Opini

Di taman, Kita berolah raga, berdiskusi dan baca puisi

Oleh : luska - Minggu, 12/03/2023 09:04 WIB

Oleh: Abustan (Pengajar/Dosen Universitas Islam Jakarta)

BERUNTUNG kita dapat mengikuti garak zaman berevolusi, berinovasi. Terus memberikan perubahan dan perbaikan  terhadap rupa - rupa dimensi kehidupan manusia. Seperti kata penyair Indonesia WS Rendra: kemarin dan esok adalah hari ini. Langit di luar, bumi di dalam bersatu dalam jiwa.

Itulah hari ini yang kita pijak buminya, kita hirup udaranya yang akan menentukan hari esok. Namun, hari kemarin haruslah dijadikan refleksi dan pembelajaran untuk hari esok.

Dalam konteks itulah, Albert Einstein pernah berkata "Reflection is much more important than knowledge". Kita perlu memetik pelajaran berharga di masa lalu untuk merajut masa depan. Bukankah keledai saja dapat belajar dari apa yang pernah dialaminya sehingga tidak pernah jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya ?.

Baca juga : Menggali Kenangan

Hari ini, sejak pagi kita berada di taman Ecopark Tebet, berbaur dan bersama masyarakat yang ikut senam pagi. Terasa sekali taman telah berfungsi lebih jauh juga sebagai simpul dan "kantong" budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.

Apalagi hari ini, secara ketatanegaraan juga tercatat sebagai hari SUPERSMAR atau yang lazim disebut Surat Perintah Sebelas Maret, sehingga benar - benar kita memanfaatkan taman dengan aneka ragam fungsi (Multiplier  efec) sebab juga tempat berdiskusi dan melaksanakan parade puisi seperti yang dilaksanakan komunitas SATU PENA DKI.

Memang, diskusi di era baru sekarang ini, bukanlah monopoli ruang - ruang tertutup (ber- AC) di hotel - hotel tetapi juga di ruang publik yang mudah dijangkau dan sangat efisien / efektif karena bersentuhan langsung serta berinteraksi dengan masyarakat yang ada disekitar tempat acara berlangsung. Jadi, perpaduan getaran alam dan ruh dalam puisi secara intuitif terasa sekali keindahannya.

Ruang mewah yang dibalut dengan kecanggihan teknologi memang terasa dahsyat. Namun, rasa bathin manusia ciptaan Tuhan lebih "dahsyat" lagi jika bersentuhan secara alamia dengan karunia Tuhan yaitu alam semesta.

Itulah sebabnya, di taman sejak dulu di era Romawi diceritakan para filsuf,  diantaranya filsuf Cicero yang banyak menelorkan pemikiran hukum/konstitusi, salah satu yang paling fenomenal adalah : hukum bertujuan melindungi tatanan masyarakat dengan penegakan hukum yang tidak hanya bersifat yuridis formal, tetapi juga bernuansa sosial, sebagai mana Postulat " salus poluli suprema Lex esto" keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi kata Cicero.

Karena itu, sudah saatnya pula pemerintah daerah (local government) menjalankan tata kelola pemerintahan dengan semangat mempungsikan taman - taman kota juga sebagai simpul budaya. Dengan demikian, dinamika dan akselerasi sfirit pemerintah daerah untuk menghidupkan taman kota yang lebih humanis lebih nampak ketimbang menatap taman kota sebagai sesuatu yang angker "menakutkan" sehingga terkesan tercerabut dari nilai - nilai budaya lokal, kearifan yang ada di suatu daerah.

Jakarta, 11 /3/2023
Komunitas SATU PENA

TAGS : Abustan

Artikel Terkait