Opini

Pengembangan Bisnis Berkelanjutan yang Ramah Lingkungan di Indonesia Sangat Penting dan Mendesak

Oleh : luska - Sabtu, 26/08/2023 16:52 WIB

Oleh : Atmonobudi Soebagio

Pertemuan internasional COP26 yang diadakan di Glasgow pada bulan November 2021, telah menyoroti kebutuhan mendesak bagi dunia usaha secara global untuk mempercepat transformasi bisnis berkelanjutan dan pengembangan rencana net zero carbon emissions. Kebutuhan mendesak akan aksi iklim global yang beralih dari transformasi dan komitmen menjadi aksi dan kenyataan, akan melibatkan seluruh perekonomian global dan seluruh pemangku kepentingan. Dalam pertemuan COP 26, transportasi berkelanjutan dan bahan bakar ramah lingkungan menjadi topik diskusi utama. Ini merupakan deklarasi dan pengumuman transportasi berkelanjutan baru yang penting di COP 26.

Studi iklim global yang dilakukan oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCC) dan pandangan para ilmuwan terkemuka lainnya telah memungkinkan para pemimpin bisnis internasional dan pemerintah untuk memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kerugian finansial yang serius dan kerugian ekonomi jika keliru dalam mengambil tindakan terhadap dampak perubahan iklim. Perlu ditegaskan, bahwa usaha bisnis secara berkelanjutan harus mampu beradaptasi dengan perubahan iklim secara strategis, melalui sejumlah langkah kebijakan yang tepat di masing-masing perusahaan.

Dampak Krisis Minyak Dunia terhadap Indonesia.
Krisis energi global telah dirasakan sejak awal tahun 1970-an, yang muncul karena menurunnya jumlah produksi minyak mentah di sejumlah tambang minyak di dunia, termasuk Indonesia.  Indonesia sempat bergabung dalam organisasi negara2 produsen BBM, OPEC.  Namun Indonesia terpaksa mengundurkan diri saat telah berubah statusnya dari Oil Exporter menjadi Net Oil Importer; yang berarti bahwa jumlah konsumsi minyak mentah dalam negeri sudah sama banyaknya dengan jumlah minyak mentah yang diekspor. Namun, situasi tersebut kurang diketahui masyarakat karena ketika itu Pemerintah mengeluarkan kebijakan lewat subsidi harga minyak, sehingga lonjakan harga minyak dunia tidak dirasakan oleh rakyat Indonesia.  Kebijakan tersebut tidak dapat dipertahankan karena terbukti sangat membebani anggaran belanja negara.

Kebijakan tersebut baru diakhiri di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.  Dalam statusnya sebagai net oil importer, harga BBM dalam negeri berfluktuasi mengikuti harga minyak mentah dunia, Namun fluktuasi harga tersebut dapat dikendalikan melalui sejumlah kebijakan yang cukup ketat implementasinya. Implementasinya berupa kebijakan BBM bersubsidi dan yang tidak bersubsidi. Masyarakat dapat merasakan harga yang fluktuatif sesuai harga minyak yang harus diimpor, namun masih mampu membelinya karena adanya kebijakan tersebut.    

Kebijakan Hilirisasi Hasil Penambangan dan Pemanfaatan Potensi Laut.
Kebijakan hilirisasi yang sekaligus memperkuat tekad dan kesepakatan bersama di COP 26, diharapkan dapat segera dilaksanakan di Indonesia, sebagaimana pribahasa lama yang masih relevan, yaitu: ‘sekali merengkuh dayung, dua-tiga pulau terlewati’.  Artikel ini mengulas tentang peluang dan pentingnya hilirisasi pada sektor bahan bakar yang ramah lingkungan karena ketersediaannya sangat berlimpah di Indonesia, yaitu potensi air laut kita.

Di samping sumber bahan bakar yang diperoleh dari pengolahan hasil tambang batubara maupun minyak dan gas bumi, Indonesia juga memiliki potensi dalam sumber daya listrik serta bahan bakar yang dapat diolah secara berkelanjutan.  Potensi tersebut berlimpah karena banyaknya gunung berapi aktif (energi geothermal) serta luasnya laut di wilayah Indonesia yang dapat dimanfaatkan secara langsung melalui konversi daya gelombang dan arus laut menjadi daya listrik, maupun air laut yang dapat diolah menjadi gas hidrogen secara elektrolisa berskala industri dengan dukungan energi listrik.  Pertamina akan menjadi pionir dalam produksi hydrogen. Saat ini PT Pertamina menargetkan produksi pertama bahan bakar hidrogen atau green hydrogen wilayah kerja panas bumi (WKP) Ulubelu pada tahun 2023.  Adapun produksinya dapat mencapai 100 kilogram per hari (CNBC Indonesia).

Terlepas dari rencana Pertamina untuk memproduksi hidrogen dari gunung berapi aktif, hidrogen juga dapat diproduksi dari air tawar maupun air laut.  Luasnya wilayah laut Indonesia berpotensi menghasilkan hidrogen secara berkelanjutan tanpa bergantung pada produk impor.  Sebaliknya, bahkan mampu mengekspornya. Manfaat strategis produksi hidrogen lewat pemanfaatan air laut memiliki keuntungan, yaitu bahwa hidrogen dapat diproduksi di seluruh pulau berpenduduk di negara ini.  Sebagian besar provinsi, bahkan kabupaten yang memiliki pantai akan mampu memproduksi hidrogen sendiri, sehingga kebutuhan masyarakat akan hidrogen tidak bergantung sepenuhnya pada kelancaranan pengiriman kapal-kapal tanker. Belakangan ini pelayaran kapal-kapal tanker sering terganggu oleh besarnya gelombang laut  akibat perubahan iklim dan pemanasan global.

Penutup.
Tidak ada pilihan lainnya, bahwa seluruh sektor bisnis berkelanjutan di Indonesia harus adaptif terhadap perubahan iklim.  Keunggulan Indonesia dari potensi lautnya secara berkelanjutan juga sangat berpotensi bagi Indonesia sebagai pengekspor hidrogen bagi negara-negara sahabat kita.

___
 

Artikel Terkait