Opini

Kasus Korupsi 3T di Labuan Bajo, Kejaksaan Jangan Terpengaruh Intrik para Mafia Tanah

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 11/01/2021 12:34 WIB

Sekjen Pergerakan Kedaulatan Rakyat-PKR dan Pembina HIPMMABAR-Jakarta, Yosef Sampurna Nggarang (Foto:Ist)

Oleh: Yosef Sampurna Nggarang, Sekjen Pergerakan Kedaulatan Rakyat-PKR dan Pembina HIPMMABAR-Jakarta

Opini, INDONEWS.ID - Lahan Keranga/Toro Lema Batu Kallo dan sederet nama beken dari ibu kota Jakarta menjadi pusat pemberitaan media lokal bahkan nasional empat bulan terakhir. Pemberitaan media tersebut terkait objek lahan Keranga seluas 30 Ha yang ditenggarai sebagai aset Pemda Kabupaten Manggarai Barat (Pemkab Mabar), namun diduga lahan itu sebagaian sudah bersertipikat dan beralih menjadi milik pribadi beberapa orang dan sebagian lainnya diduga sudah di kapling- kapling, dijual ke group pengusaha besar dan ke mantan petinggi di Jakarta.

Untuk diketahui, oleh pemerintah pusat, kawasan ini didesain sebagai Kawasan Pariwisata dan dinamakan Kawasan Pariwisata Wae Cicu. Di kawasan ini sederet hotel bintang lima dan beberapa resort sudah di bangun di antaranya: Ayana Hotel, Mohini Resort, Plataran Resort, Eden Beach.

Tidak jauh dari lahan Keranga, yaitu daerah Batu Gosok sudah berdiri lama kotex Puri Komodo dan dalam waktu tidak lama lagi akan dibangun hotel Bintang Lima oleh salah satu group pengembang besar dari Jakarta.

Untuk mendukung pembangunan di kawasan pariwisata Wae Cicu, bulan Maret 2020 Pemerintah Pusat menggelontorkan APBN lewat Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan total anggaran Rp 19.577.193.000,00 (Sembilan belas miliar lima ratus tujuh puluh tujuh juta seratus sembilan puluh tiga ribu rupiah).

Anggaran miliaran ini untuk mengaspal jalan di jalur Kawasan ini menjadi salah satu jalan aspal terbaik untuk sebuah daerah kabupaten. Pembangunan jalan ini sementara belum berdampak sebagai nilai tambah terhadap ekonomi masyarakat, tapi paling tidak berdampak bagi pemilik lahan sekitar jalur ini yaitu valuasi harga tanah langsung naik. Inilah bentuk nyata perhatian dari presiden Jokowi untuk kemajuan Manggarai Barat.

Penegakan Hukum Kunci Kepastian Investasi

Perhatian Presiden Jokowi tidak menjadi berarti, kalau sengkarut persoalan agraria di Labuan Bajo tidak dituntaskan. Ini terjadi sudah bertahun- tahun. Selama itu pula publik berharap dan menunggu kapan persoalan ini diatasi?

Beruntung Kajati NTT Dr. Yulianto SH, MH merespon persoalan ini yaitu dengan mengusut lahan Kerangan 30 Ha sebagai pintu masuk. Yang mana sebagian lahan ini sudah di sertipikat dan sebagiannya sudah dikapling- kapling.

Karena itu Kejati NTT masuk untuk mengusut dugaan pengalihan aset tanah PemKab Mabar tersebut. Menurut Kajati NTT, pengalihan aset tanah ini negara berpotensi mengalami kerugian mencapai Rp3 triliunan rupiah. Angka kerugian yang sangat fantastis, apalagi untuk ukuran sebuah daerah kabupaten.

Mendengar sebutan nilai angka kerugian triliunan, tentu banyak publik kaget dan penasaran termasuk Benny Soesatyo dengan label Sekertaris Dewan Nasional Setara Institut di Jakarta yang tiba- tiba ikut mengomentari persoalan ini, karena itu membuat publik kaget.

Komentar Benny entah media salah kutip atau benar adanya di media (JPNN 10/1/2021) yang berbunyi demikian: "Kejaksaan kurang teliti dalam hal hukum adat perihal kepemilikan tanah toro Lemma,” kata Romo Benny.

Pernyataan Benny membuat saya dan publik kaget dan senang. Senang karena Benny menguasai hukum adat prihal tanah Toro Lemma. Andaikan menguasai hukum adat ini, Benny bisa memberi keterangan ke penyidik akan lebih menarik dan akan menjadi terang persoalan ini. Lantas maukah Benny memberi keterangan terkait hal yang dia kuasai prihal hukum adat tanah Toro Lemma?

Tak sampai di situ, Benny melanjutkan pernyataanya demikian: “secara akal sehat, apa yang dikatakan Kajati itu patut dipertanyakan karena tampaknya tidak ada tanah di Labuan Bajo yang strategis sekalipun berharga sekitar 10 juta per meter.”

Lagi- lagi saya kaget, Benny mempertanyakan nilai harga tanah 10 juta, ini mengandaikan bahwa Benny sudah tahu pasaran harga tanah di Labuan Bajo. Saya sebagai putra daerah ingin mengajak Benny kalau memang peduli dengan Manggarai Barat agar berpikir lebih jauh, tidak pada harga nilai tanah semata dan juga mempertanyakan soal kesahihan angka kerugian triliunan yang dipaparkan Kejati.

Agar objektif, kita mesti sedikit bersabar menunggu hitungan nilai kerugian dari Lembaga resmi negara.

Sambil kita menunggu itu, diharapkan kita semua harus ikut mengawal proses yang sedang berjalan oleh pihak Kejati NTT agar tetap on the track, transparan dalam mengungkap ini semua.

Yang mengatakan Kejaksaan hanya mencari sensasi dan gaduh itu bisa dianggap sebuah reaksi yang berlebihan karena tidak menyangka persoalan ini diusut oleh penegak hukum (Kejaksaan) dan saya menduga orang tersebut bagian dari status quo atau mungkin diboncengi oleh kepentingan segelintir orang yang tetap ingin menguasai dan memiliki tanah 30 Ha tersebut.

Soal ini biarkan waktu yang menjawab. Dan untuk Kejaksaan jangan goyah terkait komentar- komentar seperti ini, maupun ancaman yang terkesan sangat reaktif, tetap tegak pada jalur penegakan hukum.

Toh, sejauh ini, baik Publik dan investor sangat mendukung Langkah Kejati NTT untuk mengusut tuntas persoalan ini. Dukungan dari investor dibuktikan dengan sudah menyerahkan sekian sertipikat yang sudah terbit diatas lahan tersebut, sedangkan bentuk dukungan publik adalah memberikan informasi sejauh yang publik ketahui, dengar dan mengalami.

Mungkin itulah mengapa saksi yang diperiksa oleh penyidik sampai 102 orang. Juga untuk mereka yang koar- koar selama ini bahwa tanah Keranga atau Toro Lemma Batu Kalo tidak masuk dalam inventaris penyerahan aset saat pemekaran tahun 2003, jangan mengingkari dan menutupi fakta ini.

Penyerahan aset tanah Keranga/Toro Lemma Batu Kallo memang tidak terjadi tahun 2003, tapi terjadi pada tahun 2005, dalam satu bundle dokumen: BERITA ACARA SERAH TERIMA HASIL KLARIFIKASI P3D ANTARA KABUPATEN MANGGARAI DAN MANGGARAI BARAT. NO.PEM.115//30a/I/2005.

Dokumen berita acara ini tidak hanya menerangkan soal penyerahan aset lahan Keranga/Toro Lemma Batu Kallo, tapi memuat penyerahan aset lainnya, yaitu aset Pantai Pede.

Soal lahan Kerangan menerangkan beberapa point surat yakni Surat pelepasan hak atas tanah (asli 4 berkas), Kuitansi panjar dari uang ganti rugi tanah seperti tersebut dalam kuitansi (asli 4 lembar), lalu surat legalisasi (asli 4 lembar), Kuitansi uang ganti rugi tanah komunal/tanah adat yang terletak di Keranga Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo Kab. Manggarai dengan nilai uang sebesar Rp 10.000.000 (5 lembar)”.

Surat berita acara P3D ini ditandatangani oleh Bupati Drs. Anton Bagul Dagur sebagai Bupati Manggarai, Ongge Yohanes sebagai Ketua DPRD Manggarai, PJS Bupati Manggarai Barat Drs. Djidon De Haan, MSi, Matius Hamsi sebagai ketua DPRD Manggarai Barat. Semua pertanyaan dan keraguan sebagian orang terkait persoalan ini, saya meyakini akan terjawab pada waktu dan tempat yang tepat.

Untuk itu publik mendorong Kejaksaan dalam mengusut persoalan ini tidak hanya sekedar untuk mengembalikan lahan 30 Ha ini ke Pemkab Mabar, tapi hal lain adalah publik ingin memastikan penegakan hukum berjalan, harus ada efek jera bagi semua pelaku yang terlibat. Dengan begitu, ada kepastian investasi di daerah ini.

Bila tidak ada penegakan hukum, para pelaku akan terus menggunakan cara- cara kotor dan merasa cara ini legal, padahal itu tindakan ilegal. Karena itu tidak ada publik, pengusaha atau investor yang mau mendukung cara kotor- kotor tersebut, kecuali mereka yang punya niat jahat yang hanya ingin mendapat keuntungan sesaat,untuk pribadi maupun kelompok. Cara kotor itu membuat investor dan publik rugi dan cara ini menghambat perubahan.

Bayangkan investor membeli tanah dengan harga miliaran, saat beli merasa tidak ada masalah. Lalu tanah yang sudah dibeli Itu oleh sang investor bangun hotel megah dengan anggaran berapa kali lipat dari harga tanah. Kemudian hotel sudah dibangun dan sudah operasi, tiba- tiba ada yang gugat, proses hukum masuk ke pengadilan negeri, banding ke Pengadilan Tinggi (PT) sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung, putusan inckrah keluar, lalu selesai?

Tidak! Yang kalah cari celah lapor pidana ke Kepolisian, proses pidana berjalan lalu sidang di Pengadilan Negeri, banding ke PT, dan sampai Kasasi MA. Jadi inilah rantai pembelian tanah di Labuan Bajo, begitu Panjang. Ini yang membuat sengkarut persolan agraria di Labuan Bajo sudah seperti virus, biaya beli tanah dan ongkos perkara yang dikeluarkan begitu besar baik uang, tenaga, pikiran dan waktu. Lantas situasi dan keadaan yang seperti ini yang kita mau dan harus dipertahankan? Rasanya tidak!

Nama Labuan Bajo yang mendunia berkat Keindahan alam dan binatang Purba Komodo menjadikan daerah ini dilabeli daerah pariwisata Super Premium. Label ini akan kuat bila salah satu persoalan yaitu Persoalan agraria bisa dituntaskan.

Bila tidak, maka dia akan menjadi seperti virus yang merongrong ‘tubuh’ super premium itu dan melamahkan ‘sendi-sendi’ investasi bidang pariwisata, maka yang rugi adalah umat Romo Benny yang ada di NTT bahkan Indonesia, mereka tidak menikmati ‘kue’ ekonomi dari pariwisata super premium ini. Karena investor ragu bahkan enggan berinvestasi di daerah atau tanah yang bermasalah.

Maka, kehadiran Kejaksaan menjadi sangat penting untuk menjawab keraguan dari para investor atas banyaknya masalah tanah, tugas kejaksaan dan harus kita dukung agar melawan virus yang menghambat investasi yaitu dengan penegakan hukum, dan sangat adil untuk masyarakat apabila soal ini segera teratasi, supaya investasi masuk, lapangan kerja tersedia.

Dengan begitu umat atau rakyat NTT tidak perlu menjadi TKI atau merantau ke daerah lain, toh lapangan kerja tersedia di daerah sendiri. Bukankah ini bagain dari nilai “Keutamaan publik”? Kita harus berbuka hati. Sebenarnya, inilah yang sedang dikerjakan oleh Kejaksaan NTT sekarang.

Mari kita dukung dan kawal supaya persoalan agraria di Labuan Bajo yang seperti lembah kegelapan ini segera mendapatkan sinar, dengan begitu kita mencegah. Mengutip Romo Benny “Jangan sampai melukai rasa keadilan” kita semua. Bukan begitu Romo? Ya, Kerangan: kenyataan yang harus dikabarkan.*

 

Artikel Terkait