Bisnis

Strategi Membangun 1000 Industri Gen-4 Dalam 1000 Hari Untuk Sejuta Lapangan Kerja

Oleh : very - Jum'at, 01/09/2017 22:24 WIB

Dr. Ir. Agus Puji Prasetyono, M.Eng., Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, Staff Ahli Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi bidang Relevansi dan Produktivitas.

Oleh : Dr. Ir. Agus Puji Prasetyono, M.Eng.

INDONEWS.ID -  Sang Pemimpin Visioner selalu mendorong kemandirian dalam wujud kebijakan “maskulin” yang tegas dan berwawasan jauh kedepan. Kebijakan itu selalu berpegang pada keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan availability, affordability, accessibility dan sustainability terutama dalam menggerakkan roda ekonomi kehidupan negara, sehingga memiliki kemampuan bertahan dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Indonesia dinobatkan sebagai negara kaya akan sumber daya alam. Slogan itu dalam perspektif global tidak lain hanyalah sebuah “distorsi” ketika lagi-lagi negara tidak memiliki cara untuk mengeksplorasi tidak hanya sumber kekayaan alam, tetapi juga sumberdaya manusia, sosial, ekonomi, serta kearifan lokal secara bermartabat. Indonesia akan selalu menghiasi ranking “papan-atas” kemiskinan ketika selalu memelihara ketidakmampuan dalam menunjang permintaan akan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi secara simetris.

Bahwa hanya dengan inovasi dan penyelarasan teknologi sajalah kelak Industri Gen-4 yang berbasis pada Teknologi Informatika di Indonesia dapat diwujudkan dengan mere-inventing dan menata-kelola kekayaan intelektual negara menjadi fondasi utama dalam menggerakkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi serta kemakmuran masyarakat.

Jika acuan kedaulatan adalah kekuasaan, maka kemandirian nasional tentunya akan berpulang kepada “dimana” kekuasaan itu berada, dan “bagaimana” kekuasaan tersebut mampu melakukan identifikasi dan inovasi, dalam membela hak individu rakyat untuk hidup modern di tengah kemegahan industrialisasi.

Proses industrialisasi dan pembangunan industri modern saat ini, sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu dan produktif. Dengan kata lain pembangunan industry modern itu merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat,

Konsep system inovasi nasional semestinya menjadi patron baru industrialisasi bagi Indonesia dan perluasan lapangan kerja produktif bagi penduduk yang jumlahnya semakin bertambah memenuhi sudut-sudut kota dan desa. Upaya dalam merealisasikan “peningkatan-cepat” pertumbuhan ekonomi merupakan “potret” kebijaksanaan pemerintah. Hal itu dapat dijadikan sebagai ukuran kuantitatif scenario pembangunan berkelanjutan melalui “direktif kebijakan yang matang dan komprehensif”. Kebijakan nasional melalui redistribution with growth pembangunan 1000 industri yang ditunjang dengan inovasi dan kemajuan teknologi diyakini dapat “membangunkan” gairah nyata menuju pertumbuhan dan kemakmuran serta menjadi ukuran utama keberhasilan pembangunan nasional.

Pembangunan 1000 industri berbasis inovasi dan teknologi dapat menjadi puncak pendorong campur tangan pemerintah yang elegan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran. Erik Reinert dalam bukunya How Rich Countries Got Rich and Why Poor Countries Stay Poor” memberikan penjelasan yang sangat nyata dari bangkitnya Inggris di abad ke-19, kebangkitan AS, Jerman, Jepang dan Uni Soviet pada abad 20, hingga lahirnya negara-negara industri baru seperti Korea, Taiwan, dan sekarang China, yaitu Industrialisasi merupakan kunci utama kemakmuran.

Indonesia berada dalam track menuju kemandirian Industri. Hal ini ditandai ketika Negara sukses menciptakan “interdependensi” antara terjadinya proses system produksi, dan bagaimana memiliki kemampuan dalam melakukan perbaikan teknologi pada system tersebut, industri tanpa mesin produksi hanyalah seperti manusia tanpa busana, yang membedakan adalah “teknologi” yang mereproduksi dirinya sendiri. Refolusi Industri Gen-4 harus dijadikan sebagai katalisator dan kaca benggala penumbuhan daya saing industri berbasis inovasi dan teknologi, yang tidak bisa tidak, harus ber”tempur” dalam era sistem inovasi global atau “Global Innovation System”.

 

Sejuta Lapangan Kerja, tercipta melalui 1000 Industri dalam 1000 Hari….

Lapangan pekerjaan di era modern saat ini, baik langsung atau tidak langsung, memiliki ketergantungan kronis pada Industri Gen-4 yang system dan prosesnya semakin tergantung pada teknologi informatika. Jika negara “berani” maju mendorong industry ini maka otomatis akan memberikan puluhan juta lapangan kerja baru, dan dapat dijadikan “vaksin” untuk memberantas pengangguran. Catatan menarik dari Economic Policy Institute, setiap lapangan kerja dari sektor Industri mendukung hampir tiga pekerjaan lain dalam perekonomian, karena industri adalah pusat gravitasi pertumbuhan ekonomi.

Sebagai negara yang memiliki geo-grafis dan geo-politik strategis, Indonesia semestinya segera merumuskan strategi kebijakan “Membangun 1000 industri dalam 1000 hari” sebagai langkah kongkrit untuk menciptakan lapangan kerja. Sasaran utama dari program ini adalah menciptakan Industri Gen-4 berbasis inovasi dan teknologi tinggi menuju praktik terbaik dalam pengelolaan hasil bumi dan kekayaan alam, hingga produknya menembus pasar global. Menjaga pertumbuhan industri berarti memahami dengan pasti demand dan supply agar peningkatan PDB nasional dapat bertahan untuk jangka waktu yang sangat panjang.

Mendorong “pemaksaan” untuk terciptanya 1000 Industri Gen-4 berarti meninggalkan “expired model” dan mentransformasi kepada arah technology for market dan short-term sales for long-term competition, dengan cara ini kemampuan lokal seperti pendidikan, keterampilan dan pengembangan keahlian melalui transfer teknologi dan penelitian aktif adalah “portofolio mutlak” yang akan dikembangkan di sektor manufaktur agar mendukung jasa dari perusahaan lokal. Sang pemimpin hendaknya “total percaya” bahwa membuka pintu pasar domestik seluasnya hanya diperuntukkan bagi perusahaan asing yang memiliki keinginan untuk “sharing” ilmu dan teknologinya kepada buruh dan perusahaan lokal di Indonesia. Tentu sebaliknya, bagi yang “tidak” maka tutup rapat pintu pasar kita dengan cara yang bijak.

Intinya Program pemerintah semestinya mengharuskan perusahaan asing untuk terlibat dalam usaha patungan dengan perusahaan lokal sebagai imbalan perlakuan istimewa di pasar dalam negeri. Alih Teknologi menjadi prasyarat sejalan dengan potongan bea-cukai dan tarif impor terhadap barang atau komponen dari negara lain yang masuk ke Indonesia. Dalam kerangka mendukung proses alih teknologi tent uterus mendorong untuk mengedepankan persentase konten-lokal pada barang yang dijual di Indonesia, sehingga mampu, mempromosikan Industri lokal secara simultan.

Dalam 1000 Industri Gen-4 ini pemerintah mendorong renewable model, yaitu proses alih teknologi dalam setiap jenis industry. Program ini secara otomatis akan mendirikan lebih dari satu perusahaan patungan untuk mengkomersialisasi hasil inovasi dan teknologi dalam negeri. Sebagai imbalannya, industry dari negara lain itu tentunya mendapat dukungan finansial dari dana teknologi pemerintah. Hal ini hanya mungkin jika kita membangun interdependensi melalui partnership dan networking yang komprehensif dan intergral dalam global innovation management.

Namun …

Sebelum terlalu jauh membangun konsep industri tangguh. Sepantasnyalah rakyat mempercayakan Negara memulai memilih tata kelola kemandirian energi untuk mendukung industri-industri ini, karena total konsumsi energi akan meningkat cepat setara dengan tingkat pertumbuhan PDB Nasional. Tentunya bangsa memerlukan energi yang murah, bersih dan stabil yang dapat di-instalasikan pada lahan yang tidak terlalu besar. Jika itu yang dipilih maka energi tentu harus berasal dari sumber energi bersih, aman, handal dan kompetitif yang nantinya dipersiapkan untuk dapat menggantikan cadangan bahan bakar minyak, gas dan batubara. Karena tertengarai bahwa energy bersumber dari fosil yang dimiliki Indonesia memiliki cadangan yang semakin menipir akan habis dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bukankah kita hari ini sudah menjadi net-importir Energi ??...

Jika Negara ingin serius melakukan upaya menghambat perusakan atmosfir akibat perubahan iklim yang diakselerasi meningkatnya jumlah dan kegiatan  industri nasional, maka kita harus mempromosikan penggunaan energi yang lebih efisien, terutama dalam mendukung peningkatan proses produksi sebagai sumber pendapatan masyarakat. Perlu diketahui bahwa penggunaan energi terbarukan telah diupayakan dengan maksimal namun hingga kini capaian tidak seperti yang diharapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa EBT tidak lagi memiliki kemampuan  cadangan yang cukup mendukung ketahanan energy nasional. Terlebih akumulasi CO2 di atmosfer yang diakibatkan oleh Industri konvensional berbasis energy fosil berdampak pada “peradaban industry modern” dan aspirasi negara-negara terhadap “green technology”.

Peradaban Industri Indonesia hanya akan berjalan dan bertahan dengan dukungan penuh energi, idealnya sudah sepantasnya Indonesia memiliki energy yang bersih, aman, handal, kompetitif dan praktis tak habis-habisnya.

Pembangkit Energi Bersih, karena pembangkit energi menghasilkan hampir tidak ada karbon-dioksida, dan tidak ada sulfur-dioksida atau nitrogen oksida apapun. Limbah yang aman, yang berarti sangat kecil berdampak pada ekosistem yang secara spontan dapat meluruh seiring waktu, sehingga tidak menyebabkan pemanasan global, hujan asam, asap serta polusi atmosfer lainnya.

Pembangkit Energi yang Aman, harus dapat terbukti bahwa dengan catatan operasi serta memiliki kehandalan dalam menawarkan listrik berbasis beban yang mengesankan, mampu beroperasi dan menghasilkan tenaga lebih dari 90% dari waktu, dan “terpenting” mampu memberikan harga kompetitif dan sangat stabil yang tidak tergantung pasar.

Tidak hanya Industri, keberadaan Infrastruktur modern beserta penghuninya (rakyat) dengan jelas menuntut sumber listrik yang handal dan dapat diandalkan, terutama dalam menangani suhu geografis antara 35 °C selama enam sampai delapan bulan per tahun. Dapatkah kita membayangkan hidup dengan pemotongan listrik dan pemadaman secara tiba-tiba, peralatan elektronik yang sensitive terhadap tegangan listrik tentu akan rusak dan ini bukan pilihan kita.

Negara mampu memenuhi dua tanggung jawab besar (Energi yang Aman dan Bersih) tersebut jika mendapatkan kepercayaan penuh untuk memilih sumber energi terbaik menuju kemandirian dengan menetapkan tujuan jangka menengah sekunder sehingga mampu mendiversifikasi keseluruhan ekonomi.

Jika itu terjadi, maka dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan melihat peningkatan ketahanan energy khususnya energy listrik yang aman dan bersih, yaitu pelusi rendah, dan emisi karbon rendah. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meminimalkan dampak terhadap pemanasan global. Sejalan dengan terpenuhinya kebutuhan energi yang aman dan bersih, tentunya akan berdampak positif dalam penciptaan lapangan pekerjaan sekaligus tenaga kerja terampil yang akan membantu perekonomian secara menyeluruh di masa depan. Dari kemandirian ini negara dapat dipastikan akan mampu mengembangkan inovasi dan teknologi produktif, sehingga membantu mengangkat landscape keterampilan dan pemanfaatan iptek untuk kehidupan..

Pada akhirnya, Bumi Pertiwi Indonesia mencapai cita-citanya seperti yang pernah diungkapkan Taryono (1997) bahwa penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi maju dalam proses produksi tidak hanya berdampak pada manusia, tetapi menjadi modal besar yang pada akhirnya mendorong perubahan struktur ekonomi, dimana “globalisasi ekonomi” berperan dalam meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara, memungkinkan perdagangan yang lebih bebas sehingga konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak.

Dari perspektif sejarah jangka panjang, dunia selalu dikejutkan dari cara Industri berkembang, menghabiskan banyak modal dan sebagai gantinya memberikan keuntungan besar dalam kinerja, produktivitas, dan efektivitas biaya. Saat ini adalah “waktu yang tepat” bagi Indonesia me-reverse apa yang telah dilakukan Korea Selatan dan China dengan cara memiliki, mempelajari, merubah dan akhirnya mereka dapat menjual teknologinya sendiri.

Itulah sebabnya kenapa Perguruan Tinggi termasuk Lembaga Litbang di Negeri ini memiliki peran penting dalam mendorong re-Inventing Industri Gen-4 termasuk penyediaan Energi untuk mendukungnya. Karena semua ilmu pengetahuan termasuk Inovasi dan Teknologi dibidang Energi ada di Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang.  Tanpa sinergi yang kokoh dalam Penta Helix Spiral Strategy, membangun Keamanan Energi Nasional akan tetap jauh panggang dari api, mimpi menyediakan sejuta lapangan kerja melalui penciptaan 1000 Industri Gen-4 dalam 1000 hari akan sia-sia…

Gelorakan Inovasi menuju Indonesia yang sejahtera…. Walahualam …

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, Staff Ahli Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi bidang Relevansi dan Produktivitas.

Artikel Terkait