Nasional

Wanda Hamidah: Saat Ini Jarang Ada Politisi Berintegritas dan Bermoral

Oleh : very - Minggu, 25/02/2024 18:45 WIB

Diskusi yang diselenggarakan oleh The Lead Institute - Universitas Paramadina, Jumat (23/2). Diskusi yang digelar secara daring itu mengambil tema “Fatsoen-Politik dan Pemilu 2024: Urgensi Pemimpin dan Politisi Yang Profesional, Bermoral dan Berintegritas Di Indonesia”. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Teori moralitas politik yang dipelajari di universitas, fakultas Hukum, luluh lantak dihancurkan para politisi dalam beberapa bulan terakhir.

Bahkan, ketika beberapa akademisi memberikan edukasi politik misalnya melalui film “Dirty Vote” yang menurutnya biasa saja, menjadi mengherankan ketika film itu berusaha untuk ditutup-tutupi bahkan para akademisinya ditersangkakan.

“Ini cukup mengejutkan karena film itu sebetulnya nyata dan sangat mendidik,” ujar Wandah Hamidah, SH, M.Kn, dalam diskusi yang diselenggarakan oleh The Lead Institute - Universitas Paramadina, Jumat (23/2).

Diskusi yang digelar secara daring itu mengambil tema “Fatsoen-Politik dan Pemilu 2024: Urgensi Pemimpin dan Politisi Yang Profesional, Bermoral dan Berintegritas Di Indonesia”.

Wanda yang juga politisi dan aktivis ‘98 ini menekankan bahwa sekarang, semakin jarang politisi berintegritas dan bermoral. Kalau di fakultas berbicara rule of law, di politik mereka menerapkan rule of games.

Hari ini, rakyat sudah berada di titik bahwa mereka akan memilih pemimpin yang akan bisa memberikan kepada mereka hari ini, bukan untuk 5 tahun ke depan. Mereka tidak lagi mempedulikan apakah presiden yang mereka pilih memperjuangkan mereka atau tidak selama 5 tahun.

“Kita tidak bisa menafikkan keterpilihan Prabowo Gibran adalah karena gelontoran BLT yang diturunkan Jokowi melalui APBN. Artinya masyarakat tidak berpikir panjang bahwa yang ia terima hari itu adalah yang kemudian menjadi acuan dia dalam menentukan pilihan,” papar Wanda.

Wanda menjelaskan bahwa hal ini bukan sepenuhnya salah masyarakat. Politisi telah berkali kali menipu rakyat. Mereka menjanjikan sesuatu yang tidak pernah di-deliver kepada rakyat.

“Kalau GM (Goenawan Muhammad) menangis karena merasa tertipu oleh Jokowi, saya sudah sudah enggak menangis lagi, walaupun 2 kali jadi pendukung keras. Karena saya sudah melihat itu ketika saya dulu 98 mendukung pak Amien Rais. It’s happen again di era Jokowi,” terangnya.

Menurut Wanda, pekerjaan rumah (PR) besar saat ini yaitu pemerintahan yang belum mempunyai politisi berintegritas, bermoral dan profesional.  Hal ini dikarenakan tidak ada parpol atau politisi yang mau melakukan chek and ballancing terhadap kekuasaan, malah beramai-ramai masuk ke koalisi pemerintahan. Belum ada politisi yang negarawan yang memikirkan kepentingan jangka panjang bangsa Indonesia ke depan.

Sementara itu, dalam sambutan pembukaan, Ketua The Lead Institute Universitas Paramadina Dr. Phil Suratno Muchoeri, menyatakan bahwa Pemilu 2024, seperti pemilu sebelumnya, menyisakan berbagai masalah, khususnya menyangkut para pemimpin dan politisi baru di parlemen yang diharapkan profesional, bermoral dan berintegritas.

“Kalau kita melihat pemilu 2024 terkait model kepemimpinan seperti apa yang hendak dibangun, di tengah berbagai isu seperti menurunnya kualitas  demokrasi, penegakan HAM di samping isu yang terkait seperti profesionalitas dan kinerja. Apalagi katanya beras sekarang naik, banyak pengangguran, banyak korupsi,” kata Suratno.

Di sisi lain, kepercayaan terhadap DPR juga masih rendah. “Seperti kata Gus Dur bahwa DPR seperti taman kanak-kanak, tapi mudah mudahan semakin berkualitas. Tantangan bagi DPR kan produk legislasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, kemudian kehadiran. Kemudian yang krusial tentu adalah betapa parlemen kita masih terjerat kasus korupsi,” imbuhnya.

Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc. menyatakan bahwa yang paling penting ditegakkan ketika kita berbicara tentang moralitas dalam permainan politik adalah rule of law, demokrasi, check and balances.

“Jadi siapapun yang masuk distandarisasi, kalau mencurangi suara dipenalti. Apa yang melatar belakangi ini, kenapa harus seperti satu mata uang dua sisi. Jadi moralitas dalam kehidupan sangat penting, dan di dalam politik itu harus ada. Sebab kalau rule of law lemah, kalau politisinya mempraktikkan rule by law maka dia sudah bertransformasi menjadi bandit, politisi bandit,” terangnya.

Didik menjelaskan ada teori perilaku politisi. Pertama, empire builders  motivation, dan budget maximizing motivation.

“Menguasai budget berarti menguasai teritorial, empire menguasai kekuasaan. Ketika masuk ke sana seperti bisnisman motifnya adalah profit, itu sangat boleh. Politisi memaksimumkan empires-nya juga boleh. Tapi itu bersentuhan dengan moralitas, dan ketika moralitasnya hilang, yang memandu adalah rule of the game, demokrasi dan seterusnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Dr. Abdul Gaffar Karim, dosen Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada menyampaikan bahwa moralitas tertinggi yang harus dipegang adalah demokrasi, yakni kedaulatan di tangan rakyat, kehendak rakyat yang berjalan bukan kehendak segelintir orang

“Nah moralitas ini yang tidak bisa dikawal sebaik-baiknya, yang kita keluhkan sebagai absennya fatsun politik karena prinsip moral utama tidak dipegang, kehendak rakyat bukan pengarah utama yang mengunci seluruh polisi di Indonesia,” ungkapnya.

Menurut Gaffar demokrasi di sejumlah negara menunjukkan gelagat penurunan kualitas. Pemilu tetap ada, pemimpin dipilih secara demokratis tapi pemilu juga dilemahkan pemimpin.

“Ini terjadi karena tidak ada sistem yang memaksa mereka untuk berbuat baik. Jadi banyak sistem yang memang tidak punya unsur pemaksa seperti UU Pemilu. Punya banyak larangan, punya batasan tapi tidak punya sanksi, jadi tidak bisa ditindak,” terangnya.

Karena itu, kata kuncinya adalah menguatkan pendidikan politik. “Ini upaya jangka menengah dan jangka panjang untuk menguatkan demokrasi dengan cara yang mudah dipahami agar rakyat punya demand yang bagus untuk memaksa politisi berbuat baik, bukan hanya sekadar benevolence,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait