONEWS.ID - Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilayangkan PT Kencana Lestari Inti (KNLI) terhadap PT Bank BK Bukopin memasuki sidang mendengarkan keterangan saksi ahli hukum perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (23/10).

Dr. Noviriska, SH, MHum, saksi ahli yang dihadirkan PT KNLI mengatakan, Bank BK Bukopin diduga melakukan PMH karena telah menimbulkan kerugian materil dan imateril bagi penggugat (PT KNLI).

Noviriska mengatakan ada tiga kategori PMH, yaitu: sengaja, tidak sengaja dan lalai. Dari ketiga kategori itu kalau terbukti menimbulkan kerugian maka jelas terjadi PMH.

"Dari kacamata saya, ini sih jelas ada Perbuatan Melawan Hukum yang terjadi. Ada tiga kategori ya, sengaja, tidak sengaja atau lalai. Jangankan sengaja, yang lalai aja kalau ada kerugian di situ, ya jelas ada Perbuatan Melawan Hukum," kata Noviriska kepada awak media usai persidangan.

Ia menambahkan segala Perbuatan Melawan Hukum yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, wajib pula secara hukum untuk membayar ganti rugi. Tugas kuasa hukum, kata Noviriska, adalah tinggal menunjukkan bukti yang akurat atas kerugian yang dialami oleh kliennya.

"Segala Perbuatan Melawan Hukum yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, wajib pula secara hukum membayar ganti rugi. Tinggal selanjutnya, kuasa hukum menunjukkan bukti atas kerugian yang dialami oleh kliennya", pungkas Dosen sekaligus ahli hukum perdata itu.

Sebelumnya, PT KNLI dalam poin gugatannya mendalilkan, pihaknya mengalami kerugian materil dan Imateril sejumlah 13 triliun rupiah sebagai akibat Perbuatan Melawan Hukum yang diduga dilakukan PT Bank Bukopin.

"klien kami mengalami kerugian materil sebesar Rp1 triliun dan kerugian immateril Rp12 triliun, jadi total Rp 13 triliun,” kata kuas hukum PT KNLI, Irwan Saleh, S.H dari Irwan Saleh, S.H & Partners, Selasa (17/10).

Pengadilan Negeri Berwenang

Noviriska juga menanggapi poin keberatan Bank Bukopin yang mengatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili sengketa hukum antara tergugat dan penggugat.

Di ruang sidang, tergugat memang beberapa kali mempertanyakan kewenangan PN terhadap perkara yang mereka nilai harus ditempuh melalui pengadilan niaga.

Tergugat juga sempat menyinggung kepailitan atas perkara a quo, yang secara kewenangan absolut PN tidak memiliki kompetensi.

Namun Noviriska mengatakan, sengketa antara tergugat dan penggugat merupakan kategori perkara perdata umum yang mana penyelesainnya harus melalui Pengadilan Negeri.

"Di dalam perkara perdata umum yang berwenang memang Pengadilan Negeri. Justru kalau bicara pailit mungkin bisa saya bilang salah kamar atau salah tempat", pungkasnya.

Menurutnya menarik perkara a qou sebagai perkara pailit tanpa menjelaskan hubungan hukumnya merupakan sebuah kekeliruan.

Sementara itu terkait keberatan lain tergugat yang menyatakan perkara a qou sedang disidangkan di pengadilan lain, ia mengatakan itu bukan penghalang untuk mengajukan gugatan atas kerugian korban.

"Harus dijelaskan duduk persoalannya, hubungan hukumnya bagaimana, jangan langsung dikaitkan dengan pailit. Terus kalau misalnya di sana mengajukan di sini mengajukan, jangankan bicara sama-sama perdata, pidana-perdata saja boleh kok berjalan beriringan, tidak harus menunggu salah satu putus dulu", kata Noviriska.

Lantas ahli meminta tergugat agar jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan seolah-olah perkara a quo tidak termasuk kewenangan Pengadilan Negeri.

"Kembalikan saja kepada majelis hakim yang terhormat, memutuskan apa, kan nanti ada putusan selanya. Jadi nggak perlu cepat-cepat memutuskan bahwa ini tidak termasuk kewenangan PN. Kalau tidak termasuk, ya tidak mungkin akan diterima juga prosesnya", tutup Noviriskah.

Kronologi

Kronologis perkara ini bermula pada September 2019 ketika PT Bank KB Bukopin mengundang Penggugat untuk membeli saham PT Tunas Muda Jaya. Penawaran ini melibatkan sejumlah saham PT Tunas Muda Jaya yang memiliki izin usaha pertambangan batu bara.

Namun, Penggugat menolak penawaran tersebut karena ketidakyakinan terhadap proyeksi keuntungan dari pembelian saham tersebut.

Namun, Penggugat menolak penawaran tersebut karena ketidakyakinan terhadap proyeksi keuntungan dari pembelian saham tersebut.

Namun, setelah berbagai negosiasi, Penggugat akhirnya bersedia untuk membeli saham tersebut. PT Bank KB Bukopin kemudian memberikan pinjaman uang kepada Penggugat dalam dua tahap.

Tahap pertama dilakukan pada tanggal 26 November 2019, untuk keperluan pendaftaran Penggugat sebagai peserta lelang membeli saham PT Tunas Muda Jaya.

Selanjutnya, pada tanggal 4 Desember 2019, PT Bank KB Bukopin memberikan pinjaman uang tahap kedua, yang digunakan untuk melunasi utang pinjaman tahap pertama dan pembelian saham PT Tunas Muda Jaya.

Namun, setelah beberapa angsuran dibayarkan, Penggugat mulai menyadari bahwa transaksi ini bermasalah. PT Bank KB Bukopin diduga telah menjalankan pengadaan pinjaman dengan cara yang meragukan dan tidak sesuai dengan aturan, menyebabkan kerugian materil bagi Penggugat.

Selain itu, penggugat menyebut bahwa PT Bank KB Bukopin telah menutupi fakta-fakta yang berkaitan dengan proses perkara pailit yang melibatkan PT Tunas Muda Jaya.

Penggugat mengklaim bahwa bank tersebut telah bertindak dengan sengaja untuk mendapatkan keuntungan dari pengadaan pinjaman uang dan penjualan saham PT Tunas Muda Jaya.

Dalam gugatan ini, penggugat menegaskan bahwa PT Bank KB Bukopin telah melanggar ketentuan Pasal 29 ayat (4) UURI No.10 tahun 1998 tentang Perbankan.

Artikel Terkait