Nasional

Peran Orang Tua dan Pola Asuh Kunci Mitigasi Kekerasan Anak

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 13/11/2023 21:01 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Kekerasan anak merupakan isu serius yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebut bahwa peran orang tua dan pola asuh menjadi kunci mitigasi kekerasan terhadap anak.

Karenanya, Kemendikbudristek pun menerbitkan Peraturan Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah.

"Peran orang tua dan pola asuh sangat penting. Saat ini parenting menjadi pekerjaan besar, di tengah isu perceraian yang tinggi, beban ekonomi, hingga tingkat pendidikan orang tua yang rendah," ujar

Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, Chatarina Muliana dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Negara Hadir Atasi Darurat Kekerasan Anak’, Senin (13/11).

Menurutnya, fokus untuk mitigasi kasus kekerasan terhadap anak seharusnya ada pada peran orang tua dalam mendidik anak. Orang tua perlu memberikan pendidikan karakter kepada anak sejak dini sehingga mampu menghargai diri sendiri dan orang lain, serta tidak boleh melakukan kekerasan.

Di samping itu, orang tua juga harus menjadi role model bagi anak-anaknya. Orang tua harus menunjukkan perilaku yang baik dan tidak melakukan kekerasan, baik secara fisik maupun verbal.
Jika orang tua sering melakukan kekerasan, maka anak akan menganggap bahwa kekerasan adalah hal yang wajar.

"Orang tua, sebagai produk masa lalu, memiliki peran besar dalam membentuk karakter anak," kata Chatarina.

Di samping itu, dia menambahkan, Permendikbud No 46/2023 juga mencakup penguatan definisi kekerasan anak dan transformasi peran satuan tugas (satgas) di daerah. Satgas yang sebelumnya bersifat ad hoc kini menjadi lebih terstruktur dan permanen.

Di tingkat sekolah, satgas lebih diuraikan bahkan melibatkan pembentukan tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP). Upaya ini juga didukung dengan pelatihan Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk implementasi yang lebih efektif.

“Namun, untuk mencapai hal ini, tantangan seperti perbedaan pandangan dari berbagai daerah dan budaya harus diatasi. Guru-guru, sebagai agen perubahan, juga perlu mendapatkan dukungan dalam mengubah mindset mereka,” imbuhnya.

Dia menekankan, mitigasi kekerasan anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau sekolah, tetapi melibatkan semua pihak, terutama peran vital orang tua dalam membentuk karakter anak.

Diharapkan, melalui upaya bersama, kekerasan anak dapat dicegah dan anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.

Gunung Es Kekerasan Anak

Dalam forum yang sama, Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan kementerian bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tiga tahun melakukan survei nasional.

Data dari survei pada 2021 dan 2018 menunjukkan tren penurunan jumlah kasus kekerasan anak, meskipun secara keseluruhan angkanya masih mencapai puluhan juta.

Sitepu mengatakan, kasus kekerasan pada anak yang terlihat selama ini seperti fenomena puncak gunung es, dimana secara keseluruhan masalah kekerasan anak di Indonesia tak muncul ke permukaan.

“Dalam data 2021, masih terdapat fakta bahwa 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki mengalami kekerasan fisik, psikis, atau seksual,” sebutnya.

Yang mengejutkan, dia melanjutkan, pelaku kekerasan sering kali adalah orang-orang yang dikenal, termasuk orang tua sendiri. Survei juga mengidentifikasi faktor-faktor seperti kemiskinan, ketidaksetaraan sosial, dan ketidakmampuan dalam mengasuh sebagai pendorong utama.

Pandemi Covid-19 juga diidentifikasi sebagai pemicu tambahan. Orang tua, dipaksa menjadi guru selama periode pembelajaran jarak jauh, menambah tekanan pada dinamika keluarga.

“Faktor kesehatan mental juga menjadi isu yang semakin mencuat, menambah kompleksitas masalah kekerasan anak,” tegas dia.

Pendidikan Parenting

Di sisi lain, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, menyoroti peran orang tua dan pola asuh pada kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak. Dari survei KPAI, hanya sekitar 23 persen orang tua yang pernah mendapatkan pendidikan parenting.

“Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam persiapan orang tua dalam menghadapi peran penting mereka,” tegasnya.

Meskipun angka kekerasan menurun, namun terlihat prevalensi meningkat, menunjukkan bahwa upaya kolaboratif dan holistik diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Untuk itu, Ai menekankan pentingnya kanal pengaduan, yang harus dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.

 

Artikel Terkait