RR: Sistem yang Rusak Hanya Lahirkan Penguasa yang Mengabdi pada Bandar
Jakarta, INDONEWS.ID – Dalam sistem yang rusak, pemilu hanya akan menghasilkan penguasa – bukan pemimpin – yang hanya mengabdi pada bandar. Jangan diharapkan akan lahir pemimpin yang benar-benar mengabdi dan mengusahakan kesejahteraan rakyat.
“Sistem sudah rusak, penguasa hanya mengabdi ke bandar. Bukan pada rakyat,” kata Tokoh Pergerakan Dr. Rizal Ramli dalam diskusi Kebangsaan di Giri Dago, Bandung, Sabtu sore (27 Mei 2023).
Mantan Menko Perekonomian ini mengatakan, dalam sistem yang rusak, tak mungkin bisa melahirkan pemimpin yang berdaulat, amanah dan memperjuangkan kepentingan rakyat.
Ekonom senior ini mengatakan, lihat saja koalisi yang dibentuk partai politik akhir-akhir ini. Dia mengatakan, koalisi tersebut hanya berdasarkan arahan para cukong, atau kaum oligarki.
“Partai-partai hanya pengen duit,” kata Rizal seperti dikutip Konfrontasi.com.
Karena itu, katanya, kita tidak bisa mengharapkan Pemilu 2024 dapat meningkatkan kualitas demokrasi. “Tanpa perubahan sistem, akan lahir lagi pemimpin ‘boneka’. Mereka hanya mengkhianati perjuangan rakyat,” ujarnya.
Pada tingkat pemilihan kepala daerah juga berlaku hal yang sama. Calon gubernur dan calon bupati/wali kota hanya memerlukan duit dalam jumlah besar.
Hal ini, kata mantan Menko Kemaritiman itu, terjadi karena adanya threshold dalam pencalonan. Dia mengatakan, untuk pencalonan bupati, seorang calon harus mengumpulkan uang mencapai Rp60 miliar, sedangkan seorang calon gubernur harus menyetor duit sebanyak Rp100-200 miliar. Akibatnya para calon tersebut harus mencari bandar. “Akibatnya lagi, ya korupsi lalu masuk bui,” ujar bang RR – sapaan Rizal Ramli.
Karena itu, katanya, hal paling penting yang harus dilakukan adalah mengubah sistem (threshold) tersebut. “Threshold bila perlu nol persen, sehingga kita bisa mengharapkan lahirnya para pemimpin yang mengabdi kepentingan rakyat,” ujarnya.
Mantan Kepala Bulog itu mengatakan, sepanjang sejarah, tercatat ada dua kali pemilu yang jujur, yaitu pemilu tahun 1955 dan pemilu pada era Presiden BJ Habibie pada Pemilu 1999.
Dia mengatakan, pada era Presiden Habibie, anggota KPU, terdiri dari perwakilan partai politik. “KPU mestinya melibatkan representasi parpol yang memungkinkan saling intip dan saling mengawasi. Bukan KPU yang dicurigai sudah diskenariokan,” ujarnya. ***