INDONEWS.ID

  • Senin, 14/05/2018 15:45 WIB
  • Pengamat: Upaya Deradikalisasi Belum Mampu Rubah Jaringan Teror Tradisional

  • Oleh :
    • hendro
Pengamat: Upaya Deradikalisasi Belum Mampu Rubah Jaringan Teror Tradisional
Ilustrasi teroris (istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Adanya tudingan bahwa kejadian teroris di Surabaya merupakan  sebuah `kecolongan` dari parat keamanan. Dibantah keras oleh pengamat intelejen dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi.

Menurut Fahmi,  tudingan itu menyederhanakan masalah. Sebab yang dihadapi adalah sel-sel mikro yang jumlahnya sangat banyak dan identifikasinya tak mudah. Karena itu, masyarakat harus fair juga melihat bahwa, upaya-upaya penindakan terus dilakukan.

Baca juga : Waspadai Pihak-Pihak yang Benturkan Konsep Negara Pancasila dengan Agama

"Bahwa masih ada aksi yang bisa mereka lakukan, tentu itu karena memang tak mungkin bisa diprediksi secara akurat kapan dan dimana pelaku akan beraksi," kata Fahmi kepada INDONEWS,, Senin (14/5/2018).

Fahmi menilai, jika masyarakat  mau mengkritik, maka kritiklah soal upaya pencegahan. Karena saat ini belum ada upaya pencegahan secara komprehensif dan konstruktif yang sukses dilakukan.

Baca juga : Warung NKRI Digital, Cara BNPT Kolaborasikan Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Era Digitalisasi

"Sudah belasan tahun kita hidup bersama teror ini. Upaya deradikalisasi yang dibangga-banggakan itu nyatanya belum bisa mengubah wajah kantong-kantong tradisional jaringan teror," ujarnya.

Fahmi mengatakan, mengusut tuntas sampai ke akar mestinya tak sekadar ditafsirkan sebagai pengungkapan jaringan hingga ke sel-sel terkecil. Tapi juga mengurai akar persoalannya dan menghadirkan solusi. "Itulah bentuk negara hadir yang semestinya,"ungkapnya.

Baca juga : Peringatan Hardiknas Harus Jadi Momentum dalam Melindungi Generasi Muda dari Intoleransi

Lebih lanjut Fahmi menjelaskan, rantai amarah, kebencian dan dendam memang harus diputus. Kesenjangan sosial, ketidakadilan, pemiskinan dan pembodohan juga harus diakhiri. Jika tidak, kekerasan dan ekstremisme akan terus beranak pinak. Entah atas nama agama, atau ideologi lainnya.

Fahmi mengaku, hal Itu memang tantangan penegakan hukum saat ini. Tapi memberangus dengan mengancam demokrasi juga bukan langkah yang bisa didukung.

Fahmi menilai, saat ini masyarakat butuh rasa aman. Setidaknya keyakinan bahwa semua komponen bangsa memiliki pemahaman yang sama bahwa teror tak boleh lagi hadir.

"Ini bukan saatnya berburuk sangka, menyalahkan atau menuding satu sama lain. Bagaimanapun, umat dan rakyat harus dilindungi dari teror apapun alasannya," jelasnya.(hdr)

Artikel Terkait
Waspadai Pihak-Pihak yang Benturkan Konsep Negara Pancasila dengan Agama
Warung NKRI Digital, Cara BNPT Kolaborasikan Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Era Digitalisasi
Peringatan Hardiknas Harus Jadi Momentum dalam Melindungi Generasi Muda dari Intoleransi
Artikel Terkini
Menkes Ungkap Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting
Bakar SDN Inpres Pogapa Intan Jaya, TPNPB-OPM: Merdeka Dulu Baru Sekolah
Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta
Pemerintahan Baru Harus Lebih Tegas Menangani Kelompok Anti Pancasila
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas