Nasional

Menumbuhkan Cinta Generasi Muda pada Sejarah Lewat Karya Seni

Oleh : Rikard Djegadut - Sabtu, 12/08/2023 20:48 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - "Banyak jalan menuju Roma". Demikianlah bunyi pepatah tua yang sudah familiar di telinga. Pepatah ini memiliki filosofinya bahwa untuk mencapai suatu tujuan, jangan hanya terpaku pada satu cara.

Demikianlah halnya dalam menumbuhkan cinta pada sejarah. Ada begitu banyak cara agar orang-orang menaruh cinta pada sejarah dan akhirnya bertekad untuk mempelajarinya dan memahaminya.

Sebab bagaimanapun segala kejadian atau apapun yang ada pada masa lampau lambat laun akan terus berlalu seiring berjalannya waktu. Maka, untuk terus mengingatnya diperlukan usaha dengan beragam cara yang inovatif.

Salah satunya adalah lewat karya seni sebagaimana yang dilakukan Ibu Soraya Spiro. Pegiat seni ini berupaya mendorong dan mengenalkan masyarakat untuk menaruh cinta pada sejarah lewat karya seninya, secara khusus peninggalan-peninggal Dinasty Ming.

Beberapa kumpulan karyanya "mejeng" dalam acara pameran lukisan dan foto bertema "Perempuan dan Keberagaman" yang digelar Kelompok 17 di Balai Budaya, Jl. Gereja Theresia, Jakarta Pusat selama 12 hingga 22 Agustus 2023.

Dalam acara ini, Soraya Spiro menyuguhkan sebanyak 4 karyanya dengan konsep berupa gambar yang menampilkan sepasang bangau, juga sepasang jerapah dan sepasang burung hantu serta satu keluarga burung hantu.

"Karya saya ini, sebetulnya bukan lukisan yang ditonjolkan, tapi ini adalah cara untuk membuat collase dari keramik antik Dinasti Ming dan Ching," kata Soraya saat ditemui media ini dalam acara pembukaan pameran tersebut pada Sabtu (12/8/23).

Menariknya, gambar-gambar tersebut dibuat dari pecahan-pecahan keramik antik yang diasah dengan tingkat seni yang luar biasa. Selanjutnya, pecahan-pecahan tersebut disatukan hingga membentuk figur burung dan jerapah.

"Saya melihat, ini barang yang dibuang-buang, diinjak-injak orang, dijual ga ada harganya. Tapi saya berusaha membuat sesuatu agar anak cucu kita nanti bisa tahu, keramik jaman dulu yang terdampar di perairan kita itu kayak apa sih. Karena dia mengandung nilai sejarah yang luar biasa," tuturnya.

Sejarah yang dimaksud Soraya, mengacu pada kehadiran orang-orang dari Dinasti Ming dan Ching pada masa lalu di bumi Nusantara. Pada masa itu mereka memasuki kerajaan Sriwijaya dan melintasi perairan-peraian utara Jawa.

Menurutnya, sangat mungkin mereka memberikan upeti kepada kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara atau dibajak oleh pembajak laut hingga kapalnya karang dan lain-lain. Hal ini, lanjutnya, sangat mungkin sebagai penyebab penemuan pecahan-pecahan keramik-keramik dari kerajaan Ming dan Ching secara masif di peraian utara Jawa.

"Karena kan kapal-kapal kerajaan China zaman dulu misalnya ke Sriwijaya memberi upeti, karang atau kena bajak laut sehingga pecahannya terdampar di peraian kita. Jadi kita bisa tau "o kalau kayak gini dari kerajaan Ming, rajanya siapa? Dibuat di mana dan lain-lain. Itu semua ada nilai sejarahnya," bebernya.

"Saya latar belakangnya pecinta sejarah. Jadi kesannya sih simpel, tapi kita bisa berbuat sesuatu dari barang ini dan bisa mendorong generasi muda dan masyarakat umumnya untuk mencintai sejarah," imbuhnya.

Kebudayaan Nusantara Adalah Kekuatan

Sementara itu, pegiat seni lainnya adalah Hediana Utari. Melalui sejumlah karya yang ditampilkannya dalam pameran ini, Hediana menyampaikan bahwa kebudayaan nusantara adalah kekuatan.

Salah satunya yakni batik. Setiap batik memiliki sejarahnya masing-masing. Ia berharap dengan karyanya ini, generasi muda terutama para perempuan muda Indonesia agar mencintai sejarah dan kebudayaan nusantara.

Ia mendorong para perempuan muda Indonesia untuk menggunakan sejarah dan kekuatan kebudayaan nusantara dalam merampungkan perjuangannya yang sesungguhnya tak pernah usai dan konstan.

"Ini kolase dan bukan lukisan. Pesan untuk generasi muda untuk berjuang terus, jalan terus. Sementara batik dan ikat di sini merupakan simbol dari sejarah dan kekuatan perempuan nusantara. Pakailah sejarah dan kekuatan nusantara itu untuk maju terus. Jadi jangan melupakan sejarah kebudayaan nusantara," pungkasnya.

Pada karya kedua bertajuk "Tak Kunjung Usai", yang merupakan sambungan dari karya pertamanya bertajuk "Teruskan", Hediana hendak bercerita bahwa perjuangan tak pernah usai, bahwa belajar dan berkarya tak ada habisnya.

"Ini menceritakan ibu-ibu kita. Perjuangannya tak pernah usai. Yang belajar terus belajar, yang bekerja terus bekerja. Ini merupakan sambungan dari karya pertama tadi bernama "Teruskan". Jadi kita terus berjuang karena perjuangan tak pernah usai," bebernya.

Berbeda dengan karya bertajuk "Hope", Hediana merampungkan imajinasinya selama masa pandemi covid-19. Melalui karyanya ini, Hediana hendak berpesan bahwa di balik berbagai persoalan yang dihadapi, selalu ada harapan.

Emma Sartika, pegiat seni lainnya yang ditemui media ini di acara pameran tersebut menampilkan sebanyak tiga karya seninya. Antara lain bertajuk Mencari Makan, Menyonsong Pagi dan Lumbung.

Pada lukisan bertajuk "Mencari Makan", Emma menyuguhkan cerita di balik kebiasaan orang-orang Banyuwangi dan Madura, Jawa Timur yang tidur di atas pasir. Karya ini didasarkan pada foto yang diperolehnya.

"Para nenek-nenek ini sangat mandiri dan tidak menyusahkan anak-anaknya dengan menjual pasir-pasir," tuturnya.

Dua karya lainnya yakni Menyonsong Pagi dan Lumbung, diciptkan murni melalui imaginasi. "Kalau dua ini murni imaginasi saya," ungkapnya.

Artikel Terkait