Opini

Reses dan Penyamun di Bait Allah

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 27/11/2022 09:10 WIB

Andy Tandang (Foto: Ist)

Oleh Andy Tandang

Opini, INDONEWS.ID - Dalam Perjanjian Baru, Matius menulis kisah yang cukup progresif tentang Yesus. Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati.

Sebab ada tertulis: RumahKu akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.

Jika anda melacak kata penyamun di google, akan dibentangkan beberapa arti: perampok, penjahat, begal, bandit, brandal, penggarong.

Yesus marah ketika Bait Allah yang sejatinya difungsikan sebagai rumah do`a, tempat perjumpaan dengan Bapa, dialihfungsikan menjadi sarang perampok, pusat kompromi kejahatan para bandit, sekaligus arena Farisian untuk menjegal datangnya "Sang Adil".

Hari-hari ini, menjelang pesta politik lima tahunan, sejumlah politisi mulai turun gunung. Kalkulasi politik mulai dimainkan pelan-pelan. Kalah strategi bisa tumbang. Amunisi finansial pas-pasan - jangan pernah berharap lebih. Sebab, Dewi Keadilan hanya akan berpihak pada mereka yang punya kantong tebal.

Yang menarik adalah beberapa politisi mulai menggunakan rumah ibadah sebagai arena tukar tambah gagasan politik di masa reses. Ada semacam upaya menampung kegusaran rakyat di balik `tembok ratapan`; kondisi ekonomi yang naik turun, fasilitas infrastruktur yang belum memadai, aspek kesehatan dan pendidikan yang masih absen diperhatikan negara, semisal.

Tentu, kita berbangga bahwa para politisi yang sudah pernah diberi mandat oleh rakyat kembali ke kampung, meluangkan waktu mampir sejenak ke basis, meskipun sekali setahun jelang perayaan politik. Yang pasti, dengan seluruh rasa optimis yang masih tersisa, mereka benar-benar bekerja dan mengabdi untuk rakyat.

Kita juga patut bersyukur, bahwa mendengar sederet narasi kecemasan publik melalui reses di rumah ibadah merupakan bentuk pemakluman terhadap dimensi religius politik demi mendekatkan diri kepada Allah. Ada semacam keyakinan teologis bahwa roh Illahi itu mesti sungguh-sungguh menubuh dalam karya pelayanan politik.

Saya sebetulnya tidak ingin terlalu gegabah menghakimi politisi yang menjadikan rumah ibadah sebagai ruang perjumpaan politik. Jauh-jauh hari, Filsuf Yunani Aristoteles telah memberi signal bahwa politik itu baik adanya.

Di sana, interaksi warga negara demi mencapai kebaikan bersama (bonum commune) dihidupkan. Karena itu, diskursus politik di rumah ibadah setidaknya bisa diterima sebagai upaya mencapai bonum commune di bawah bimbingan Illahi.

Yang perlu diwaspadai adalah potensi penggunaan rumah ibadah oleh para bandit untuk melelang janji-janji politik. Turun reses hanya untuk menghabiskan duit rakyat. Kecemasan publik dipolitisasi demi mengisi kantong pribadi dan keluarga, serentak propaganda politik dilancarkan dengan target mendulang suara. Inilah wajah baru para penyamun yang dikecam Yesus dalam Perjanjian Baru.

Kita berharap, para politisi yang doyan reses di rumah ibadah, bukan bagian dari penyamun yang dihajar Yesus di Bait Allah.*

Artikel Terkait