Opini

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Oleh : luska - Rabu, 12/07/2023 08:10 WIB

Penulis :Noryamin Aini (Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

Kecewaan adalah wujud emosi negatif terhadap sesuatu atau seseorang. Hal ini dianggap alamiah, karena manusia memiliki medium rasa; entitas subyektivitas.

Faktor pemicu kekecewaan beragam. Pengabaian, pembatasan kualitas intimasi, dan durasi waktu kebersamaan adalah akar lazim kekecewaan. 

Sahabat!
Jujur, kita tidak bisa selamanya memperhatikan dan membersamai seseorang yang istimewa di hati atau di kehidupan kita. Kita juga menghadapi kendala untuk mengumbar penuh kualitas intimasi pada sosok yang dicintai. Ini adalah rumus sosial dan personal kehidupan.

Baca juga : UJI MIND-SET

Namun, tentu, ada standar wajar durasi dan kualitas intimasi yang lazim dalam esensi ikatan emosional-transaksional. Tidak hadir saat dibutuhkan bisa dijadikan ukuran pembenaran kekecewaan. Ketidak-adilan, diskriminasi, dan overdominasi atas pasangan adalah standar lainnya. Pasti ada pemicu lain dari kekecewaan.

Saat diabaikan, atau tidak dibersamai oleh sosok kekasih dalam gelora kerinduan, cinta dan kasih sayang, banyak pasangan yang kecewa. Hal seperti ini lazim dirasakan oleh banyak orang; oleh saya, mungkin juga anda. Anak sering protes pada orangtua yang super sibuk dengan urusan kantornya. Pasangan kecewa karena diabaikan dalam dingin dan sepi oleh kekasihnya.

Astighfirullah! 
"Kalau saja durasi kebersamaan, kepedulian, dan kualitas intimasi dijadikan ukuran pembenaran kekecewaan terhadap sosok yang dikasihi, pastinya, Allah adalah Zat yang paling pantas secara moral untuk kecewa kepada hamba-Nya."

Faktanya, "cinta-kasih sayang Allah pada kita sering bertepuk sebelah tangan." Allah sudah full melayani dan memberi semua hajat kita. Banyak fasilitas dan media gratis yang dianugerahkan dan diglontorkan Allah untuk kenyamanan hidup kita. 

Ironisnya, tumpukan kebaikan Allah sering lepas dari ekspresi syukur. Atas nama kesibukan, Allah dicuekin; bahkan Allah dilupakan untuk durasi waktu yang lama. Ya Allah, malu rasanya qalbu ini terhadap perlakuan hamba pada-Mu, Zat yang mencintai hamba tanpa pamrih. 

Sahabat!
Lazim, Allah sering didekati hanya di saat kita "kebelat" darurat membutuhkan bantuan-kebaikan-Nya. Perlakuan banyak manusia pada Allah sudah keterlaluan; seperti perlakuan orang yang kebelat mau buang hajar air besar. Toilet diburu. Sedihnya, setelah berjasa untuk manusia menyalurkan hajat najisnya; toilet sering ditinggalkan tanpa dibersihkan secara layak.

Porsi waktu dan kuliatas kebersamaan kita dengan Allah sangat terbatas. Penghadiran Allah di teras qalbu, di prime times, (waktu unggulan) di keheningan malam, nyaris hilang ditelan sadisme kesibukan dan hirup-pikuk glamour nafsu. Kualitas intimasi kita bersama Allah di saat-saat ibadah terasa hambar. Saat salat, pikiran kita sering berkelana menelusuri lorong kesibukan dunia, padahal qalbu kita sedang bersama Allah.

Kita perlu jujur dan obyektif untuk merenung perlakuan kita pada Allah. Akankah Allah didekati hanya untuk memuaskan hajat "hedonis" kita? Allah didekati sebatas saluran pemuas nafsu keserakahan kita? atau Allah didekati dalam gelora ikatan cinta?

Sudah tidak terhitung kebaikan dan nikmat Allah kepada kita. Masih pantaskah Allah dicuekin? dilupakan? atau diabaikan? dan diusir dari teras kesadaran penghambaan diri kita pada-Nya?

Jangan perlakukan Allah seperti toilet! Dia diingat dan diburu saat dibutuhkan. Lalu Dia dicampakkan di bak tumpukan sampah kesuksesan duniawi. 

Ya Allah hamba malu tidak banyak mengingat-mu dalam zikir. 
Ya Allah, hamba malu tidak tahu diri, tanpa syukur atas karunia-Mu. 
Ya Allah, hamba malu tidak melazimkan qalbu ini berzikir dan bertasbih untuk memuja kemuliaan, keagungan dan kesucian-Mu.

Ya Allah, dalam tulus munajat sesal (taubat) qalbu hamba, maka, tuntun dan kuatkanlah setiap rengkuhan dan rintihan hamba untuk bertekad dawam dan istiqomah selalu mengingat dan menghadirkan-Mu dalam setiap detak jantung hamba-Mu. 

Dalam indah, mulia, dan suci nama-Mu, hamba pasrahkan kemuliaan diri ini. Kusujudkan wajah kesombongan ini untuk memuja dan memuji-Mu.

Pamulang, di hening malam 12 Juli 2023

TAGS : Noryamin Aini

Artikel Terkait