Nasional

Soal RUU DKJ, Anggawira: Daerah Khusus Jakarta Perlu Disederhanakan

Oleh : very - Kamis, 07/03/2024 12:14 WIB

Dr. Anggawira, pengusaha dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). (foto: dok HIPMI)

Jakarta, INDONEWS.ID - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) telah mengesahkan Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna, Selasa (5/12/2023).

RUU ini menimbulkan kontroversial di tengah masyarakat. Salah satu pasal kontroversial tersebut yaitu Pasal 10 bab IV RUU DKJ yang mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur yang akan ditunjuk oleh Presiden RI. Dengan kata lain, RUU itu akan meniadakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang sudah berlaku selama ini.  

"Gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi pasal 10 ayat (2).

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) paling getol menolak ditiadakannya Pilkada Jakarta tersebut. Bahkan, fraksi tersebut, menyarankan adanya pemilihan wali kota di lima wilayah adminstratif Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Bukan hanya wali kota yang dipilih langsung, fraksi PKS juga menghendaki agar wali kota dilengkapi dengan anggota DPRD yang juga dipilih secara langsung.

Menanggapi hal ini, pengusaha dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Dr. Anggawira mengatakan semangat penyederhanaan perlu dilakukan apalagi untuk Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

“Saya rasa untuk Daerah Khusus Jakarta (DKJ) perlu di-simplify (disederhanakan). Dengan mekanisme yang sekarang saya rasa sudah oke ya, untuk daerah provinsi dengan level daerah khusus,” ujarnya di Jakarta, Kamis (7/3).

Ketua Umum Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) ini mengatakan, jika memungkinkan, RUU DKJ juga mengatur tentang daerah penyangga Jakarta.   

“Dan kalau memang memungkinkan, sekalian juga dengan daerah penyangganya. Jadi, the greater Jakarta, Jabodetabek harus menjadi satu kesatuan koordinasi. Hal ini perlu dipikirkan secara komprehensif. Kalau bisa ke depan pimpinan (Wali Kota dan Bupati) di daerah-daerah tersebut (Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, red.) juga tidak dipilih. Daerah-daerah tersebut sebenarnya cukup sebagai adminstratur saja,” katanya.

Hal tersebut, kata Anggawira, dilakukan agar pemerintahan bisa berjalan efektif. “Itu menurut saya, biar bisa lebih efektif. Karena selama ini salah satu kendala pembangunan di Jabodetabek ada pada masalah koordinasi,” ujar pria kelahiran Indramayu, Jawa Barat ini.

Karena itu, menurut Doktor lulusan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, wacana untuk menata kawasan aglomerasi menjadi kewenangan Dewan Aglomerasi dengan dipimpin oleh Wakil Presiden, merupakan sebuah gagasan yang bagus. Pasalnya, koordinasi bisa secara khusus dikendalikan oleh pemerintah pusat. “Jadi jelas siapa yang bertanggung jawab,” katanya.

Terkait wacana agar Wali Kota di Provinsi DKJ dipilih langsung seperti disarankan oleh Hidayat Nurwahid dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anggawira mengatakan hal tersebut tidak perlu.

“Aku rasa tidak perlu. Wali kota tetap saja ditunjuk sebagai wilayah administrasi. Karena jika harus dipilih oleh rakyat maka akan menimbulkan ongkos (cost) yang besar. Padahal, kita perlu penyederhanaan,” katanya.

Pembahasan RUU DKJ tersebut merupakan dampak dari pengesahan UU Ibu Kota Negara (UU IKN) beberapa waktu lalu.

Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran ini menambahkan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimatan akan mendorong pusat pertumbuhan ekonomi dan perluasan ekonomi baru. ***

 

 

Artikel Terkait