Opini

Menakar Orientasi Gerakan Menkopolhukam di Tangah Mahfud MD

Oleh : indonews - Rabu, 07/07/2021 15:32 WIB

Wakil Sekretaris Jendral Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusi PB PMII 2021-2024 dan Juga Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta, Hasnu.(Foto:Ist)

Oleh: Hasnu*)

Jakarta, INDONEWS.ID - Masyarakat Indonesia menaruh harapan lebih akan kehidupan Politik, Hukum, Hak Asasi Manusia dan Keamanaan yang lebih baik sehat ditangan Menteri Koordinator Polhukam Mahfud MD.

Kembang kempis perjalanan Polhukam ditangan pak Mahfud  MD bisa dimaklumi sebagai upaya penyempurnaan menuju transformasi di sektor Polhukam.

Baru-baru ini, Kemenkopolhukam melakukan pengajuan tambahan anggaran senilai Rp60 miliar untuk pagu anggaran 2022 menjadi Rp342 miliar pada Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) Republik Indonesia yang dipimpin pak Mahfud.

Pagu Indikatif ini dinilai belum sejalan dengan Program Prioritas Nasional di bidang politik, hukum, pertahanan, dan keamanan (Polhukhankam) dan transformasi pelayanan publik ke arah yang demokratis.

Mestinya usulan tambahan pagu anggaran dari Kemenkopolhukam itu harus menjawab persoalan hukum, HAM, dan keamanan sesuai janji Presiden Jokowi dalam periode kedua kepemimpinannya.

Permasalahannya adalah pihak Kemenkopolhukam tak menyebut secara  detail, terkait sejumlah item di dalam program Prioritas Nasional terhadap anggaran yang diusulkan.

Di lain aspek, Kemenkopolhukam mempunyai target program prioritas di bidang politik, hukum dan keamanan sesuai dengan K/L yang berada di bawah koordinasinya.

Di dalam program Prioritas Nasional ada sekian banyak pekerjaan rumah (PR), kemudian yang bisa disinerginkan dengan Program Prioritas Nasional seperti (revolusi mental dan kebudayaan) dengan melibatkan Kementerian PMK ada sekian program.

Namun, publik tentu bertanya-tanya; sudah sejauh mana realisasi program yang digenjor pak Mahfud dkk? Secara kontras kita bisa melihat bahwa orientasi pendiddikan politik masyarakat, milenial dan upaya pematangan Polhulam di Tanah Air justru kian loyo.

Anggaran Untuk Apa?

Setiap penetapan Pagu Indikatif tentu didasarkan kepada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 yang ditetapkan secara nasional.

Biasanya, permintaan pagu anggaran akan dijabarkan dalam Renstra Polhukam sendiri. Apakah angka-angka yang diusulkan oleh Kemenkopolhukam sudah sesuai dengan RPJMN? Ini pertanyaan pokok.

Karena capain utama yang akan dilihat dari program Kemenkopolhukam harus menggawangi Visi-Misi Presiden Jokowi dan Wakil Presiden K.H Ma’ruf Amin.

Apabila kita menelisik lebih jauh terkait usulan penambahan anggaran tersebut untuk menunjang 15 program Kemenkopolhukam, di antaranya adalah:

1. Rekomendasi Kebijakan Upaya Penanganan Pemajuan dan Perlindungan HAM (Aceh)

2. Rekomendasi Kebijakan Hukum Internasional terkait EoDB.

3. Rekomendasi Kebijakan Penanggulangan Pelanggaran HKI.

4. Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara.

5. Rekomendasi Kebijakan Penanganan Potensi Ancaman/Krisis Terhadap Negara.

6. Rekomendasi Kebijakan Bidang Satuan Tugas Ilegal Migas.

7. Rekomendasi Kebijakan Bidang Satuan Tugas Ilegal Mining.

8. Rekomendasi Kebijakan Tim Peningkatan Disiplin & Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan & Pengendalian Covid-19.

9. Rekomendasi Kebijakan Bidang Program Pembangunan Karakter Generasi Milenial Melalui Internalisasi Nilai-nilai Pancasila.

10. Rekomendasi Kebijakan Bidang Pendidian Politik Masyarakat Dalam Mewujudkan Pemilu 2024 yang Memperoleh Kesatuan Bangsa.

11. Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pengendalian Presidensi G20 Indonesia Tahun 2022.

12. Optimalisasi Rekomendasi Kebijakan Komisi Kejaksaan RI Kepada Presiden;

13. Pemenuhan Sarana dan Prasarana Komisi Kejaksaan RI.

14. Pemenuhan Sarana dan Prasarana Komisi Kepolisian Nasional.

15. Pemenuhan Sarana Kemenko Polhukam
 
Usulan program di atas, hemat saya, belum mengarah kepada semangat Pemerintahan Jokowi melalui narasi besar yakni Meneruskan Jalan Perubahan untuk Indonesia Maju.

Secara ideal, publik menanti setiap program yang diusulkan Kemenkopolhukam harus menjawab narasi Indonesia Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong seperti yang digadang-gadang oleh Presiden Jokowi dalam janji di Pilpres 2019 silam.

Pun demikian, upaya penegakan sistem hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Tepercaya menjadi variabel utama untuk mencapai filosofi sebagai negara hukum.

Di mana setiap penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum serta Negara harus hadir memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak warga negara dan HAM, termasuk rasa aman kepada seluruh warga negara.

Secara objektif, publik juga belum melihat orientasi setiap Kementerian/Lembaga yang seharusnya bukan lagi memproduksi peraturan sebanyak-banyaknya, namun menghasilkan peraturan yang berkualitas, yang melindungi rakyat, yang mempermudah rakyat, yang memberi keadilan bagi rakyat, serta yang tidak tumpang tindih satu dengan yang lain.

Persoalan lain, rakyat Indonesia juga belum melihat upaya reformasi hukum yang harus mencakup reformasi sistem dan reformasi internal di institusi penegak hukum untuk menghasilkan pelayanan dan penegakan hukum yang profesional.

Salah satu kemacetan berdemokrasi adalah korupsi. Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang bisa meruntuhkan sendi-sendi perekonomian bangsa serta membawa dampak pada pemiskinan struktural.

Saya sepakat dengan komitmen Presiden Jokowi yang menyebutkan secara lantang untuk melawan korupsi, aspek pencegahan sama pentingnya dengan aspek penegakan hukum yang tegas. Lantas, kenapa adakan revisi terhadap UU KPK dan apa hal urgensi dari TWK baru-baru ini?

Publik memandang perlu untuk menegaskan bahwa Negara hukum akan bisa berdiri kokoh jika ditopang oleh hadirnya budaya sadar hukum. Masyarakat memiliki kesadaran untuk taat dan patuh kepada hukum serta menjadikan hukum sebagai panduan perilaku sosial.

Dengan demikian, publik tentu mendesak Kemenkopolkam dan semua pihak yang mengatur dan merumuskan persoalan politik, hukum dan HAM agar merumuskan program kerja yang substantif bukan hanya menguras uang rakyat tanpa menyentuh akar masalah.*

*)Penulis adalah Wakil Sekretaris Jendral Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusi PB PMII 2021-2024 dan Juga Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta.

Artikel Terkait