Nasional

Sekjen PBB Bila Perlu Menarik Mundur Kepala Perwakilan PBB di Indonesia

Oleh : very - Senin, 12/12/2022 20:53 WIB

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI dan Rektor Universitas Jenderal A. Yani. (Foto: Pikiran Rakyat)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pernyataan Perwakilan PBB di Indonesia terkait KUHP yang telah disahkan oleh DPR terkesan menceramahi pemerintah Indonesia dan merendahkan para pakar di Indonesia.

Terkesan juga bahwa Perwakilan PBB di Indonesia tersebut hendak beroposisi dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan memanfaatkan nama besar PBB dan kekebalan diplomatik yang dimiliki.

“Kepala Perwakilan seolah hendak menjadi oposisi terhadap pemerintah dengan memanfaatkan nama besar PBB dan kekebalan diplomatik yang dimiliki,” ujar Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, dalam pernyataan pers yang diterima redaksi di Jakarta, Senin (12/12).

Rektor Universitas Jenderal A. Yani ini mengatakan, Kepala Perwakilan seharusnya memahami prinsip yang terkandung dalam Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB yang menegaskan PBB tidak akan turut campur dalam urusan dalam negeri anggotanya.

Karena itu, Kepala Perwakilan PBB setelah dipanggil oleh Kemlu, dan menyadari kesalahannya, sebaiknya meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Pasalnya, tindakan yang bersangkutan telah menciderai harkat martabat Indonesia sebagai negara yang berdaulat.

“Bila perlu Sekjen PBB segera menarik mundur Kepala Perwakilan PBB sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pejabatnya. Hal ini untuk meredam kemarahan publik di Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan bahwa Kementerian Luar Negeri telah memanggil Wakil PBB untuk Indonesia untuk meminta klarfikasi terkait pernyataannya tentang KUHP yang baru saja disahkan DPR-RI, pada Senin (12/12).

Dalam keterangannya, Wakil PBB mengkhawatirkan adanya sejumlah pasal yang berpotensi bertentangan dengan hukum internasional di bidang HAM dan kebebasan berekspresi. Dikatakan oleh Wakil PBB, Indonesia harus menyelaraskan hukum dalam negeri dengan kewajiban hukum internasional, hak asasi manusia dan komitmen terhadap Agenda 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs/Social Development Goals).

Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, Dr. Darmansjah Djumala, MA, mengapresiasi pemanggilan tersebut.

“Langkah Kemlu memanggil Perwakilan PBB di Indonesia layak diapresiasi. Sebab, apa yang dilakukan oleh Wakil PBB itu sudah bisa dikategorikan mencampuri urusan dalam negeri negara berdaulat. Wakil PBB mestinya paham tata krama perwakilan asing di suatu negara. Dia harus menghormati adab pergaulan internasional yang sudah menjadi fatsun diplomasi,” ujar Djumala.

Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB itu menegaskan bahwa sebagai Wakil PBB mereka mestinya sudah paham bahwa dalam diplomasi multilateral, khususnya dalam isu HAM dikenal prinsip universality dan particularity.

“Dunia mengakui HAM adalah nilai universal. Tapi dalam banyak kasus di tataran praksis, penerapan HAM di banyak negara harus disesuaikan dengan nilai sosio-kultural setempat agar tercipta harmoni sosial,” katanya.

Dalam upaya menjaga harmoni sosial itulah, lanjut Djumala, Pemerintah dan DPR-RI sepakat menyetujui pasal-pasal terkait HAM di KUHP.

Dia mengatakan, bagi Indonesia, harmoni sosial itu sebuah keharusan dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Di tengah masyarakat yang beragam etnik, ras, agama dan budaya, harmoni sosial yang diinspirasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi acuan dalam pembentukan hukum positif. 

Sedangkan terkait dengan realisasi komitmen SDGs yang dikhawatirkan tidak dapat dipenuhi, kata Djumala, yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden/Sekretaris Presiden Jokowi periode I itu, bahwa Wakil PBB tak perlu meragukan hal tersebut. Sebab, Indonesia tentu berupaya memenuhi komitmennya sesuai dengan kondisi politik, ekonomi dan sosial-budayanya.

Terlebih lagi, SDGs merupakan pedoman umum bersifat normatif-kolektif dan tidak mengikat (non legal binding) bagi negara anggota untuk pemenuhan pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

“Sebagai anggota masyarakat internasional, tentu Indonesia punya komitmen tinggi untuk merealisasikan target SDGs sesuai dengan kondisi sosial ekonominya. Indonesia tahu apa yang terbaik bagi negara dan bangsanya, tanpa harus didikte negara lain. Termasuk dalam menyusun hukum negara, Indonesia sudah pasti bertindak dengan cermat dan hati-hati dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan invidu, negara dan masyarakat yang beragam dalam etnik, ras, agama dan budaya,” pungkas Djumala. ***

 

Artikel Terkait