Nasional

Hikmahanto: Sikap Justin Trudeau Menolak Putin Sangat Disayangkan

Oleh : very - Sabtu, 02/04/2022 10:07 WIB

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI dan Rektor Universitas Jenderal A. Yani. (Foto: Pikiran Rakyat)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, telah menyampaikan secara langsung kepada Presiden Joko Widodo sebagai Presiden G20 terkait penolakan kehadiran Presiden Rusia dalam KTT G20 di Bali.

Penolakan ini senada dengan PM Australia Scott Morrison. Sementara Presiden AS meminta Indonesia untuk mempertimbangkan kehadiran Putin tanpa secara tegas menolak untuk hadir atau tidak bila Presiden Putin hadir.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan sikap Trudeau, Morrison maupun Joe Biden seolah telah menghukum Indonesia karena menjalankan prinsip sebagai tuan rumah yang baik. Sikap ini kemungkinan akan diikuti oleh Inggris, Jerman juga Uni Eropa.

Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Staf Khusus Menlu Dr Triansyah Djani mengundang semua anggota G20 adalah kewajiban seorang Presiden G20 baik pada masa lalu maupun di masa-masa mendatang, termasuk dalam pelaksanaan G20 bulan Nopember di Bali.

Keputusan ini dipilih lantaran Indonesia pada prinsipnya akan berpegang teguh pada aturan dan prosedur yang berlaku di kegiatan G20 dan dalam menjalankan diplomasi didasarkan pada Principles.

“Sikap Trudeau seolah memperlakukan Indonesia sama dengan Ukraina saat diserang oleh Rusia, ditinggalkan sendirian untuk memecahkan masalah,” ujar Hikmahanto melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (2/4).

Padahal seperti Ukraina yang hendak bergabung dalam NATO, Indonesia sebelumnya telah menuruti kemauan AS dan sekutunya untuk berhadapan dengan Rusia.

Indonesia, katanya, telah menjadi ko-sponsor dimana AS menjadi sponsor utama atas Resolusi Majelis Umum PBB untuk mengutuk serangan Rusia.

“Tentu Indonesia layak dihukum oleh AS dan sekutunya bila suara Indonesia abstain, bahkan menentang Resolusi PBB yang mengutuk Rusia,” ujar Rektor Universitas Jenderal A Yani itu.

Sikap PM Kanada dan Australia serta Presiden AS ini dinilai tidak berempati dengan posisi Indonesia sebagai Tuan Rumah G20.

Ini mengingat Indonesia telah melakukan berbagai persiapan, bahkan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan di tingkat teknis untuk membahas terobosan bagi tumbuhnya perekonomian dunia.

Semua ini dimatikan karena medan perang antara Rusia dengan AS dan sekutunya telah dipindahkan dari Ukraina ke Indonesia.

“Tidak seharusnya ego AS dan sekutunya terhadap Rusia dilampiaskan ke Indonesia yang sudah berani mengutuk Rusia atas serangannya. Terlebih Indonesia ber-risiko untuk kehilangan sahabatnya dan dimasukkan dalam katagori negara-negara yang tidak bersahabat oleh Rusia,” ujarnya.

Indonesia, kata Hikmahanto, masih memiliki ketergantungan dengan Rusia yang cukup signifikan mulai dari suku cadang pesawat tempur Shukoi hingga BBM yang telah disuling.

Bagi Indonesia, menurut Hikmahanto, harapan terhadap AS dan sekutunya sangat sederhana.

“Pertama jangan pindahkan konflik dengan Rusia ke Forum G20. Tidak seharusnya pernyataan akan hadir atau tidak disampaikan pada saat ini dan digantungkan pada syarat hadir tidaknya Rusia. Biarkan semua mengalir pada saatnya,” ujarnya.

Kedua, Indonesia tidak ingin ditekan dalam mengundang Rusia sebagai anggota G20. 

Bukannya tidak mungkin bila Indonesia mengikuti kehendak AS dan sekutunya maka Rusia akan mendapatkan dukungan dari China dan mungkin India. Dua negara ini akan bersikap untuk tidak hadir bila Rusia dihalangi untuk hadir.

Padahal China dan India merupakan dua negara penting di G20 karena memiliki jumlah penduduk yang besar.

Ketiga, AS dan sekutunya terus mendukung Indonesia sebagai Presiden dan tuan rumah yang baik dalam pelaksanaan event G20 tahun ini.

“Indonesia tidak ingin masalah geopolitik di Eropa berimbas pada pembahasan perekonomian dunia di masa mendatang. Terlebih dijadikan medan untuk melanjutkan upaya menjatuhkan Putin sebagai Presiden Rusia,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait