Opini

Motivasi & Kualitas Pendidikan

Oleh : luska - Jum'at, 16/09/2022 07:50 WIB

Oleh. Muhadam Labolo

Psikolog sosial McClelland dalam buku klasiknya _The Achieving Society (1961)_  menggambarkan hasrat manusia pada tiga kebutuhan utama yaitu _needs for power, needs for affiliation_ dan _needs for achievement._ Tiga kebutuhan itu dikembangkan dua puluh satu tahun setelah Maslow mengembangkan _theory of needs_ yang bersifat piramidal (1940).

_Needs for power,_ adalah kecenderungan yang dicirikan oleh hasrat menguasai atau dikuasai, relasi kuat-lemah, superior-inferior, penyeragaman dan takut pada perbedaan, membangun rivalitas bukan kompetisi, serta menguatkan kroni dibanding kompetensi.

_Need for affiliation_ tentang ketergantungan pada kelompok, kecemasan bila tak memperoleh pengakuan, mementingkan popularitas semu, berlindung di sebalik kelompok yang paling menguntungkan, cara memandang dan mementingkan pada soal siapa, bukan tentang apa _(the singer, not the song)._

_Need for achievement_ berhubungan dengan semangat kompetisi secara sehat, komitmen dan berusaha mencapai hal terbaik, menetapkan tujuan secara terukur, menghitung resiko & rintangan dari dalam dan luar, realistis dan menyadari keterbatasan, tak berharap pujian, menggunakan umpan balik, mengambil tanggungjawab pribadi, tak cepat puas, serta mencari tantangan baru.

Dalam organisasi birokrasi, ketiga karakteristik kebutuhan itu dapat bersemayam pada eselon tertentu. Penelitian Mukadis (2006) pada sebuah BUMN menunjukkan bahwa kebutuhan akan _achievement_ hanya milik golongan rendahan. Makin rendah eselon makin tinggi nilai _achievement_ dibanding eselon  sebaliknya.

Pada eselon tinggi, hasrat terhadap _needs for power_ semakin meluap. Menariknya, baik mereka yang berada di top manejer maupun rendahan punya _need for affiliation_ yang relatif sama. Sama-sama membutuhkan proteksi, dihantui perasaan cemas, butuh pengakuan, ingin populer dan mementingkan siapa.

Bila temuan itu ada benarnya, kita boleh menduga bahwa pendidikan hingga level tertentu belum berhasil mendorong _achievement,_ bahkan mungkin menghentikan meningkatnya nilai _achievement_ itu sendiri. Pendidikan lebih pada upaya memperlihatkan kuasa lewat gelar yang disandang.

Lebih jauh dapat dimaknai, motivasi sekolah dan berpendidikan tinggi lebih pada upaya memperluas kekuasaan, atau alat memperoleh keuntungan dan kenikmatan di semua sektor yang mensyaratkan gelar pendidikan. Pendidikan menjadi ladang industrialisasi yang memproduk ijazah sebanyak mungkin, bukan _achievement._

Kuasa yang dalam bilik formal di sebut wewenang _(authority)_ tampak masih dipandang sebagai upaya meluaskan dominasi dan hegemoni, bukan tanggungjawab _(responsibility)._ Akibatnya, ciri kepemimpinan mewujud lewat perintah _(order),_ paksaan _(coersive),_ kekerasan _(violance),_ dan ancaman _(threat)._

Penelitian itu menjelaskan pula bahwa budaya kerja keras belum dianggap sebagai sikap yang diidealkan tapi ciri orang miskin yang berusaha keluar dari lingkaran setan kemiskinan. Harapannya, bila telah kaya manusia tak perlu bekerja keras. Jadi nilai kerja keras sebagai bagian dari karakter kinerja bukanlah talenta yang justru dipelihara sebagaimana ciri bangsa maju. 

Artikel Terkait