Nasional

Dewan Pakar BPIP: Insiden bakar Al Quran, kegagalan mengelola perbedaan dan kebebasan berekspresi

Oleh : luska - Rabu, 25/01/2023 16:06 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Dunia Islam kembali digemparkan oleh tindakan provokatif yang dilakukan oleh pemimpin partai politik sayap kanan Denmark Garis Keras, Rasmus Paludan di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, 21 Januari 2023. Beberapa negara mengutuk tindakan itu, antara lain Arab Saudi, Yordania, Qatar, Kuwait, Indonesia, dan Malaysia.

Aksi protes rasis itu merupakan buntut perselisihan antara Swedia dan Turki terkait keanggotaan Swedia di NATO. Turki menjegal upaya Swedia untuk menjadi anggota NATO. 

Sejak lama hubungan Turki dan Swedia memang panas dingin. Swedia sebagai negara demokrasi memberi izin tinggal kepada kelompok oposisi Pemerintah Turki, Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Partai oposisi ini kerap kali mengadakan demo di Swedia dan Pemerintah Swedia membiarkan dengan alasan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Padahal baik di Turki maupun di Uni Eropa dan AS partai tsb. digolongkan sebagai kelompok teroris. 

Dimintai tanggapannya secara terpisah, Dr. Darmansjah Djumala, MA, Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri mengatakan setiap tindakan yang melecehkan simbol-simbol keagamaan, apalagi kitab suci suatu agama, tidak bisa dibenarkan. Diakui bahwa sebagai negara demokrasi Swedia menjamin kebebasan berpendapat dan bereskpresi. Namun, kata Dr. Djumala, kebebasan berpendapat tidak bergerak dalam ruang bebas nilai.  Meski kebebasan individu dijamin, ia berada dalam ruang sosial, dimana berlaku nilai-nilai yang beragam sebagai konsekuensi masyarakat yang majemuk. Pada titik inilah, menurut Dr. Djumala, dibutuhkan tanggung jawab sosial dari setiap individu, dengan menunjukkan sikap toleransi terhadap keyakinan pihak lain. Bebas tapi bertanggung-jawab. Bebas tapi tetap menghormati perbedaan. 

Lebih jauh dikatakan, jika suatu negara menghargai hak azasi manusia, pada saat bersamaan juga harus menghormati hak individu untuk memeluk agama sesuai keyakinan. Jika negara mengusung nilai demokrasi tentu menghargai perbedaan dan menghormati agama dan keyakinan orang lain. Diperlukan kearifan untuk menjaga keseimbangan antara kekebasan berekspresi dan menghargai agama dan keyakian orang lain. Jika di suatu negara masih terjadi pelecehan agama itu pertanda kegagalan dalam mengelola perbedaan dan kebebasan berekspresi, tutup Djumala.(Lka)

TAGS : BPIP

Artikel Terkait