Bisnis

Menteri KKP: Nelayan/ABK Harus Menjadi Tuan di Rumah Sendiri

Oleh : very - Minggu, 21/02/2021 11:01 WIB

Wahyu Sakti Trenggono. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Dalam dua tahun terakhir, isu tentang perlindungan terhadap awak kapal perikanan kerap disorot, terutama terkait dengan apa yang dialami oleh anak buah kapal (ABK) yang bekerja di kapal-kapal berbendera asing.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap nelayan atau ABK, merasa perlu ikut terlibat dalam mengurai masalah, mencari solusi terbaik terhadap nasib ABK tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono saat memberikan sambutan dalam webinar bertajuk "Kepastian Upah Minimum bagi Awak Kapal Perikanan dalam Kacamata UU Cipta Kerja", Rabu (17/2). Diskusi virtual ini diselenggarakan oleh Yayasan Plan International Indonesia melalui SAFE Seas Project. Diskusi ini mengangkat peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memberikan keadilan dan perlindungan awak kapal perikanan dengan memberikan kepastian upah minimum.

"Yang sudah didorong KKP adalah langkah perbaikan tata kelola penempatan dan perekrutan ABK Indonesia yang akan bekerja di kapal-kapal ikan berbendera asing, melalui penyusunan rancangan Peraturan Pemerintah," ujar Sakti melalui siaran pers di Jakarta.

Trenggono memaparkan, inti dari rancangan Peraturan Pemeritah itu ada tiga hal. Pertama, pemerintah harus memiliki kontrol penuh terhadap setiap proses dan tahapan perekrutan dan penempatan ABK Indonesia. Kedua, pemerintah harus menjamin ABK Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan asing memenuhi kompetensi minimum untuk bekerja di kapal ikan. Ketiga, pemerintah akan menjamin pemenuhan hak-hak ABK, baik gaji/upah serta kondisi kerja yang layak melalui perikanan perjanjian kerja laut yang transparan.

"Kami harus memastikan nelayan/ABK yang bekerja di dalam negeri juga menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Untuk mewujudkan itu, kami mendorong pelaku usaha atau pemilik kapal untuk menghormati hak nelayan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 35 tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan," tambahnya.

Seperti diketahui, potensi ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia menyumbang 3,7 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Hal ini terjadi pada kondisi kerja layak dan hak nelayan sebagai pekerja yang belum terpenuhi secara khusus tentang kepastian upah minimum. 

Dengan berlakunya Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020, diharapkan ada kepastian hukum dan implementasi perbaikan kesejahteraan awak kapal perikanan dan nelayan buruh, yang dimulai dari upah yang layak. (*)


Artikel Terkait