Jakarta, indonews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak akan berhenti mengusut kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) kepada pemegang saham pengendali BDNI, Sjamsul Nursalim. Meskipun, Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan mengabulkan permohonan Kasasi yang diajukan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
"KPK tidak akan berhenti melakukan upaya hukum dalam perkara ini," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Saut menegaskan, langkah ini ditempuh sebagai upaya memulihkan kerugian keuangan negara terkait dugaan korupsi SKL BLBI. Sejauh ini, KPK menduga megakorupsi ini merugikan keuangan negara yang ditaksir mencapai Rp 4,58 triliun.
"Dalam rangka mengembalikan dugaan kerugian negara Rp 4,58 triliun dalam perkara ini," kata Saut.
Saut menjelaskan penanganan perkara dugaan korupsi SKL BLBI telah melalui perjalanan yang panjang. Penyelidikan kasus ini telah dimulai sejak 2013. Setelah empat tahun menyelidiki, KPK baru meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan dan menetapkan Syafruddin sebagai tersangka pada 2017.
"Selama proses penanganan perkara ini, KPK melakukan Penyelidikan, Penyidikan hingga Penuntutan dengan sangat berhati-hati dan berdasarkan hukum," katanya.
Diketahui, Majelis Hakim Kasasi MA mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh terdakwa mantan BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung yang menjadi terdakwa perkara dugaan korupsi SKL BLBI. Dalam amar putusannya, MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI dan melepaskan Syafruddin dari tuntutan hukum. Selain itu, MA juga memerintahkan Syafruddin dikeluarkan dari tahanan.
Saat proses penyidikan, Syafruddin pernah mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saar itu, Hakim Praperadllan menolak pengajuan tersebut dan menegaskan proses Penyidukan yang dllakukan KPK dapat diteruskan. Selain itu, Pengadilan Tipikor Jakarta dan Pengadilan Tinggi DKI telah memutuskan Syafruddin bersalah. Bahkan, pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI memperberat hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun pidana penjara.
KPK juga telah membuka penyidikan baru dengan menetapkan Syamsul dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka. Dalam menangani kasus ini, KPK telah membangun kerja sama lintas negara, terutama dengan otoritas di Singapura. Berbagai upaya ini dilakukan KPK sebagai upaya mengembalikan kerugian negara Rp4,58 triliun.
"KPK memastikan, upaya kami yang sah secara hukum untuk mengembalikan kerugian negara Rp4,58 triliun tersebut tidak akan berhenti," tandasnya. (rnl)