Nasional

Hikmahanto: Pengesahan Perjanjian FIR Harus Dilakukan Melalui UU

Oleh : very - Jum'at, 18/02/2022 10:10 WIB

Prof Hikmahanto Juwana. (Foto: RMOL.ID)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Pengesahan Perjanjian Penyesuaian Area Layanan Navigasi Penerbangan atau Flight Information Region (FIR) antara pemerintah Indonesia dan Singapura harus dilakukan dengan UU, dan bukan Peraturan Presiden (Perpres). Hal itu untuk menunjukkan agar pemerintah terlihat lebih akuntabel.

Demikian diungkapan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana dalam siaran pers diterima di Jakarta, Jumat (18/2).

Menurut Hikmahanto, ada empat alasan pengesahan dilakukan dengan UU.

Pertama, FIR berkaitan dengan pengelolaan wilayah udara yang berada pada kedaulatan dimana keinginan Presiden dan rakyat adalah pengelolaan FIR yang selama ini didelegasikan ke Singapura diambil alih ke Indonesia.

“Menurut Pasal 10 huruf (c) UU Perjanjian Internasional maka bila terkait dengan kedaulatan wajib disahkan dengan Undang-undang,” ujarnya.

Kedua, pemerintah wajib transparan di mata rakyat mengingat bila disahkan memilki potensi berbenturan dengan Pasal 458 UU Penerbangan.

Ketiga, dulu waktu FIR 1995 memang disahkan dengan Keppres namun hal ini karena pada masa itu belum ada UU Perjanjian Internasional yang baru mulai berlaku tahun 2000 sehingga pemerintah bebas menentukan apakah pegensahan tersebut dilakukan dengan Keppres atau UU.

Keempat, perjanjian FIR perlu mendapat pembahasan oleh DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU Perjanjian Internasional dimana DPR tidak sekadar mengevaluasi sebagaimana diatur dalam Psl 11 ayat 2 UU Perjanjian Internasional.

Rektor Universitas Jenderal A. Yani mengatakan bahwa pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan Undang-undang apabila berkenan dengan: a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia; c. kedaulatan atau hak berdaulat negara; d.hak asasi manusia dan lingkungan hidup; e. pembentukan kaidah hukum baru; f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri. ***

Artikel Terkait