Opini

Apakah Hari Natal Kita Dalam Ancaman Varian Omicron dari Covid-19?

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 05/12/2021 12:31 WIB

Lily Widyastuty Hikam, PhD (Foto: Ist)

By Lily Hikam, Ph.D*)

Opini, INDONEWS.ID - Biasanya, ketika kita mendekat akhir tahun, ada beberapa hal yang kita bayangkan, seperti pengulangan tiada henti dari lagu klasik Mariah Carey, dan rasanya satu-satunya lagunya, "All I Want For Christmas"/Semua Yang Kuinginkan untuk Hari Natal.

Namun sekarang, di era pandemi yang baru ini, selain pembatasan perjalanan akhir-tahun, kita memperkirakan munculnya sebuah varian baru SARS-CoV-2 atau suatu variasi baru dari virus Covid-19 yang ada. Terbaru adalah varian B.1.1.529 yang juga dikenal sebagai varian Omicron, seterusnya dituliskan sebagai VO.

Siapapun bisa bilang bahwa munculnya VO bukanlah sesuatu yang terlalu mengejutkan, menimbang bahwa kita telah lihat munculnya varian-varian lain dari si virus. Sebagian kita mungkin ingat munculnya varian Mu dan penyebarannya di banyak negeri di Amerika Selatan dan Amerika Utara.

Di samping itu, kebanyakan kita masih ingat kengerian yang kita alami dari penyebaran tak terkendali dari varian-varian Delta.
Nyatanya, di samping kedua varian "tersohor" ini, masih banyak lagi varian SARS-CoV-2.

Mungkin anda bertanya-tanya kenapa beberapa varian lebih banyak dipercakapkan daripada yang lain. Boleh jadi karena yang hilang dari percakapan adalah proses terciptanya varian-varian ini dan akibatnya. Jadi bagaimana virus bermutasi dan kenapa mereka bermutasi?

Secara sederhana, virus bermutasi ketika mereka membiak. Ketika sel-sel kita membelah diri, mereka harus membuat banyak salinan dari semua material genetik dan informasi genetik seperti DNA, RNA, dan berbagai jenis proten untuk mendistribusikannya pada sel-sel baru.

Selama proses produksi ini, terdapat enzim-enzim di sel-sel kita yang tugasnya memeriksa dan memastikan bahwa sel-sel telah menyalin dengan benar semua informasi genetik asli.

Karena adanya mekanisme pemeriksaan ini, tingkat kesalahan yang terjadi ketika sebuah sel manusia membelah diri sangatlah rendah (1 dalam 100,000) dan sesuatu kesalahan sangat jarang terjadi.

Ini tidak berarti bahwa TIDAK TERJADI kesalahan karena tidak ada yang mutlak di alam, namun ini hanya untuk menggambarkan bahwa sel-sel hewani tidak mengakumulasi mutasi seperti yang kerap terjadi pada virus.

Bagaimana dengan virus dong?

Ketika virus harus menulari induk-semangnya untuk membiak
dan menyebar, mereka bergantung pada kemampuan menjalankan proses pembiakan secepat mungkin.

Di samping itu, tidak terdapat mekanisme pemeriksaan dalam pembiakan virus seperti dalam pembiakan sel.

Dan ketika anda bekerja cepat, biasanya anda membuat lebih banyak kesalahan daripada ketika anda bekerja lebih lambat, khususnya jika tidak ada seorangpun yang memeriksa pekerjaan anda.

Inilah kenapa mutasi dalam virus terjadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mutasi sel (1 dalam 1000 untuk virus dibandingkan dengan 1 dalam 100,000 untuk sel hewan menyusui), dan kenapa begitu banyak varian SARS-CoV-2 muncul
hanya dalam dua tahun dari saat si virus ditemu-kenali.

Pertanyaan berikutnya adalah jika mutasi terjadi begitu sering, apakah semua mutasi tersebut berbahaya? Jawabnya adalah tidak.

Mutasi biasanya membawa tiga hal pada si virus: 1) Tidak terjadi apa-apa, 2) sesuatu yang merusak bagi keberlanjutan hidup si organisme atau 3) sesuatu yang bermanfaat bagi keberlanjutan hidup si organisme.

Mutasi jenis 1, atau sering disebut "mutasi senyap" biasanya tidak menyebabkan perbedaan tampilan atau fungsi pada si virus.

Jenis mutasi kedua akan menyebabkan sesuatu yang buruk bagi si virus, seperti menghambat daya-serang si virus (virulensi) atau malah membunuh si virus.

Jenis mutasi ini biasanya tidak diturunkan dan menurun pada generasi virus berikutnya karena ia tidak bermanfaat bagi
populasinya.

Di lain pihak, jenis mutasi ketiga merupakan sesuatu yang akan dipertahankan dan diturunkan ke generasi virus berikutnya karena ia membantu si virus menyebar dengan lebih baikd dan dengan lebih efisien.

Mutasi yang memunculkan varian Delta dan Omicron dapat digolongkan sebagai jenis mutasi ketiga karena ia sangat meningkatkan virulensi SARS-CoV-2.

Selain itu, sangat boleh jadi ia akan menjadi varian-varian dominan di tahun-tahun mendatang, karena mereka akan menjadi varian dengan daya-tular unggul dan karenanya akan bisa melampaui daya biak dari varian-varian lainnya.

Kita telah menyaksikan sebelumnya bagaimana cepatnya varian Delta menyebar dan bagaimana ia menjadi varian dominan di banyak negara dan tampaknya hal yang sama bisa terjadi dengan kasus Omicron dengan penemuannya di 25 negeri dalam hanya satu minggu sejak penemuan awalnya.

Berdasarkan data terbatas yang kita sejauh ini punyai terdapat potensi bahwa Omicron akan menyebar lebih cepat lagi. Namun kita masih tidak bisa pastikan apakah Omicron akan menyebabkan gejala yang lebih parah dibandingkan dengan para pendahulunya.

Data terbatas yang ada sejauh ini menunjukkan bahwa vaksin-vaksin yang ada masih berguna untuk melindungi dari pengaruh-pengaruh samping yang lebih parah dari COVID-19 dan bahwa para pasien yang telah tertular Omicron hanya menunjukkan gejala-gejala ringan. Masih harus dilakukan lebih banyak kajian tentang Omicron dan daya tularnya.

Sementara itu, apa yang kita bisa lakukan adalah tetap menegakkan protokol-protokol kesehatan seperti menggunakan masker ketika
berada di luar serta membatasi mobilitas kita sehingga kita bisa membatasi penyebaran dari si virus.

Pada saat yang sama, untuk memperkecil peluang tertular gejala-gejala parah dari Covid-19, mendapatkan vaksin juga direkomendasikan, terutama bagi sebagian dari kita dengan
penyakit bawaan/ko-morbiditas.

Kejutan akhir-tahun ini dengan munculnya sebuah varian baru SARS-CoV-2 boleh jadi bukan kejutan akhir tahun yang kita inginkan, tetapi ini, apa boleh buat, adalah yang kita terima.

Sebagai sesuatu organisme yang mampu beradaptasi, kita homo sapiens akan bisa beradaptasi pada tantangan baru yang Ibu Bumi lontarkan dari haribaannya dan kita akan berhasil melawannya.

*) PhD dalam Ilmu Biomedikal, University of California, Irvine, USA.

Artikel Terkait