Nasional

Modus Dugaan Pelecehan Seksual oleh Guru Besar UGM, EM Dibebastugaskan dan Menunggu Sanksi

Oleh : Rikard Djegadut - Sabtu, 05/04/2025 11:10 WIB


Jakarta, INDONEWS.ID – Seorang Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial EM kini tengah terjerat dugaan pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswi dari jenjang S1 hingga S3.

Pelecehan seksual ini diduga terjadi sejak tahun 2023 dengan modus pertemuan akademik seperti bimbingan skripsi, diskusi lomba, hingga kegiatan di luar kampus.

Kasus ini terungkap setelah adanya laporan yang masuk ke Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM pada tahun 2024.

Sekretaris UGM, Andi Sandi, mengungkapkan bahwa EM kerap mengajak korban bertemu dalam konteks kegiatan akademik, namun diduga melakukan pelanggaran etik serta kekerasan seksual di luar ruang kelas dan kampus.

“Kalau dilihat (modus) ada diskusi, ada juga bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti. Korbannya itu adalah S1, S2, S3,” ujar Andi Sandi saat dihubungi pada Jumat (4/4/2025).

Saat ini, Satgas PPKS UGM telah memeriksa 13 orang yang terdiri dari korban dan saksi terkait dugaan tersebut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, EM dinilai telah melanggar Pasal 3 ayat 2 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023, yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Sebagai respons awal, EM dibebastugaskan dari seluruh aktivitas mengajar serta jabatannya sebagai Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana dan Cancer Chemoprevention Research Center pada pertengahan 2024.

"Sudah sejak pelaporan dari fakultas itu sudah dibebastugaskan. Jadi pertengahan 2024 sudah dibebastugaskan sejak laporan dilakukan oleh pimpinan fakultas ke satgas," jelas Andi Sandi.

Saat ini, sanksi terhadap EM masih dalam tahap penetapan, namun karena statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Guru Besar, keputusan terkait pemberhentiannya tetap berada di tangan kementerian. Andi Sandi menambahkan bahwa keputusan akhir akan diambil setelah liburan Idul Fitri.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menambah daftar perhatian terhadap pentingnya penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus, serta perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap tindakan yang melibatkan otoritas akademik.

Artikel Lainnya