Opini

Satire Navisian: Penghormatan Untuk AA NAVIS

Oleh : luska - Selasa, 22/10/2024 19:05 WIB


Penulis : Ibnu Wahyudi

Dalam rangka turut merayakan 100 tahun Ali Akbar Navis, Balai Bahasa Kalimantan Tengah menyelenggarakan “Gelar Wicara Peringatan 100 Tahun A.A. Navis: Membaca Bersama Karya A.A. Navis” di Auditorium Hotel Best Western Batang Garing, Palangka Raya pada Senin, 21 Oktober 2024. 

Salah seorang narasumber yang diundang untuk membahas karya-karya Navis adalah Ibnu Wahyudi, sastrawan dan pensiunan dosen Universitas Indonesia. Hal yang menarik ditampilkan oleh Ibnu Wahyudi adalah julukan gaya berkisah Navis yang dinyatakannya sebagai “Satire Navisian”. Menurut Ibnu, julukan ini sebagai penghargaan atas konsistensi Navis dalam memilih gaya bercerita yang bernuansa satire.

Cerpen-cerpen Navis secara umum menunjukkan gaya bertutur yang khas Navis, yaitu tersiratnya kelindan dalam hal ekspresi bersastra dan beresai. Adanya pertautan wacana melalui genre teks berbeda-laras ini merupakan hal yang niscaya terjadi pada diri pengarang ketika mengungkapkan gagasannya; termasuk pemikirannya. Ekspresi dalam cerpen-cerpennya menuntun pemahaman pembaca pada pembacaan atas suatu paparan atau opini dan sebaliknya dalam tulisan nonfiksinya terasa adanya nada berkisah. 

Pembaca dihadapkan dengan realitas ekspresi yang tercakup dalam lingkup naratologi. Cerpen-cerpen maupun opini Navis mempunyai kemungkinan untuk saling bertukar bentuk ekspresi atau penceritaan tetapi tetap berada dalam idiolekisasi Navis. Dalam kisahan-kisahannya, tersirat gaya berpendapat Navis dan dalam tulisan-tulisan opininya tersirat adanya kehendak berkisah. Bahkan, dalam sejumlah cerpennya, terkesan adanya gaya berbahasa tulis maupun lisan yang memang dimungkinkan sebagai suatu narasi.

Ekspresi bahasa dalam fiksi lazimnya mempunyai paronomastic filiation seperti dikemukakan Holquist (2015) atau filiasi penggunaan kata-kata yang mempunyai daya rasa lebih dari sekadar makna dasar kata tersebut. Pada sisi lain, dalam tulisan yang berupa opini biasanya dipergunakan kata-kata literal atau harfiah saja. Namun, dalam karya-karya Navis, kata-kata konotatif maupun denotatif terkesan tidak sepenuhnya ditampilkan secara maksimal dan terpisah melainkan seperti bebas-laras dan muncul menjadi semacam kediriannya. 
Dalam fiksinya, sejumlah ekspresi deskriptif-faktual hadir dalam beberapa bagian, sedangkan dalam esainya tampil ungkapan yang agak naratif. Banyak contoh dari cerpen-cerpen Navis memberikan gambaran mengenai “ketidaksetiaan” laras ini, misalnya dalam cerpen “Orang Luarnegeri” sedangkan yang dari esainya, misalnya terekspresi dalam buku karyanya yang berjudul Yang Berjalan Sepanjang Jalan.

Dalam konteks satire, setidak-tidaknya dikenal adanya tiga jenis satire di dunia, yaitu “Satire Horatian”, “Satire Juvenalian”, dan “Satire Menippean”. Satire Horatian hakikatnya adalah satire yang berupa sindiran lembut dan simpatik. Kemudian Satire Juvenalian; adalah satire yang lebih tajam dan pahit bagi pihak yang tersindir.

Tidak hanya berhenti di situ, satire ini juga bersifat menghakimi dan di dalam pentas teater biasanya memengaruhi kesadaran penonton untuk ikut geram atas peristiwa yang ditampilkan. Dan Satire Menippean, berupa sindiran atas kekacauan dunia dan segala sesuatu yang dapat diserang, baik itu kehidupan sosial, politik, dan apa saja yang dianggap salah.

Satire dalam cerpen-cerpen Navis dapat dikatakan mencakup ketiga aspek satire tersebut dengan permasalahan warna lokal yang khas. Selain itu, kemampuaan pada laras tulisan Navis saling “bertukar” genre merupakan keunikan yang berbeda dengan ketiga jenis satire tersebut. Dengan kenyataan seperti ini, Ibnu mengajukan istilah “Satire Navisian” yang dapat ditengarai dari aspek bentuk maupun isi. Itulah kelebihan Navis yang sungguh sayang jika tidak dicatat sebagai keistimewaan.***

Artikel Lainnya