Opini

Menghadang Oligarki Pemilu 2024, Anak Muda Selamatkan Sumber Daya Alam

Oleh : Mancik - Minggu, 20/08/2023 13:28 WIB

Kornas Pemantau Pemilu PB PMII/Wasekjen PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM, Hasnu Ibrahim.(Foto:Ist)

Oleh: Hasnu Ibrahim

INDONEWS.ID - Tulisan ini berawal dari penelitian tesis saya terkait “Peran Kartel Oligarki Dalam Perumusan Kebijakan Pemerintah (Studi Kasus: Pembahasan Omnibus Law Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja) yang menurut kajian penulis tidak tertib legislasi, tidak tertib metodelogi dan tidak tertib substansi.

Akibat ketidaktertiban itu semua, produk kebijakan Omnibus Law ini disebut sejumlah pakar ekonomi dan politik bahkan para peneliti “Kitab Hukum Oligarki” yang ditentang, dipersoalkan dan ditolak secara keras sampai menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang. Demikianlah cerita singkat Omnibus Law yang mengutamakan menjamin iklim investasi dan mengabaikan kekuatan partisipasi sebagai syarat mutlak berdemokrasi.

Tujuan artikel ini untuk mengajak secara terbuka kawula muda dalam diskurus Pemilu, Oligarki, dan Masa Depan Sumber Daya Alam Indonesia. Pemuda hemat saya, sampai kapan pun merupakan kekuatan politik selain partai politik. Anak muda sejatinya subjek utama atas pembangunan politik dan demokrasi. Menjelang Pemilu serentak tahun 2024 mendatang, penting kemudian menyerukan ulang “Anak Muda Selamatkan Sumber Daya Alam Indonesia” dari kepungan Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi.

Sebagai anak muda Indonesia, saya kemudian mengambil jalan publik dengan menyodorkan sejumlah pertanyaan berikut, kepada khalayak ramai “Anak Muda Indonesia” agar mendapatkan jawaban bernas; Mungkinkah anak muda akan bertindak sebagai subjek utama dalam pemilu 2024 mendatang? Ataukah anak muda tetap diposisikan sebagai objek atas politik? Akankah anak muda dengan modalitas 60 persen dalam daftar pemilih Gen Milenial dan Gen Z tersebut menentukan masa depan Indonesia melalui gerakan selamatkan Sumber Daya Alam? Siapkah Anak Muda terlibat dalam gerakan pantau Pemilu Bersih, Berintegritas dan Bermartabat? Ataukah anak muda akan memilih jalan apatisme politik?

Sejumlah pertanyaan tersebut penting disuarakan kepada seluruh kawula muda sebagai pewaris peradaban negeri ini. Di Pundak Mereka lah nasib jutaan rakyat Indonesia dipertaruhkan. Memang, semua terbilang dinamis, terkadang konteks partisipasi politik anak muda berbagai macam rupa. Bahkan, tak jarang anak muda bertindak sebagai “penjahat demokrasi” demi sesuap nasi.

Optimisme dalam gerakan anak muda harus tetap terjaga. Kebebasan nilai serta idealisme merupakan kekayaan bagi anak muda. Maka, siapkah anak muda menghadang oligarki dalam pemilu 2024? Berangkat dari suatu penjajak teoritik, langkah pertama bagi anak muda dalam menghadang oligarki ekonomi dan oligarki politik tentu harus tahu dulu; apa, bagaimana dan siapa oligarki dalam diskursus politik Indonesia? Literatur oligarki seperti Winters, Vedi Hadiz dan Robinson berintikan, Oigarki pada dasarnya adalah sekelompok kecil orang yang menguasai sumber daya ekonomi (bisnis, perdaganagn, industry) dan sumber daya material (uang, modal, kapital).

Karena pengusaan dua sumber daya utama tersebut, maka mengharuskan para oligark (pelaku oligarki) untuk mempertahankan “kekayaan material”. Lalu apa kaitannya dengan politik serta bagaimana pintu masuknya? Penguasaan basis ekonomi dan basis material para oligark itu, kemudian Mereka menggunakan strategi “politik pertahanan kekayaan”. Cara yang dipakai oligark yakni sumber daya ekonomi dan sumber daya material yang Mereka miliki diperuntukkan dalam mendanai (pendanaan politik) para kontestan dalam proses pemilihan umum baik pemilu Presiden, pemilihan Gubernur, pemilihan Walikota dan Bupati maupun pemilihan DPR RI, DPRD Provinsi dan Kota/Kabupaten.

Penting digarisbawahi, dalam diskursus ekonomi politik pasca reformasi, penguasaan ekonomi politik Indonesia bukan lagi dikuasai oleh oligarki tunggal seperti rezim Soehartoisme. Melainkan terjadi proses perkawinan silang “kartelisasi oligarkis’” seperti yang diunggap Boni Hargens, Vedi Hadiz dan Robinson dalam banyak kesempatan.

Oligark bertransformasi bukan saja menguasai proses politik nonformal (done politik, bandar, taipan) atau dalam julukan lainnya, melainkan para oligark terjun dan memastikan secara langsung dalam proses politik formal (calon eksekutif dan legislatif). Karena Oligark rupanya sadar bahwa “politik pertahanan kekayaan” harus berbanding lurus dengan “politik pertahanan kekuasaan”.

Hal menarik yang perlu diungkap adalah bagaimana bentuk alias wujud politik keterlibatan oligarki? Mereka adalah sekelompok kecil pemilik modal, pemilik perusahaan, pemilik beberapa asset ternama yang terlibat dalam panggung politik Indonesia secara langsung dan sebagiannnya lagi berhasil mendirikan partai politik.

Lantas, siapa Mereka? Mereka adalah para elit partai politik yang terafiliasi dengan bisnis-bisnis tertentu seperti pada sektor pertambangan, nikel, emas, batu bara, sawit, infrastruktur, manufacture, bisnis telekomunikasi, pemilik media (cetak, televisi) dan lain sebagainya. Bagaimana kadar kerlibatan Mereka secara formal dalam proses politik? Mereka adalah pelaku utama dalam proses perumusan kebijakan pemerintah sebut saja misalkan UU Minerba dan UU Cipta Kerja itu wujud nyata dari kadar keterlibatan Mereka dalam proses politik formal.

Kemunduruan Demokrasi Sektor SDA

Mencermati data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) hingga 2017 tercatat, sekitar 44 persen dari luas kepulauan dan daratan Indonesia telah dikuasai oleh pemilik konsesi pertambangan. Menurut JATAM, sampai bulan Juni 2020 terdapat 1.034 unit izin pinjam pakai kawasan hutan yang tersebar di berbagai wilayah dengan luas total setara dua kali lipat luas kabupaten Bogor (Jatam, 2020). Akibatnya, kawasan hutan lindung kian terancam dan berbagai Daerah Aliran Sungai (DAS) pun semakin mengalami kerusakan parah.

Di Samarinda, Kalimantan Timur, di mana 17 persen dari wilayah kota telah menjadi wilayah tambang batu bara, terdapat 48 titik banjir yang merendam sekitar 17.485 rumah warga pada 2019 (Mongabay, 2020). Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan semakin banyak petani kehilangan akses terhadap tanah (KPA, 2020). Berbagai kerusakan lingkungan tersebut berdampak pada kerusakan ekosistem alam dan kehidupan manusia.

Meminjam istilah sarjana Marxian, Foster mengatakan keretakan metabolic atau metabolic rift adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan berbagai kerusakan yang terjadi dan merupakan masalah serius. Perspektif, prioritas-prioritas, serta cara-cara pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) penting untuk dilihat secara lebih mendalam guna menganalisis penyebab dari berbagai kerusakan tersebut.

Analisis mengenai posisi dan peran dari para penyelenggara negara, swasta, dan masyarakat dalam mengelola SDA menjadi kuncinya. Sudut pandang penyelenggara negara sejalan dengan swasta dalam melihat SDA sebagai sumber ekonomi. Prioritas pengelolaan SDA pemerintah sebagai fasilitator swasta dalam mengeksplorasi serta mengeksploitasi SDA demi meningkatkan profit menentukan bagaimana alam dikelola.

Akibat perspektif pengelolaan SDA yang berpihak pada kepentingan Oligarki maka partisipasi public dikebiri, makna partisipasi sebagai syarat kekuatan partisipatif hanyalah jargon dalam system demokrasi seperti Indonesia. Apalah kedaulatan public, jika kedautan negara berpihak pada modal dan uang?

Padahal, demokrasi dalam pengelolaan SDA menjadi salah satu faktor penting yang menentukan bagaimana perspektif dan prioritas-prioritas dalam tata kelola SDA dibentuk dan diciptakan. Demokrasi dalam pengelolaan SDA sangat penting karena turut menentukan lanskap metabolisme alam yang dihasilkan serta bagaimana dampaknya pada kehidupan manusia.

Negara dan Pemerintahan semestinya menjunjung tinggi cara pandang pengelolaan SDA yang demokratis. Di mana proses pengelolaan SDA yang seharusnya bukan saja ditentukan oleh pemerintah dan swasta, tetapi juga adanya pelibatan public secara maksimal dengan mengutamakan kepentingan hajat hidup orang banyak, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945.

Pesan konstitusi tersebut sangat terang benderang, unsur inklusifitas aktor akan sangat menentukan kualitas demokrasi dalam tata kelola SDA. Melihat praktik tersebut, saya berargumen bahwa penguatan oligarki di Indonesia telah menyebabkan pelemahan civil society yang merupakan elemen penting dari demokratisasi tata kelola SDA.

Omnibus Law Fasilitator Utama Oligarki

Dalam tesis saya berjudul “Peran Kartel Oligarki Dalam Perumusan Kebijakan Pemerintah (Studi Kasus: Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja 2020)” menemukan sejumlah persoalan utama, terdapat peran alias keterlibatan langsung oligarki dalam proses perumusakan kebijakan pemerintah dalam konteks pembahasan omnibus law cipta kerja 2020, di sana terlihat sangat terang benderang.

Ada beberapa problem mendasar sebagai kesimpulan penelitian; (1) terdapat keterhubungan antar kartel oligarki dengan aktor utama dalam pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. Mereka terfasilitasi dalam panitia kerja (DPR) dan satuan tugas (pemerintah); (2) terdapat konflik kepentingan serta afiliasi bisnis aktor utama pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja dengan beberapa perusahaan yang menggarap disektor-sektor ‘basah’ seperti sektor pertambangan, mineral dan batu bara, infrastruktur, property dan sejenisnya; (3) terabaikannya partisipasi masyarakat sipil baik dalam proses perumusan, pembahasan dan level implementasi merugikan public secara luas; (4) Omnibus Law Cipta kerja tidak tertib proses legislasi, metodelogi dan substansi; (5) Melalui keputusan MK Omnibus Law dinyatakan inkonstitusional bersyarat; dan (6) kartel oligarki secara bersamaan dapat melemahkan demokrasi substansial dan dalam jangka panjang akan meruntuhkan demokrasi sebagai kekuatan partisipasi.

Pendapat di atas, seperti termuat dalam Laporan Koalisi Bersihkan Indonesia dan Fraksi Rakyat Indonesia “Omnibus Law: Kitab Hukum Oligarki (2020) menyatakan, pengarah Satgas omnibus law RUU Cipta Kerja adalah Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia merupakan Ketua Umum Partai Golkar berlatarbelakang pengusaha.

Kemudian, Ketua Tim Satgas Rosan Roeslani adalah Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Pada Pemilu 2019, Rosan merupakan Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi – Ma’aruf Amin. Kemudian, ia diangkat menjadi Presiden Komisaris PT Bumi Resources Tbk, yang bergerak pada sektor pertambangan batu bara milik grup Bakrie (Omnibus Law; Kitab Hukum Oligarki, 2020)

Selanjutnya, pada posisi Wakil Ketua juga didominasi oleh pengusaha seperti Shinta W. Kamdani, Raden Pardede, dan Bobby Gafur Umar. Raden Pardede adalah komisaris PT Adaro Energy Tbk dan Bobby Gafur adalah Komisaris PT Bakrie & Brothers Tbk. Terdapat juga nama-nama seperti Erwin Aksa, keponakan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla sekarang menjabat Komisaris Bosowa Group, serta James Riyadi yang dikenal sebagai anak dari pengusaha Mochtar Riady, pendiri Lippo Group ((Omnibus Law; Kitab Hukum Oligarki, 2020)

Selanjutnya, pada komposisi Panja terdapat nama seperti Arteria Dahlan. Ia menjabat sebagai komisaris/direktur Syabas Group yang bergerak di bisnis properti, perkebunan, dan migas. Anggota panja lainnya Lamhot Sinaga merupakan CEO di PT Bakrie Infrastruktur yang adalah bagian dari grup Bakrie. Nama lain yaitu Azis Syamsudin terafiliasi dengan perusahaan tambang batu bara PT Sinar Kumala Naga. Azis adalah pimpinan DPR RI yang kerap memimpin sidang-sidang terkait omnibus law RUU Cipta Kerja (Omnibus Law; Kitab Hukum Oligarki, 2020).

Anak Muda Hadang Oligarki SDA pada Pemilu 2024

Berdasarkan sejumlah riset ilmiah tersebut, maka terdapat korelasi antar pemilu, oligarki dan sumber daya alam. Kehadiran anak muda dalam proses politik tentu akan menyuburkan demokrasi substansial. Anak muda harus menjadi penjaga gawang utama demokrasi. Artinya, partisipasi anak muda dalam proses politik adalah keharusan dalam tradisi negara demokrasi.

Konsolidasi oligarki (oligarki ekonomi dan oligarki politik) makin menguat, maka konsolidasi dan titik perlawanan anak muda harus melebar, solidaritas energi muda dalam mengawal proses pemilu demokratis, integritas dan bermartabat menjelang pemilu serentak tahun 2024 sangat dinanti-nantikan oleh jutaan rakyat Indonesia. Anak muda sekali lagi adalah modalitas utama di negeri ini, Sejarah mencatat, anak muda sejak orde lama, orde baru, reformasi dan pasca reformasi tetap menjadi kekuatan utama dalam politik. Maka dari itu, transformasi gerakan dalam menghadang oligarki SDA dalam pemilu 2024 tentu dapat dilakukan oleh anak muda Indonesia.

Pemilu dalam tafsir anak muda harus ditarik dalam pemaknaan progresif revolusioner bahwa pemilu bukan saja wujud demokrasi, pemilu bukan saja pembelajaran politik dan demokrasi, pemilu bukan saja sarana integrasi bangsa. Melainkan, pemilu merupakan momentum yang tepat dalam menjegal para politisi busuk, politisi oligark agar tidak berkuasa kembali.

*) Penulis adalah Kornas Pemantau Pemilu PB PMII/Wasekjen PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM

TAGS : Pemilu 2024

Artikel Terkait