Jakarta, INDONEWS.ID - Rektor Univeristas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono mengkritik rencana Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir untuk mengadirkan akademisi luar negeri untuk menjadi rektor pada universitas di Indonesia. Pasalnya, akademisi luar negeri belum terlalu menguasai persoalan pendidikan di tanah air.
Menurutnya,misi perguruan tinggi di Indonesia tidak hanya untuk mengejar prestasi-pretasi internasional sesuai dengan kemauan menteri pendidikan tinggi. Perguruan tingggi di Indonesia selain berusaha mengejar prestasi juga mesti memikirkan solusi terhadap persoalan bangsa dan negara.
"Yang harus dipikirkan lagi, perguruan tinggi kita misinya itu tidak hanya mencari reputasi. Didirikannya perguruan tinggi, antara lain adalah bagaimana kita berkontribusi memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa ini," kata Panut sebagaimana dilansir VoaIndinesia,Senin,(30/07/2019)
Panut juga menambahkan, tantanggan menjadi rektor dan dosen di Perguruan Tinggi di Indonesia jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan di luar negeri. Rektor dan akademisi di tanah air biasanya akan mengunjungi kegiatan KKN mahasiswa setiap tahun.
"Apakah misalnya, bukan berarti mengecilkan, rektor asing dan profesor asing itu, mau blusukan menengok mahasiswa yang sedang Kuliah Kerja Nyata (KKN), misalnya," ungkapnya.
Pemerintah juga mesti memikirkan segi pembiyaan dalam hal memajukan pendidikan terutama untuk meningkatkan reputasi perguruan tinggi. Ia menambahkan, reputasi perguruan tinggi bisa baik sangat tergantung dari kemampuan keuangan dalam membiayai kegiatan penelitian.
Karena itu, lanjut Panut, pemerintah tidak hanya memikirkan untuk menghadirkan rektor dan akademisi asing. Pemerintah juga mesti memikirkan bagaimana caranya untuk menyediakan sumber-sumber dana untuk penelitian yang bisa menghasilkan jurnal dengan reputasi internasional.
Lebih lanut ia menjelaskan, rencana ini juga menimbulkan masalah tersendiri terutama dari segi gaji yang akan diberikan kepada akademisi asing yang akan ditunjuk sebagai rektor tersebut. Karena, akademisi dari luar negeri yang dipercayakan sebagai rektor di Indonesia dipastikan akan meminta gaji yang tinggi.
Sementara itu, gaji dosen dan rektor dalam negeri saat ini masih jauh di bawah standar. Kondisi ini nantinya akan menimbulkan gejolak karena ada kesenjangan antara rektor dari luar negeri dan rektor dalam negeri.
"Kalau kami, para rektor, bertemu di Forum Rektor Indonesia, rata-rata di antara kami sebetulnya bukan menolak. Sebenarnya kami juga tahu cara meningkatkan kualitas dan reputasi di tingkat dunia. Cuma, memang diperlukan dana itu tadi," pungkasnya.