Opini

Digitalisasi Jaringan Televisi Terestrial Free to Air Indonesia (Diary) Part 2

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 19/08/2021 21:59 WIB

Mantan Direktur Tekni TVRI (BODPAW 1417), Syafrullah (Foto: Ist)

Oleh Syafrullah, Mantan Direktur Tekni TVRI (BODPAW 1417)

Opini, INDONEWS.ID - Untuk menjawab pertanyaan KELIMA sebagaimana pertanyaan yang ada pada Bagian Kesatu penulisan ini, maka penulis Kembali dengan sepenuh hati melanjutkan dengan langsung menjawab di Bagian Kedua penulisan kali ini.

KELIMA : Sejauh mana sih dampak bagi sebuah stasiun TV dan stasiun mana yang sesungguhnya akan sangat terdampak atas ASO tersebut ?

Menjawab poin KELIMA ini, sebagaimana yang saya jelaskan sebagai jawaban pada poin KESATU, dan pada poin KEDUA di Bagian Kesatu penulisan ini, maka yang akan paling terdampak adalah TVRI, disinilah penulis mengatakan bahwa TVRI adalah “Penentu” apakah ASO akan terjadi atau tidak.

Terdapat 2 (dua) sisi: negatif dan positif untuk menjawab ini. Sisi NEGATIFnya, terkhusus bagi TVRI dengan Jaringan pemancar analog terbanyak dan tersebar sebagaimana jumlahnya terdiri dari 361 Lokasi, sebagaimana yang disebut pada Bagian Kesatu penulisan ini, tentulah sebelumnya pemancar-pemancar analog tersebut harus diganti terlebih dahulu

sebelum ditetapkan ASO. Karena jika ASO tiba masanya, maka itu artinya mematikan seluruh jaringan siaran analog TVRI. Jika pemancar analog TVRI tidak diganti terlebih dahulu, maka ASO akan kehilangan arah, yang mana sesungguhnya jaringan yang akan dimatikan.

Sementara sebagaimana tugas Lembaga Media TVRI menjalankan bagian pelaksanaan UUD45 oleh Negara, tentulah hanya TVRI yang konsisten dan tetap berkomitmen berada di jalur layanan terrestrial.

Kemudian muncul tambahan pertanyaan, bagaimana dengan TV Swasta? Maka TV Swasta menurut penulis, semoga saja tidak keliru, mereka tidak akan menjadi sangat terganggu. Seperti apa yang saya jelaskan di poin KEDUA di Bagian Kesatu penulisan ini.

Jaringan Terrestrial TV Swasta tidak berjumlah sangat berarti. Dan jangkauan siaran mereka melalui satelit dan diterima oleh publik menggunakan decoder atau melalui TV Kabel, jangan-jangan sudah digital. Hehehe???

Mereka tidak secara konsisten bekerja di layanan terrestrial free to air. Nyaris mereka sendiri tidak akan menganggap, apakah ada artinya atau tidak perubahan itu, atau bisa saja mereka menganggap tidak mendesak untuk dilakukan bagi Indonesia.

Sementara, sekali lagi saya tegaskan tidak demikian dengan TVRI, yang secara konsisten dan tetap berkomitmen di layanan Terrestrial demi publik. Karena tidak ada persoalan untung atau rugi yang harus menjadi pertimbangan bagi TVRI, dalam melayani kepentingan publik.

Kemudian membahas dari sisi POSITIFnya sebagaimana dijelaskan pada poin KETIGA di atas adalah perpindahan sistim penyiaran terrestrial ke Digital akan memberikan peluang:

⦁ Semestinya TV swasta sangatlah diuntungkan, karena mereka tidak lagi perlu membiayai infrastruktur pemancar. Cukup bergabung dengan TVRI, lalu mereka dapat lebih fokus untuk menggarap konten-konten cerdas dan bernas, dalam rangka memasuki persaingan.

⦁ Selain itu, metode penyiaran digital ini, memberi peluang yang “MEMUDAHKAN TV SWASTA DIGITAL BARU BERMUNCULAN”, Karena mereka tidak perlu menyiapkan investasi besar untuk membuat Media StasiunTelevisi, atau perlu modal untuk menyiapkan pemancar.

Sebagaimana pembahasan pada poin KETIGA dari Bagian Kesatu penulisan ini, jika seluruh pemancar TVRI telah berubah menjadi digital, maka sesungguhnya semua stasiun TV Digital swasta cukup menumpang atau sewa. Biaya sewa akan menjadi pemasukan bagi negara, dan dapat menjadi tambahan biaya bagi TVRI untuk meningkatkan layanan bagi kepentingan publik.

Ataupun jika tidak, secara efektif efisien sesuai tugas masing-masing sebaiknya fokus pada keunggulan konten siaran, maka cukup mungkin dirembug melalui keputusan pemerintah, menjadi biaya pengganti dari “BEBAN TANGGUNG RENTENG”, dalam penyediaan infrastruktur, yang bisa dihitung bersama.

Karena kenapa, pastinya TVRI tidak bermaksud untuk berbisnis dan jauh dari sikap monopoli, karena menurut kesadaran saya, frekuensi adalah kekayaan Negara, yang merupakan asset bangsa, harta hak milik seluruh rakyat Indonesia.

Namun maaf penulis heran, kok masih bagitu banyak yang berkepentingan untuk menjadi Penyelenggara Multiplekser atau ingin menjadi pemilik jaringan ?

Langkah Strategis TVRI dalam Percepatan Digitalisasi

Pada sub judul yang dituliskan oleh penulis pada Bagian Kesatu, bahwa Periode 2014 – 2017, adalah momentum Digitalisasi TVRI untuk Indonesia. Masa ini memliki catatan terpenting dalam satu kesempatan pengabdian penulis sebagai pegawai TVRI.

Ketika itu TVRI Kembali mengalami pergantian direksi. Secara kebetulan penulis terlibat sebagai salah satu tokoh cerita dalam pergantian itu, dimana pada momen penggantian itu, penulis justru mendapat amanah sebagai Direktur Teknik Pengganti Antar Waktu, di bawah kepemimpinan Bapak Iskandar Ahmad yang ketika itu terpilih juga sebagai Direktur Utama Pengganti Antar Waktu.

Pada awal kepemimpinan Direksi Antar Waktu periode 2014 - 2017, atau penulis sebut saja kepemimpinan BODPAW 1417, pergerakan upaya digitalisasi TVRI memasuki era ujicoba sejak 2007 hingga tahun 2014, baru mampu memiliki sebanyak hanya 12 (duabelas) lokasi pemancar digital. Dan inilah juga penulis sebutkan Fasilitas Digital Senyap TVRI.

Kenapa Senyap? Karena secara teknis, setiap pemancar yang telah didirikan, haruslah dioperasikan, lebih tepatnya harus selalu dalam keadaan menyala, memerlukan biaya operasi dan perawatan, meski tidak mengerti pancaran signalnya mau dibawa kemana Ketika itu.

Sementara itu, seluruh perangkat penerima di rumah-rumah publik disekitar tempat berdirinya, tentunya masih perangkat penerima analog. Siapa yang perduli dia berdiri dalam kebisuan.

Pemancar- pemancar di 12 lokasi itu, hanya sempat sibuk Ketika digunakan untuk ujicoba. Selain itu, pemancar-pemancar digital tersebut ada yang masih bekerja dalam standard DVB-T, dan ada yg sudah bekerja dalam DVB-T2, sesuai peruntukannya dalam masa ujicoba.

Pada awal tahun kepemimpinan BODPAW 1417 (Februari 2014), target ASO 2018 masih berlaku. Pertanyaan mendasar ketika itu adalah, sebagaimana tadi pembahasan pada Bagian Kesatu penulisan ini, siapakah yang sesungguhnya pengemban tugas untuk melakukan switch off analog.

Jawabnya pasti TVRI. Sebagai Lembaga televisi negara, pemilik terbesar jaringan terrestrial Free to Air analog, dari sebanyak 361 an lokasi pemancar yang tersebar di wilayah Indonesia.

Ketika itu, TVRI dalam momentum itu harus berani dan tegas mengatakan, bahwa ASO adalah pesan terpenting yang harus menjadi perhatian utama. Switch Off yang akan dilakukan, adalah mematikan seluruh pemancar analog sebanyak 361 lokasi yang dimiliki oleh TVRI.

Sementara bagi penyiaran swasta, penyiaran analog akan diberhentikan atau tidak, itu tidaklah menjadi persoalan. Selain itu TVRI satu-satunya lembaga penyiaran Negara yang bertanggungjawab, dan “bukan Lembaga profit” untuk melaksanakan penyiaran terrestrial Free to Air, atau dengan kata lain dalam bahasa sederhana free to air artinya ; “JARINGAN LAYANAN TAK BERBAYAR ATAU GRATIS BAGI MASYARAKAT DI JALUR TERRESTRIAL TV”.

Bagi TVRI, jiwa layanan adalah utama bagi masyarakat, tidak ada bedanya apakah masyarakat ada di kota atau pedesaan (rural). Tidak perduli apakah Masyarakat menguntungkan atau tidak dari tinjauan ekososial ekonomi penyiaran.

Amanah terberat dan menjadi tanggungjawabnya adalah tugas mulia berdasarkan perintah UUD45, dimana layanan penyiaran adalah hajat hidup bangsa Indonesia. Jika TVRI tidak didukung dengan kebijakan yang tepat, maka boleh jadi ASO Indonesia sekedar sebuah “Big Mouth” jargon.

Pekerjaan rumah terberat bagi TVRI pada awal tugas BODPAW 1417 adalah :

⦁ Apa yang harus dilakukan oleh TVRI, ketika dipastikan sebagai “penentu” perjalanan ASO akan terjadi atau tidak di Indonesia. Sementara pada tahun 2014, TVRI baru memiliki sebanyak 12 (duabelas) lokasi pemancar saja (sejak 7 tahun ujicoba).

⦁ Bagaimana mencari jalan keluar, terkhusus pada kemampuan belanja keuangan pada tahun 2014, yang apabila dipaksakan, maka TVRI hanya akan bisa belanja pemancar baru sebanyak hanya 2 (dua) lokasi saja dalam pertahun anggarannya. Bayangkan berapa tahun diperlukan untuk bisa terlaksananya ASO, sementara yang akan di Off adalah TVRI sendiri dengan pemancar sejumlah 361 lokasi.

⦁ Jika bertahan menunggu RUU Penyiaran terbit, maka TVRI menghadapi persoalan lapangan yang tidak ringan, atas kondisi pemancar analog ketika itu, yang keberdayaan layanan tinggal tersisa antara 30% sampai 40% dari daya maksimal, disebabkan usia tua dan obsolete (teknologi kuno yang sudah tidak tersedia suku cadang).

BODPAW 1417 harus melihat bahwa pekerjaan rumah yang berat itu, tidak boleh menjadikan TVRI pesimis.

Saat itu disadari, TVRI hanya perlu memastikan melalui pendekatan untuk mengembalikan beban ini kepada Kominfo atas target ASO yang ingin dicapai. TVRI tidak harus berpikir untuk mendapat dukungan di jalur struktural, agar diberikan penyediaan pembiayaan, atau TVRI diberikan anggaran khusus untuk TVRI sendiri dapat melaksanakan langkah besar revitalisasi teknologi pemancar.

Kami ketika itu yakin bahwa Kominfo pasti menyadari kondisi TVRI, dan Kominfo pasti sangat mengerti betapa strategis posisi TVRI untuk menentukan ASO akan dapat segera terwujud atau tidak sama sekali.

Namun boleh jadi ada kegamangan posisi, jika Kominfo mengambil sikap melakukan Langkah total penyediaan “Program Revitalisasi Pemancar TVRI” tanpa permintaan atau usulan dari TVRI sendiri.

Singkat cerita, bagaimanapun, ketika itu diperlukan sikap penting sebagai dasar kebijakan, yang tetap harus dikawal oleh BODPAW 1417 adalah sebagai berikut :

⦁ Periode Tugas BODPAW 2014 – 2017, memastikan momentum Digital harus diupayakan menjadi kebangkitan TVRI untuk Kembali berperan sebagai RUMAH BANGSA.

⦁ Implementasi Penyiaran Digital Dunia tidak hanya penting bagi TVRI untuk Kembali berperan sebagai Media Sokoguru, namun TVRI harus mampu menjadi Penggerak Utama (Prime Mover) regulasi Penyiaran Digital Nasional, dan diyakini mampu mendorong multiplier effect ekonomi yang akan bertumbuh di Era Konvergensi Digital.

Sehingga TVRI Ketika itu, tetap bergerak dalam 4 (empat) pokok kebijakan yakni :

⦁ Upaya percepatan revitalisasi perangkat harus tetap terkonsep menuju era digital, dengan satu-satunya dikembalikan melalui dukungan oleh Kominfo, meskipun ada pesimisme bahwa ASO 2018 belum memungkinkan untuk terwujud.

⦁ Ibukota Propinsi diusulkan juga melalui dukungan Kominfo, sebagai sasaran prioritas dan strategis, untuk memulai penyiaran digital Indonesia di TVRI 29 Kota, Ibukota Propinsi, dengan target mulai tahun 2016 seluruh Ibukota Propinsi sebanyak 29 Kota, telah dapat dioperasikan Penyiaran Digital Terintegrasi dari Pusat ke Daerah.

⦁ Peremajaan Pemancar di Rural /Remote Area dalam masa simulcast, menggunakan UHF Dual System DVB-T2 atau jika memungkinkan langsung digital, terkhusus wilayah 3T sebagai lokasi baru pengembangan Infrastruktur yang dilakukan Kominfo, menyesuaikan arah percepatan peralihan ke digital.

⦁ Pemancar analog eksisting TVRI yang tua dan obsolete, hanya akan dipertahankan sebagai upaya bertahan (survive) dalam masa layanan peralihan (simulcast), dan jika tidak lagi mampu dipertahankan, TVRI tidak akan membiayai peremajaan atau rekondisi, dlsb.

Sinergi Luar Biasa (TVRI dan Kominfo)

Alhasil, singkat cerita dari perjalanan panjang itu, maka melalui beberapa pertemuan dan diskusi bersama Kominfo, di dukung 2 (dua) orang utama Kominfo yang aktif dan sangat sejalan pemikirannya dengan mimpi besar TVRI dan mimpi besar ASO yakni Bapak Dr. Ir. Ismail dan Sdr. Anang Latif, dicapailah saling pengertian untuk dilakukan secara bersama-sama, adalah langkah- langkah strategis pecepatan digitalisasi TVRI diantaranya sebagai berikut :

⦁ Sebagai tahap awal mendukung ASO, maka 29 Kota Ibukota Propinsi akan disiapkan dapat melakukan penyiaran digital serentak dan terintegrasi pada tahun 2016, bertepatan dengan Ulang Tahun TVRI pada usia ke 34.

⦁ Melalui Design Review Meeting Project BLN /Softloan ITTS II, Perancis /Kemenkominfo untuk TVRI, yang pada saat itu dalam persiapan implementasi Tahun 2015, maka dari sebanyak 60 (enam puluh) lokasi Pengadaan Pemancar Dual Cast DVB-T2, yang sebelumnya diperuntukan untuk wilayah rural /remote, 10 (sepuluh) lokasi diantaranya dipindahkan ke 10 Ibukota, mendukung capaian poin 1 diatas.

⦁ TVRI sepakat menyiapkan dokumen perencanaan pengadaan pemancar digital dan mempercayakan pelaksanaan pengadaan dan pembiayaan melalui Anggaran Kominfo, selaras dengan program pembangunan digital di wilayah 3T yang dilakukan kominfo.

26 Agustus 2016 sejarah baru digital TVRI KOMINFO.

Alhamdulillah, akhirnya ketiga Langkah strategis tersebut dapat tercapai. TVRI dengan disaksikan Menteri Kominfo Bapak Rudiantara mendeklarasikan siap penyiaran digital di 29 Kota Ibukota Propinsi, bertepatan pada tanggal 26 Agustus 2016, dalam rangkaian acara HUT TVRI ke 54.

Pada kesempatan itu Bapak Rudiantara berkenan meresmikan Pelaksanaan Penyiaran Digital Tahap Awal di 29 Ibukota Propinsi. Peresmian itu secara strategis bertujuan memberikan kepastian bahwa digitalisasi Indonesia telah kembali bergerak.

Hal ini penting dan strategis untuk menjawab keraguan para pihak-pihak terkait pendukung digitalisasi, antara lain produsen- produsen penyiapan Set Top Box (STB). Peresmian itu memiliki kepastian kapan waktu tepat bagi penyediaan STB dipasaran.

Akhirnya sebagai usaha maksimal mendukung Milestone ASO Indonesia, maka mulai 26 Agustus 2016, TVRI telah resmi bersiaran di kanal digital di 29 Ibukota Propinsi, dan Kanal Siaran Nasional telah dapat menyalurkan 3 (tiga) saluran konten digital, menyebar ke semua titik pemancar digital yang telah tersedia.

TVRI Klik ketika itu telah mampu memperlihatkan, bahwa didalamnya termuat beragam konten yang berasal dari 29 TVRI Stasiun Regional. Transmisi Digital yang tadinya senyap oleh kebisuan, mulai berbicara. Siaran lokal mulai turut berkiprah untuk menggunakan ruang /slot digital yang tersedia, sehingga tidak lagi harus berebut di jalur nasional untuk peningkatan peran lokalnya.

Satu yang juga terpenting setelah itu, TVRI mulai dapat menjadi fasilitator penyedia mux digital untuk ujicoba penyiaran LPS Digital, meskipun baru sebatas di kota-kota Ibukota Propinsi.

Dari catatan tersimpan pada catatan harian (diary) penulis, maka menjelang akhir tugas BODPAW 1417, pada bulan Desember 2017. Kesiapan pemancar digital TVRI menuju 2018, adalah telah menjadi sebanyak 116 (Seratus Enam Belas) lokasi, dari yang sebelumnya mengawali tahun kerja 2014, hanya memiliki 12 (dua belas) lokasi pemancar.

Dengan dukungan Kominfo, TVRI mampu melakukan perubahan besar secara signifikan dalam 3 tahun periode 2014-2017. Dan yang membahagiakan bagi penulis, berdasarkan khabar terakhir melalui beberapa media, Direktur Utama TVRI Imam Brotoseno menyatakan kini penyiaran digital TVRI telah siap menjelajah Indonesia, dan telah menjangkau 78% Populasi Indonesia. Ini berarti Langkah pembangunan masih terus berlanjut, dan jumlah pasti terus bertambah.

Semoga sinerji TVRI dan Kominfo terus berlanjut baik, untuk Indonesia.

Kepada publik, penulis hanya ingin memastikan sebuah kata kunci PEMBAHASAN, yakni ;

“JARINGAN TERRESTRIAL GRATIS TVRI TELAH SIAP DIGITAL”.

Kenapa itu perlu ditekankan, karena Kembali mengulang berbicara TERRESTRIAL, maka masyarakat hanya cukup menerima sinyal siaran dengan menggunakan antenna. Tidak perlu membayar paket pulsa, dan atau menggunakan wifi. Tapi pesawat penerima harus diganti ke Televisi Digital DVB-T2.

Jika belum mampu diganti, dan tetap harus menggunakan TV yang analog, publik hanya memerlukan tambahan perangkat murah Set Top Box (STB), yang dipasang untuk dapat menerima sinyal digital dari antenna, sebelum masuk ke pesawat TV anda. Selamat mencoba dan Salam Bahagia.

“Pesan penuh cinta untuk TVRI, dalam rangka merayakan keberadaan TVRI di usia ke 59 ; Kini adalah saat yang tepat untuk kembali sebagai RUMAH BANGSA yang mampu menjaga keseimbangan sosial yang dibutuhkan Negara, dan sudah selayaknya TVRI menyiapkan peran baru secara professional sebagai penyelenggara Multiplekser Digital”.

Berani TVRI
Dirgahayu Indonesia
Dirgahayu TVRI
Dirgahayu Bangsa Rakyat Indonesia

 

Artikel Terkait