Bisnis

Empat Fase Pemerintah Hadapi Virus Corona, Diawali Fase "Self Denial"

Oleh : very - Jum'at, 09/07/2021 14:41 WIB

Ekonom Senior Dr Rizal Ramli. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID – Ekonom senior Rizal Ramli mengatakan bahwa ada dua skenario pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19.

Kedua skenario itu yakni pertama, jika pemerintahan gesit maka efek Corona akan mengikuti seperti huruf V. “Jika pemerintah gesit, maka efek Corona ini seperti huruf V, yaitu anjlok tapi naik lagi,” ujar mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli dalam dialog yang ditayangkan sebuah televisi swasta di Jakarta, pada Kamis (8/7) malam.

Kedua, kata mantan Menko Kemaritiman itu, yakni jika pemerintahnya mencla-mencle, tidak tegas, maka skenarionya akan seperti huruf W. Skenario ini yaitu pertumbuhan ekonomi turun, kemudian naik dan turun lagi. Dan untuk naik lagi itu membutuhkan waktu yang lama, sekitar 1,5 tahun.

Rizal Ramli mengatakan bahwa dirinya berulang kali mengatakan bahwa ekonomi Indonesia sudah melambat. Apalagi ketika Virus Corona datang maka akan lebih gawat lagi.

Karena itu, jika membedah apa yang dilakukan pemerintah dalam 1,5 tahun ini maka, kata mantan Kepala Bulog ini mengatakan, bisa membaginya dalam 4 fase.

Fase pertama, yaitu awal Januari sampai Maret 2020, yang disebutnya dengan fase self denial, fase menyangkal. Fase ini merupakan fase penolakan terhadap pandemi.

“Ada pejabat mengatakan bahwa tidak mungkin virus Corona masuk ke Indonesia dengan bermacam-macam alasan. Mereka banyak membuat lelucon, misalnya karena orang Indoenesia banyak makan bumbu. Ini sangat menyakitkan. Padahal ancaman begitu serius di seluruh dunia. Pejabat kita selama 3 bulan masih bercanda. Ini fase lucu-lucuan,” ujarnya.

Kedua, fase penggunaan anggaran. Pada fase ini, kata Bang RR – sapaan Rizal Ramli - pemerintah mulai membuat UU Penyelematan Ekonomi dengan budget super besar. Namun anggaran itu digunakan untuk hal yang tidak fokus, bukan mengurus pandemi tetapi malah untuk membayar para buzzer.

“Ada Rp78 miliar yang digelontorkan untuk membayar buzzer. Seolah-olah masalah pandemi ini bisa diselesaikan dengan membayar buzzer. Selain itu, dana untuk insentif terhadap turis asing, padahal di seluruh dunia pintu terhadap turis asing ditutup,” kata mantan Penasihat Ekonomi Fraksi ABRI di DPR RI tersebut.

Ketiga, fase belanja jor-joran tetapi tidak berani melakukan lockdown.

Keempat, fase dimana pemerintah merasa sok-sokan, merasa paling jago, paling hebat, dimana jika ada pemerintah daerah yang melakukan lockdown maka langsung di-blok.

“Misalnya DKI Jakarta hendak melakukan lockdown langsung diintervensi. Padahal lockdowan itu cara yang paling efektif untuk melawan pandemi Covid-19,” katanya. (Very)

Artikel Terkait