Nasional

Da`i dan Da`iyah Berperan Penting dalam Program Kontra Radikalisasi dan Deradikalisasi

Oleh : very - Rabu, 24/05/2023 20:46 WIB

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Prof Prof. Dr. H. Rycko Amelza Dahniel, M.Si. (Foto: Dok PMD BNPT)

Bandung, INDONEWS.ID - Da`i dan Da’iyah memiliki peran yang sangat sentral dan penting serta menjadi kunci keberhasilan dalam menjalankan program kontra radikalisasi maupun program deradikalisasi dalam upaya penanggulangan radikal terorisme di Indonesia

Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Prof Prof. Dr. H. Rycko Amelza Dahniel, M.Si,pada acara Sarasehan dan Dialog Kebangsaan bersama Da’i dan Da’iyah se wilayah Bandung Raya. Acara yang dihadiri hamper 400 Da’i dan D’iyah yang mengambil tema “Peran Da’I dalam Pencegahan Paham Radikal Terorisme” ini berlangsung di Pullman Hotel, Bandung, Rabu (24/5/2023).

“Kontra radikalisasi adalah untuk memberikan penjelasan memberikan pelurusan, melakukan pengoreksian  kepada masyarakat baik yang diberikan secara langsung secara konvensional dengan menggunakan teknologi IT atau media maupun gabungan terhadap keduanya,” ujar Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Lebih lanjut Kepala BNPT menjelaskan, bahkan selama ini BNPT sendiri dalam melaksakan program deradikalisasi juga menggunakan berbagai metode yakni melakukan perubahan pemahaman kepada para napi maupun mantan napi terorisme dengan memakai tokoh agama.

“Para Dai dan Daiyah, tokoh-tokoh agama harus masuk memberikan tausiyah untuk memberikan pemahaman dan meluruskan ajaran-ajaran yang telah sudah dibelokkan oleh kelompok-kelompok intoleran tadi,” kata mantan Kalemdiklat dan Kabaintelkan Polri ini.

Untuk itulah menurut Kepala BNPT pihaknya bersama Kementerian Agama (Kemenag) dan juga Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkumpul bersama para Da’i dan Da’iyah yang ada di wilayah Bandung Raya untuk menyamakan persepsi tentang program-program kontra radikalisasi terhadap berbagai ajaran-ajaran yang mengajarkan kekerasan yang mengarah kepada radikalisme dan terorisme termasuk intoleran, baik yang berkembang dalam dunia media sosial maupun di dalam kehidupan masyarakat.

“Disinilah kita melakukan penyamaan persepsi dalam melaksanakan kegiatan deradikalisasi terhadap saudara-saudara kita yang tersesat sehingga harus menjalani hukuman dan menjadi napiter baik yang masih dalam proses penahanan yang sudah dalam lembaga pemasyarakatan dan termasuk yang sudah keluar,” ujar pati yang pernah menjabat sebagai Kapolda Jawa Tengah dan Kapolda Sumatera Utara ini.

Tujuan yang kedua adalah untuk meluruskan niat dan menyatukan tekad dalam memberikan yang terbaik kepada generasi muda bangsa. Dimana dirinya juga telah memberikan gambaran tentang situasi saat ini menjelang tahun politik. Apalagi penyebaran ideologi atau paham intoleran, radikal, terorisme ini masih terus bertebaran di masyarakat sehingga pihaknya mengajak stakeholder terkait untuk melakukan tindakan di lapangan.

“Tindakan baik dengan menggunakan cara-cara konvensional tatap muka di sekolah-sekolah, SD, SMP, SMA, Universitas, Perguruan Tinggi, di pondok pondok pesantren, di sekolah Islam, di kelompok-kelompok masyarakat semakin kita giatkan seperti itu,” kata mantan Gubernur Akpol ini.

 

Trend Peningkatan Intoleransi di Kalangan Pelajar

Dalam kesempatan tersebut Kepala BNPT juga menyatakan ada tren peningkatan intoleransi di kalangan pelajar SMK di Kota Bandung dan penelitian terhadap hal tersebut saat ini sedang dilakukan oleh BNPT. Menurutnya ada peningkatan penyebaran paham intoleransi di Kota Bandung, namun belum mengarah pada ekstrem. Artinya masih bisa dilakukan pencegahan sejak dini.

“Dan hasil penelitian terhadap anak SMK Kota Bandung menjadi lokus penelitian yang sudah mulai terjadi ada peningkatan tentang intoleran yang pasif, meskipun belum ke arah sana tapi sudah ada. Hal ini menjadi cambuk dan peringatan untuk kami semua untuk semakin gencar di sekolah SD, SMP dan SMA hingga universitas jangan sampai mereka kena tipu di manipulasi,” ujar Rycko.

Alumni Akpol tahun 1988 ini pun mengatakan bahwa Kemenag saat ini telah memberikan tugas kepada sekitar 50 ribu orang Da’i dan Da’iyah di seluruh Indonesia untuk menyebarkan pesan perdamaian di tengah perbedaan serta untuk mencegah munculnya radikalisme dan terorisme di masyarakat.

“Kementerian Agama sudah menugaskan 50 ribu dai dan daiyah di seluruh Indonesia, sementara dari MUI ada 1.300 (dai-daiyah) yang ter-standardisasi menyebarkan ini dan mereka khusus menyebarkan, memberikan pemahaman, memberikan penjelasan, mengoreksi permasalahan yang berkaitan dengan radikalisme,” katanya.

 

Program Dai Kebangsaan

BNPT juga mendukung ‘Program Dai Kebangsaan’ yang digagas Kemenag dan unsur terkait lainnya dengan memberikan beberapa konten materi penangkal radikalisme dan intoleransi.

"Kami ingin memberikan pemahaman dan menyatukan tekad dan luruskan niat serta kita berikrar agar negeri ini tetap aman dan damai. Memperkuat keberagaman dan menatap ke depan semakin aman sejahtera," kata Kepala BNPT mengakhiri.

Dalam kesempatan tersebut Staf Khusus Menteri Agama, Dr. H. Nuruzaman yang hadir mewakili Menteri Agama, mengatakan bahwa dalam menghadapi tahun politik Kementerian Agama (Kemenag)  meminta kepada para Da’i dan Da’iyah untuk tidak menggunakan agama sebagai alat dalam melakukan elektoral. 

“Di negara demokrasi semua orang boleh memilih partai apapun dan juga memberikan dukungan kepada siapapun. Tapi karena dia sebagai Dai kalau dia memberikan ceramah, kalau memang mau memilih partai politik atau kampanye terhadap salah satu pasangan calon silakan. Nggak ada yang melarang. Tapi tentu menggunakan cara-cara yang baik,” ujar Dr. H. Nuruzaman.

Lalu kemudian kalau Da’i dan Da’iyah tersebut memilih untuk tidak menjadi juru kampanye dan bersikap netral, maka para Dai dan Daiyah ini pilihannya adalah mengajak orang untuk damai dalam perbedaan. “Boleh perbedaan politik, tapi tentu tidak boleh ada perbedaannya yang dapat menimbulkan gesekan. Itu yang harus ditekankan,” ujarnya.

Selain itu dirinya meminta kepada para Da’i dan Da’iyah  untuk tidak menjadikan agama sebagai isu elektrokal. Karena agama itu terlalu Suci untuk kepentingan-kepentingan politik praktis. “Kita menjaga agar para Dai atau siapapun yang berkampanye termasuk politisi jangan menggunakan agama. Ia (Agama) adalah milik Tuhan dan agama ini suci. Kita menghindari politik identitas dan tentu yang spesifik adalah tentang agama,” ujarnya.

 

Masjid Tidak Boleh Jadi Arena Politik Praktis

Hal senada juga diungkapkan Ketua Komisi MUI, Drs. KH. Ahmad Zubaidi, M.A. Menurutnya di menghadapi tahun politik, dirinya mengingatkan para Da’i dan Da’iyah agar berhati-hati dalam berceramah. Para Da’i dan Da’iyah diharapkan tetap bersikap netral sebagai upaya untuk mewujudkan perdamaian dan persatuan di masyarakat serta menjaga ceramah agar tidak memecah belah umat.

“Tentunya pada tahun politik ini, para dai ditantang untuk bersikap netral, tidak ke kanan dan ke kiri. Tapi, kalaupun dai jadi jurkam (juru kampanye), bisa menyampaikan dengan cara yang baik dan tidak memecah belah umat,” ujar KH Ahmad Zubaidi.

Menurut Kiai Ahmad, para Da’i dan Da’iyah sebaiknya bisa bersikap netral dan  menjadi penengah ketika ada konflik di masyarakat. Bukan hanya untuk para dai dan daiyah, pesan yang disampaikan juga kapada  para pengurus masjid.

“Jadi, masjid harus jadi rumah bersama, tidak jadi arena politik praktis,” kata dia.

Oleh karena itu menurut Kiai Ahmad, peran dari para Da’i dan Da’iyah ini sangat penting sebagai juru bicara umat. Oleh karena itu, kata dia, MUI sejak 2015 berfokus mengarahkan Da’i dan Da’iyah terkait konsep berdakwah.

“MUI sudah membaca ada fenomena masyarakat ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Dua hal ini membahayakan, apalagi kalau dibumbui dakwah-dakwah,” kata Kiai Ahmad mengakhiri.

Turut hadir dalam acara tersebut yakni Ketua Umum MUI Jabar Prof. Dr. KH. Rachmat Sjafei, Lc., M.A., Wakapolda Jabar, Brigjen Pol . Bariza Sulfi, S.IK, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Barat (Bakesbangpol) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Iip Hidajat yang mewakili Gubernur Jabar dan tamu undangan lainnya.

Sementara pejabat BNPT yang turut hadir yakni Deputi bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi, Mayjen TNI Nisan Setiadi, SE, eputi bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan, Irjen Pol Ibnu Suhendra, S.Ik, Direktur Pencegahan, Prof Dr. Irfan Idris, MA dan Kasubdit Kontra Propaganda Kolonel Sus. Drs. Solihuddin Nasution.

Acara tersebut dilanjutkan dengan Dialog Kebangsaan yang dimoderatori Staf Ahli Kedeputian bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi, KH. M. Suaib Tahir, Lc, MA, Ph.D dengan menghadirkan narasumber  Ketua Komisi Dakwah MUI Drs. KH. Ahmad Zubaidi, M.A., Ketua Prodi Kajian Terorisme Universitas Indonesia Muhamad Syauqillah, M.Si., Ph.D., dan Direktur Pencegahan BNPT Prof Dr. Irfan Idris. ***

Artikel Terkait