Nasional

Diduga Rugi Triliunan Rupiah, Kebakaran Trafo PHR Harus Dibongkar

Oleh : very - Kamis, 15/12/2022 12:56 WIB

Pertamina Hulu Rokan. (Foto: Sabang Merauke News)

Jakarta, INDONEWS.ID - Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok sky Khadafi akhirnya ikut menyoroti kasus soal terbakarnya trafo milik PT Pertamina Hulu Rokan di Blok Rokan yang diduga merugikan Pertamina triliunan rupiah.

Dia mengatakan, bagian operasi PHR, yang dalam hal ini mengelola Blok Rokan, harus bertanggung jawab lebih akibat kebakaran yang menghancurkan produksinya tersebut.

“Bongkar saja jangan jadi ajang anggaran BUMN ini dilaporkan rugi terus,” jelas Uchok saat di temui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/12).

Dia mengatakan, dari informasi yang diperoleh, meledaknya trafonya menjadikan sebagian produksi terhenti. Dan itu pasti akan merugikan Pertamina. Namun, kerugian tersebut tidak dibuka oleh PHR.

“Harusnya pihak bagian operasi PT PHR bisa menyampaikan atau membuka informasi kerugian akibat kebakaran trafo itu,” tegasnya.

Seperti diketahui, fasilitas produksi PHR merupakan bekas Chevron dan saat ini telah menjadi milik Wilayah Kerja Pertamina. Namun saat terjadi kebakaran trafo di PHR pasti mengabibatkan kerugian berupa produksi minyak mengalami penurunan.

“Mestinya pihak PHR dalam hal ini para pemimpinnya terbuka menyampaikan informasi kerugian Pertamina Hulu Rokan itu, sebab hasil audit akan ketahuan boroknya,” beber Uchok.

Uchok meminta aparat hukum untuk bisa memeriksa kasus tersebut. “Saya sih ingin sampaikan bahwa kebakaran atau adanya kecelakaan di sebuah fasilitas BUMN harusnya di buka ke publik dan disampaikan secara jelas, agar nanti tidak ada lagi kebohongan bahwa Pertamina rugi terus dari effect ini,” katanya.

“Publik akan tahu apa yang terjadi bukan malah ditutupi rapat-rapat atas kasus kebakaran yang mana Pertamina diduga rugi banyak akibat produksi minyak anjlok,” pungkas Uchok.

Sebelumnya pengamat energi dari UGM Fahmy Radhi meminta PHR untuk membuka peristiwa kebakaran trafo tersebut.

“Intinya jika terbakarnya trafo PHR maka ini juga harus diperiksa apa ada human erorr atau trafo itu sudah tidak berfungsi karena masih peninggalan Chveron lalu. Tapi jika baru yang kelola PHR maka harus diaudit dan Pertamina harus tanggung jawab, kenapa alat vital untuk produksi migas bisa seperti itu. Kan harusnya ikuti SOP yang jelas dengan standar internaional,” ungkap Fahmi.

PHR, kata Fahmy, memang merupakan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Blok Rokan di Provinsi Riau. PT CPI sudah habis masa kontrak selama lebih 90 tahun, namun kini dikelola oleh Pertamina.

“Kasus trafo kebakaran itu bagian dari rangkaian kasus PHR. Maka jika anjlok produksi yang infonya 95 ribu barrel dari 165.000 barrel per hari menjadi hanya 70.000 barrel per hari, untuk silakan cek lagi jika benar ama harus diterima kenyataan memang cadangan di sana sudah tak banyak lagi. Kecuali ditemukan sumur baru tapi sampai kini belum ditemukan juga,” papar Fahmi. ***

 

 

Artikel Terkait