Opini

KTT G-20 dan Keberadaan Pancasila dalam Taman Sari Dunia

Oleh : luska - Senin, 14/11/2022 16:26 WIB

Penulis :  Aris Heru Utomo

Diplomat pada Kementerian Luar Negeri, saat ini menjabat sebagai Direktur Pengkajian Materi Pembinaan Ideologi Pancasila pada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila

Sejak Minggu (13/11) beberapa kepala negara anggota G-20 sudah mulai berdatangan di Bali dalam rangka menghadiri perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20. G-20 merupakan satu-satunya forum ekonomi global yang menjadi representasi perekonomian dunia, karena negara-negara yang tergabung di dalamnya mewakili 60% populasi dunia, 75% perdagangan global, dan menguasai 85% dari PDB dunia. 

Dalam pertemuan yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada 15-16 November 2022 tersebut, sebagai Presidensi G-20, Presiden Joko Widodo akan memimpin pertemuan yang dihadiri total 41 undangan, yaitu 17 pemimpin G20, sembilan negara undangan, dan sepuluh pemimpin organisasi internasional. Tiga orang pemimpin G-20 yang berhalangan hadir diwakili oleh  Menteri Luar Negeri, salah satunya Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov yang mewakili Presiden Rusia Vladimir Putin yang memutuskan untuk tidak hadir dalam KTT G-20.

Di tengah pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan memanasnya situasi geopolitik yang antara lain disebabkan perang Rusia-Ukraina, pertemuan puncak G-20 kali ini memiliki peran sangat krusial dalam proses pemulihan ekonomi global. KTT G-20 dihadapkan pada tantangan untuk mampu menghasilkan langkah-langkah nyata dan terobosan besar untuk mengatasi krisis pangan, energi, dan keuangan global yang terjadi saat ini, serta mempercepat pemulihan bersama dan pulih menjadi lebih kuat.

Sebagai pemegang tampuk presidensi G20, Indonesia dalam posisi ideal untuk memainkan perannya dalam tataran global, antara lain melalui penentuan tema dan agenda konferensi yaitu Recover Together, Recover Stronger, dengan  tiga isu utama untuk KTT G20 tahun 2022 ini yaitu energi terbarukan, kesehatan dan dunia digital.

Melalui tema dan isu utama tersebut Indonesia berkesempatan menonjolkan kelebihan nilai-nilai yang dimiliki, terutama nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila yang memiliki pandangan dunia yang visioner dan tahan banting. Prinsip-prinsip dalam Pancasila mampu mengantisipasi dan merekonsiliasikan paham-paham yang saling bertentangan. 

Terjadinya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang signifikan di tengah pandemi, nyaris tidak adanya kekerasan politik dibanding negara lain, hingga hubungan antar agama yang harmonis, menunjukkan bahwa model ko-eksistensi (kehidupbersamaan) dapat hidup dalam tataran global. 

Keberhasilan Indonesia mencegah dan menangani kekerasan-kekerasan yang berbau identitas, terutama agama dan etnis, kiranya dapat dijadikan contoh. Indonesia luput dari kristalisasi agama dan paham nasionalisme sempit yang menjadi akar konflik di berbagai negara karena lebih menonjolkan nilai kebersamaan daripada perbedaan berdasarkan Pancasila.  

Menyikapi ketidakhadiran Presiden Vladimir Putin, yang banyak dipertanyakan publik, Pemerintah Indonesia dapat memaklumi alasan ketidakhadirannya. Ketidakhadiran pemimpin Rusia sesungguhnya tidak terlalu berpengaruh besar, karena sejatinya pertemuan G-20 merupakan forum ekonomi global yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan bersama terkait solusi paling efektif untuk krisis multidimensi yang sedang berlangsung. Solusi yang didasarkan pada model ko-eksistensi (kehidupbersamaan) dalam tataran global yang ditawarkan Indonesia. 

Diluncurkannya dana penanganan pandemi (Pandemic Fund) pada 13 November 2022 menunjukkan bahwa model ko-eksistensi dapat diaktualisasikan sebagai model pembiayaan yang mumpuni untuk mencegah dan menghadapi pandemi di masa yang akan datang.

Melalui dana penanganan pandemi, maka negara-negara G20 dapat mendorong penguatan arsitektur kesehatan global untuk mewujudkan sistem kesehatan global yang tahan terhadap risiko. 

Akhirnya, melalui Presidensi Indonesia di G-20 dan penyelenggaraan KTT G-20 di Bali kita melihat bahwa Pancasila telah berdiri sederajat dengan beranekaragam aliran sistem ekonomi-politik dunia di dalam Taman Sari Dunia. Merujuk pada pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945,  istilah Taman Sari Dunia menunjuk pada keberadaan negara-negara dunia yang beranekaragam aliran sistem ekonomi-politik dan ideologinya, tetapi berdiri sederajat. 

Artikel Terkait