Opini

Surveilan & Intelejen Kesehatan

Oleh : luska - Rabu, 16/03/2022 13:18 WIB

Penulis : Prof Tjandra Yoga Aditama (Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit & Kepala Badan Litbangkes Kemenkes RI)

Surveilan adalah pengamatan terus menerus, disertai respon segera. Dari sisi lain maka dapat juga diartikan bahwa surveilan merupakan bagian tidak terpisahkan dari upaya *intelejensi kesehatan masyarakat*, agar dapat di monitor situasi penyakit yang ada serta dilakukan deteksi dini kalau ada awal peningkatan kasus, dan dilakukan respon segera agar situasi kesehatan segera terkendali dan tidak berkepanjangan. Pada dasarnya ada lima bentuk yang dapat menjadi dasar kegiatan surveilan kesehatan masyarakat.

Baca juga : PDPI 50 Tahun

Pertama, jelas perlu dilakukan surveilan pada besarnya masalah penyakit yang ada, baik jumlah kasus yang ada beserta trend kecenderungannya, maupun surveilan jumlah kematian dalam bentuk angka fatalitas (“Case Fatality Ratio”) serta angka mortalitas (“mortaility rate”).
Data yang ada tentu perlu ada pembandingnya, pertama situasi kini dengan waktu yang lalu, katakanlah jumlah kasus kini dibandingkan tahun yang lalu, ke dua perbandingan kecenderungan kenaikan/penurunan kasus dalam bentuk trend epidemiologi, serta ke tiga perbandingan dengan daerah/negara lain.

Bentuk surveilan ke dua adalah berdasar metodologi diagnosis, yaitu pertama berdasar pemeriksaan standar (PCR, kultur, atau bentuk lain sesuai penyakitnya), ke dua berdasar hal yang pasti dengan surveilan genomik yang kini merupakan acuan ilmiah utama di dunia, dan ke tiga surveilan bebasis gejal, misalnya dalam bentuk “National Syndromic Surveillance Program”.

Bentuk ke tiga adalah surveilan yang mengikuti konsep “One Health” yang menyebutkan bahwa status kesehatan masyarakat tergantung dari kesehatan manusia, hewan dan keadaan lingkungan. Karena itu, agar kita mendapatkan gambaran menyeluruh maka perlu surveilan tidak hanya perlu dilakukan pada manusia, tetapi juga pada hewan (zoonosis) serta surveilan pada lingkungan, sesuai konsep “human-animal health-environment interface”.

Bentuk ke empat adalah surveilan keadaan yang berhubungan dengan terjadinya penyakit, yang akan meliputi aspek yang oleh WHO disebut sebagai “social determinant of health”, seperti a..l. kemiskinan, kekurangan pangan, ketimpangan sosial dan diskriminasi, kondisi masa kanak-kanak yang tidak sehat, serta rendahnya status pekerjaan dll.

Tetapi apapun cara surveilannya, maka yang amat penting adalah harus di analisa hasilnya untuk dapat menjadi informasi dalam pengambilan keputusan. Ini lah bentuk ke lima dari pelaksanaan surveilan, yang sama pentingnya dengan pengumpulan data secara rutin di lapangan. Analisa data dapat dalam bentuk “Center for Forecasting and Analytics” misalnya, atau yang dibentuk WHO pada Mei 2021 yaitu “The WHO Hub for Pandemic and Epidemic Intelligence”.

Pada dasarnya ada lima kegiatan, 1) memprediksi, 2) mencegah, 3)mendeteksi, 4) melakukan persiapan (“preparegdness”) dan 5) melakukan respon, yang dapat dikatakan sebagai salah satu dasar penting *intelejensi kesehatan*, bagian amat vital dalam pengendalian penyakit, di negara kita dan juga di dunia.

 

Artikel Terkait