Nasional

Lapor Balik Ketua IPW Atas Kasus Wakil Menteri Hukum dan HAM Adalah Pembungkaman terhadap Kebebasan Sipil

Oleh : very - Jum'at, 31/03/2023 20:37 WIB

Koordinator Tim Advokat Penegakan Hukum & Keadilan (Tampak), Roberth B. Keytimu, S.H. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Saat ini sedang marak pemberitaan media tentang laporan terhadap Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso di  Bareskrim Polri, dengan  pasal pencemaran nama baik.

Ini merupakan laporan balik terhadap Sugeng Teguh Santoso yang sebelumnya telah melaporkan Edward Omar Sharif Hiariej Wakil Menteri Hukum dan Ham ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima uang Rp. 7 miliar melalui asisten pribadinya berinisial YAR dan YAM. Pemberian uang ini terkait dengan sengketa kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri.

Koordinator Tim Advokat Penegakan Hukum & Keadilan (Tampak), Roberth B. Keytimu, S.H. mengatakan, laporan terhadap Sugeng Teguh Santoso tersebut layak dipertanyakan. Dia mengatakan, laporan tersebut merupakan pembungkaman terhadap kebebasan sipil masyarakat terkait dengan peran serta masyarakat dalam  pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Jelas upaya melaporkan balik Sugeng Teguh Santoso ini  mengebiri peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima redaksi INDONEWS.ID di Jakarta, Jumat (31/3).

Padahal, katanya, peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dilindungi Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang diatur dalam  pada  Pasal 41.

Selain itu juga peran masyarakat dilindungi dalam Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diatur dalam pasal 2, yang menyatakan bahwa “masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, termasuk hak untuk memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi dengan berpegang teguh pada asas-asas hukum yang berlaku”.

Dalam hal ini ditegaskan bahwa berdasarkan UU Tipikor dan Peraturan Pemerintah  No 14 Tahun 2018 bahwa masyarakat dapat berperan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Ironinya dengan laporan ini menunjukkan tidak konsistennya negara melalui Bareskrim Polri. Seharusnya Bareskrim Polri menolak laporan ini karena hal ini selain pembungkaman terhadap kebebasan sipil masyarakat juga merupakan intimidasi dan ancaman  terhadap masyarakat  yang peduli atas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi,” katanya.

Karena itu, Roberth yang merupakan putra asal Maumere-Flores-Nusa Tenggara Timur ini mengatakan, laporan ini tidak layak ditindaklanjuti, sebab yang seharusnya diprioritaskan untuk ditindaklanjuti penanganannya lebih dahulu adalah laporan Sugeng Teguh Santoso ke KPK yang melaporkan Eddy Hiariej Wakil Menteri Hukum dan Ham ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima uang Rp. 7 miliar.

“Karena itu Bareskrim Polri harus dengan bijaksana menghentikan proses tindak lanjut atas laporan terhadap Sugeng Teguh Santoso. Atau Bareskrim Polri menunda proses tindak lanjut atas laporan terhadap  Sugeng Teguh Santoso sampai laporan Sugeng Teguh Santso ke KPK berkekuatan hukum tetap, final, dan mengikat.

Landasan hukum untuk menunda proses tindak lanjut atas laporan terhadap  Sugeng Teguh Santoso diatur dalam Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Undang-undang ini menyatakan  “Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Karena itu, Tim Advokat TAMPAK menyatakan sikap dan tuntutan sebagai berikut:

Pertama, laporan terhadap ketua IPW Sugeng Teguh Santoso merupakan pembungkaman terhadap kebebasan sipil masyarakat terkait dengan peran serta masyarakat dalam  pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu juga merupakan intimidasi dan ancaman  terhadap masyarakat  yang peduli atas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kedua, mendesak Kapolri agar memerintahkan Bareskrim Polri menghentikan proses tindak lanjut atas laporan terhadap Sugeng Teguh Santoso terkait  pencemaran nama baik. Atau menunda proses tindak lanjut atas laporan terhadap  Sugeng Teguh Santoso sampai laporan Sugeng Teguh Santoso ke KPK berkekuatan hukum tetap, final, dan mengikat.

Ketiga, meminta KPK untuk segera menindaklanjuti penangananan laporan ketua IPW Sugeng Teguh Santoso ke KPK yang melaporkan Eddy Hiariej Wakil Menteri Hukum dan Ham ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima uang Rp. 7 miliar.

Keempat, meminta KPK agar memberikan perlindungan terhadap Sugeng Teguh Santoso selaku pelapor dalam dugaan tindak pidana korupsi, termasuk berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menghentikan proses tindak lanjut atas laporan terhadap Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagaimana diamanatkan pasal 15 UU No. 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dan pasal 12 Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kelimat, meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar memberikan perlindungan terhadap Sugeng Teguh Santso selaku pelapor dugaan tindak pidana korupsi ke KPK.

Keenam, meminta Komisi Nasional Hak Asasai Manusia (Komnas Ham), agar mendedak Bareskrim Polri segera menghentikan proses tindak lanjut atas laporan terhadap Sugeng Teguh Santoso terkait  pencemaran nama baik, sebab dalam perspektif Ham bahwa penegak hukum tidak dipernankan melakukan proses hukum terhadap masyarakat yang tidak ada indikasi dugaan melakukan tindak pidana. ***

Artikel Terkait